BAB 2: LANGKAH PERTAMA MENUJU JULE
186Please respect copyright.PENANAHtX1CHrsia
186Please respect copyright.PENANAuWNIPYUlRx
186Please respect copyright.PENANA5whiRaFTOi
Setelah beberapa hari perjalanan melelahkan dari lereng gunung, Deni akhirnya tiba di pinggiran kota yang ramai. Tubuhnya yang kekar masih terasa pegal akibat luka-luka dari pertarungan di gua, tapi tekadnya tak goyah. Gelang akar bahar di tangan kanannya terasa hangat, seolah memberi isyarat bahwa tujuannya semakin dekat.
186Please respect copyright.PENANA2NUcghYBkO
186Please respect copyright.PENANAzU3Lfwt2zj
186Please respect copyright.PENANAKANYDPrqba
Ia membawa tas ransel sederhana berisi pakaian ganti dan sedikit uang tabungan, mata tajangnya menyapu sekitar kompleks perumahan yang disebutkan Mbah Suto. Kompleks itu tak terlalu luas, hanya deretan rumah-rumah mewah dengan pagar besi tinggi dan taman hijau yang rapi, dikelilingi jalan aspal mulus dan pohon-pohon rindang. Udara kota terasa berbeda—lebih panas, lebih bising dibanding hutan mistis yang ia tinggalkan.
186Please respect copyright.PENANARmdEwjDopQ
186Please respect copyright.PENANAM5RYS8EcPf
186Please respect copyright.PENANAd99qhT5J3d
Deni mulai mencari kosan murah di sekitar kompleks, berjalan kaki dari satu gang ke gang lain. Ia mampir ke warung kopi kecil, memesan segelas hitam panas sambil bertanya pada pemiliknya. "Ada kosan deket sini, Bu? Yang murah aja." Wanita paruh baya itu mengangguk, menunjuk arah sebuah rumah kontrakan sederhana tak jauh dari gerbang kompleks.
186Please respect copyright.PENANA0grJiP4vOp
186Please respect copyright.PENANAuDHnytlhvs
186Please respect copyright.PENANABum4ovY26G
Deni menyewa kamar kecil di sana, hanya kasur tipis dan meja kayu reyot, tapi cukup untuk istirahat. Bayarannya pas-pasan, tapi ia tak peduli. Yang penting, ia dekat dengan targetnya: Jule Berliana.
186Please respect copyright.PENANAom3P6WrcRy
186Please respect copyright.PENANAgmDfAbNwP9
186Please respect copyright.PENANAlKQtD1RMuW
Pagi berikutnya, Deni memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai satpam di kompleks itu. Ia mendatangi pos jaga utama, berdiri tegak dengan postur tegapnya yang seratus tujuh puluh sentimeter, kulit sawo matang berkilau di bawah matahari pagi.
186Please respect copyright.PENANAC4UpdCFcfx
186Please respect copyright.PENANACnWBrxd9L2
186Please respect copyright.PENANAeWywMcDIIN
Rahang tegasnya menegang saat berbicara dengan petugas senior. "Selamat pagi, Pak. Saya Deni, pengalaman jadi satpam kompleks. Ada lowongan nggak?" Pria itu menggeleng, wajahnya ramah tapi tegas. "Maaf, Mas. Saat ini full tim. Lowongan lagi tutup." Deni mengangguk, menyembunyikan kekecewaan.
186Please respect copyright.PENANAnNVIbRHAC4
186Please respect copyright.PENANA1HvMwagJbA
186Please respect copyright.PENANAeIRcVnecql
Ia keluar dari pos jaga, otaknya berputar mencari cara lain. Harus dekat dengan Jule, tapi bagaimana? Mbah Suto bilang dekati pelan, subtil. Ia tak bisa memaksa masuk ke rumahnya begitu saja.
186Please respect copyright.PENANA2URAVKLDqM
186Please respect copyright.PENANAeXQL5IrTH1
186Please respect copyright.PENANAxbYsvD1BuS
Hari-hari berikutnya, Deni menghabiskan waktu mengamati kompleks dari luar. Ia jalan-jalan di sekitar, berpura-pura mencari pekerjaan lain, tapi matanya selalu waspada. Suatu siang, saat matahari terik mulai condong, ia memutuskan istirahat di pelataran masjid besar yang hanya beberapa ratus meter dari rumah-rumah mewah itu.
