
Sejak kejadian viral itu, hidup Indri berubah total. Dari sosok ustadzah idola, kini ia lebih dikenal publik sebagai perempuan yang kepergok di hotel bersama suami orang. Podcast-podcast YouTuber ramai mengundang dirinya, bukan untuk membicarakan ilmu agama atau dakwah, tapi sekadar mengeksploitasi cerita skandalnya.
2694Please respect copyright.PENANA6Vcg5Nv45L
Apartemen dan beberapa aset resminya sudah dijual, semua demi melunasi hutang ganti rugi sebesar dua miliar rupiah. Kini, beban itu selesai, tapi harganya terlampau mahal: nama baik hancur, pekerjaan hilang, reputasi runtuh.
2694Please respect copyright.PENANAxHPNYpvQY0
Indri mencoba menata diri, meski terasa mustahil. Namanya sudah tercoreng, sulit sekali mencari kerja. Orang tua dan saudara memilih menjauh, bahkan terang-terangan menyatakan sudah tidak mau lagi menganggapnya bagian keluarga. Suami yang dulu ia banggakan pun menceraikannya dengan talak tiga, hanya seminggu setelah video dirinya di hotel tersebar luas.
2694Please respect copyright.PENANAGXA6gVKsCJ
Kini, Indri benar-benar sendiri. Hidupnya hanya dipenuhi pertanyaan: bagaimana cara bertahan, dan siapa lagi yang bisa ia percaya?
Indri akhirnya menerima tawaran datang ke sebuah podcast. Bayarannya memang tidak seberapa dibanding dulu saat ia jadi ustadzah idola, tapi setidaknya cukup untuk biaya makan beberapa minggu. Kini, tampilannya pun berbeda: kerudung seadanya dipadu dengan kaos ketat, make up lebih tebal, dan gaya bicara yang jauh dari kesan lembut. Ia tahu, orang-orang tidak lagi menunggu ceramah darinya — yang mereka mau hanyalah drama, kontroversi, dan sensasi.
2694Please respect copyright.PENANA08LihhKQaY
(di podcast)
Host: “Banyak yang bilang, nama Indri Febriany sekarang identik sama skandal. Gimana rasanya, dari ustadzah idola jadi bahan gibah?”
2694Please respect copyright.PENANA5h3jzcB8yM
Indri (senyum miring, genit):
“Ya gimana ya mas… hidup itu kan berputar. Dulu orang manggil saya ustadzah, sekarang manggil saya… ya macam-macam lah, ada yang hina, ada juga yang… mesum banget.”
2694Please respect copyright.PENANARaODhBdyN6
Host: “Dan kamu bacain semua komen itu?”
2694Please respect copyright.PENANAzq6PkdBZx2
Indri (ketawa kecil):
“Iya, kadang malah saya balesin. Netizen tuh ada-ada aja. Yang cowok, wah… banyak banget yang DM ngajak macem-macem. Ada yang nawarin jadi simpanan, ada yang kirim foto anu, hadeh…”
2694Please respect copyright.PENANAOGztUHRsV6
Host: “Terus kamu gimana? Marah, sakit hati?”
2694Please respect copyright.PENANAHakIXld952
Indri (sengaja menggoda kamera):
“Ngapain marah? Justru saya jawab santai. Kadang saya becandain balik. Biar aja mereka makin penasaran. Saya udah nggak bisa balik jadi ustadzah yang kalem kayak dulu, jadi sekarang ya… nikmatin aja jadi Indri yang baru.”
2694Please respect copyright.PENANAgRpLyqw6bc
Host: “Indri yang baru maksudnya gimana tuh?”
2694Please respect copyright.PENANA7xMa03hSzM
Indri (senyum nakal, sambil menyilangkan kaki):
“Ya Indri yang lebih real, nggak pake topeng. Kalau dulu kan saya harus jaim, ngomongnya harus halus. Sekarang? Saya bisa ketawa, bisa genit, bisa cuek. Orang mau suka atau nggak, bodo amat.”
---
2694Please respect copyright.PENANAongyIKLKwf
Tiga hari setelah podcast, Indri mengecek YouTube dan menemukan video podcast-nya sudah diupload. Judul video itu cukup provokatif dan bikin penasaran:
---
2694Please respect copyright.PENANADH9yiTxMzh
Indri kini tinggal di sebuah kontrakan sederhana di daerah Majalengka, kampung kecil yang tenang, jauh dari hingar-bingar kota. Warga sekitar tak banyak yang mengenalnya. Kalaupun ada yang tahu, mungkin hanya pernah melihat ceramahnya dulu di YouTube, sebelum