186Please respect copyright.PENANAy4DVEYCiLa
186Please respect copyright.PENANAZZdy7IRLMK
186Please respect copyright.PENANAFvv4t231p7
Masjid berdinding putih dengan kubah hijau, suara azan masih bergema samar di udara. Deni duduk di bawah pohon sawo, menyeka keringat di dahinya, saat matanya tertarik pada seorang wanita yang baru saja turun dari sepeda motor sederhana.
186Please respect copyright.PENANA2DBMnEG8NI
186Please respect copyright.PENANA9goaSnKMaP
186Please respect copyright.PENANANOtnR7rop2
Itu Jule. Untuk pertama kalinya, Deni melihatnya secara langsung. Wanita berusia dua puluh enam tahun itu berjalan anggun menuju pedagang sayuran keliling yang parkir di pinggir jalan. Tingginya sekitar seratus enam puluh lima sentimeter, tubuhnya ramping tapi berisi di tempat yang tepat, tersembunyi di balik gamis longgar berwarna biru muda yang menjuntai hingga mata kaki.
186Please respect copyright.PENANAsZYOp7YnnG
186Please respect copyright.PENANArXbfP05p6k
186Please respect copyright.PENANAl4XdkKP9OJ
Hijab rapi membungkus wajah tirusnya yang cantik, hidung mancung dan bibir tipis yang tersenyum sopan pada pedagang. Kulit putih mulusnya bersinar di bawah sinar matahari, kontras dengan kain gamis yang sedikit menempel karena keringat tipis. Saat ia membungkuk memilih sayuran, payudaranya yang montok—ukuran tiga puluh empat C—bergoyang pelan di balik kain, menarik perhatian Deni tanpa sengaja.
186Please respect copyright.PENANAyh8c8nYmpi
186Please respect copyright.PENANANRHmuNSrY1
186Please respect copyright.PENANANjvfevm7JY
Bokongnya yang bulat dan montok terlihat samar saat ia bergerak, pinggulnya bergoyang alami, membuat Deni menelan ludah. Dada Deni berdesir hebat, campuran antara rasa penasaran erotis dan ingatan akan misi Mbah Suto. Wanita ini pernah disentuh buto ijo, energinya mengalir di darahnya. Bagaimana rasanya menyentuhnya, merasakan panas tubuhnya?
186Please respect copyright.PENANAuHbYpQlRv0
186Please respect copyright.PENANAURhrZDJLWA
186Please respect copyright.PENANAiudtZ4xp0R
Deni mengamati dari kejauhan, bersembunyi di balik pohon. Jule tampak seperti ibu rumah tangga biasa, setia dan hormat, tapi ada kegelisahan di tatapannya. Saat ia membayar sayuran, matanya melayang ke langit sejenak, seolah menyimpan rahasia gelap. Deni merasakan getaran dari gelang akar bahar—energi samar yang Mbah Suto sebutkan. Jule bukan sekadar wanita cantik; ia adalah kunci kekuatannya.
186Please respect copyright.PENANA50ZMupOW3b
186Please respect copyright.PENANAz7IaIIs3OQ
186Please respect copyright.PENANAL270IiN5T1
"Kamu warga baru di sini?" Suara berat dan berwibawa menyapa tiba-tiba, membuat Deni tersentak. Ia menoleh, dan di sampingnya berdiri seorang pria paruh baya dengan tubuh besar, wajahnya menunjukkan keturunan Arab: hidung aquiline, kulit kecokelatan, dan mata cokelat dalam. Itu Ustadz Syaiful, suami Jule, berusia 60 tahun, mengenakan baju koko putih dan sarung. Posturnya tegap meski usianya lanjut, bahu lebar tapi langkahnya pelan karena kelemahan fisik yang tersembunyi.
186Please respect copyright.PENANA1OOVWW1EVW
186Please respect copyright.PENANApEQRHXwt2b
186Please respect copyright.PENANAGLSeKm3xDp
"Eh? Iya, Pak. Saya baru pindah ke sini," jawab Deni cepat, berdiri menghormati sambil menyembunyikan tatapannya yang masih tertuju pada Jule.
186Please respect copyright.PENANAaolqrAXKX7
186Please respect copyright.PENANAmInbv7AmoW
186Please respect copyright.PENANAk4Pb1UYiVD
Ustadz Syaiful duduk di sampingnya di bangku kayu, mengikuti pandangan Deni ke arah istrinya. "Oh, pantes saya baru lihat kamu di sini. Kesini untuk kerja?" tanyanya lagi, suaranya tenang tapi penuh otoritas, seperti khotbah di mimbar.
186Please respect copyright.PENANA5WnBiW7wB3
186Please respect copyright.PENANAw4yFW7vMdA
186Please respect copyright.PENANALPH4WB5K2c
Deni menggeleng pelan, memanfaatkan kesempatan. "Iya, Pak. Saya lagi nyari kerja. Tapi belum dapat apa-apa." Jawabnya dengan nada memelas, mata tajamnya kini menatap Ustadz Syaiful.
186Please respect copyright.PENANADxEdzYGunf
186Please respect copyright.PENANAiLV4dMN0Sq
186Please respect copyright.PENANA0bDx8ha0Gy
"Emang biasanya kerja apa?" tanya Ustadz lagi, tangannya merapikan janggut pendeknya.
186Please respect copyright.PENANAZMQLYigquL
186Please respect copyright.PENANAwPAC3pjAWy
186Please respect copyright.PENANAIzcR7u0CCY
"Sebelumnya satpam kompleks, Pak. Tapi sekarang saya mau kerja apa aja deh, asal halal," balas Deni, suaranya antusias tapi terkendali.
186Please respect copyright.PENANA1YZLGULJLG
186Please respect copyright.PENANA7jYOr3FUz2
186Please respect copyright.PENANAHrZrkQ16Vf
Ustadz Syaiful mengangguk, matanya menyipit seolah menilai. "Kalo kamu mau, kamu bisa bantu-bantu di rumah saya. Kebetulan butuh asisten serabutan untuk urusan rumah tangga. Nggak berat kok, angkat-angkat barang, bersih-bersih, gitu aja."
186Please respect copyright.PENANAnL9xPfjPYr
186Please respect copyright.PENANA3Bxpa2Gmag
186Please respect copyright.PENANAnd9zSh6Gbr
Mata Deni berbinar seketika, jantungnya berdegup kencang. Ini lebih baik dari rencana apa pun! "Beneran, Pak? Saya senang banget!" tanyanya meyakinkan, wajahnya ceria.
186Please respect copyright.PENANAZREJX4syJ0
186Please respect copyright.PENANALlJqLCddy2
186Please respect copyright.PENANAIevsAio9Bv
Ustadz tersenyum tipis. "Nah, itu istri saya yang lagi belanja sayuran. Rumah kami yang itu, pagar hitam dengan pohon mangga di depan." Ia menunjuk rumah dua lantai yang mewah tapi sederhana, tak jauh dari masjid.
186Please respect copyright.PENANANJanabp8BT
186Please respect copyright.PENANAfaANIZfXEF
186Please respect copyright.PENANAdukKgesJjJ
Mata Deni melebar, tak menyangka keberuntungan datang begitu cepat. "Wah, nggak apa-apa, Pak. Saya terima kerja apa aja, yang penting dapet kerjaan." Katanya dengan nada gembira, imajinasinya sudah melayang ke dalam rumah itu—dekat dengan Jule setiap hari.
186Please respect copyright.PENANA9vYEgYxMts
186Please respect copyright.PENANAYrJmitSpqf
186Please respect copyright.PENANAN6Na0amH7k
Ustadz Syaiful mengulurkan tangan. "Saya Syaiful, orang-orang di sini panggil Ustadz Syaiful." Mereka berjabat tangan, genggaman Ustadz kuat meski tangannya sedikit gemetar karena usia.
186Please respect copyright.PENANA7030gBhCx3
186Please respect copyright.PENANAl8BPQxZA1k
186Please respect copyright.PENANAKpks4OrhyU
"Saya Deni, Pak," jawab Deni antusias. "Kapan saya bisa mulai kerja?"
186Please respect copyright.PENANAPbiDeaKfE8
186Please respect copyright.PENANACRJao5E9T5
186Please respect copyright.PENANAOXi0sbRl0f
"Ayo kita ngobrol di rumah aja, biar enak," kata Ustadz sambil berdiri, diikuti Deni yang langkahnya ringan.
ns216.73.216.33da2


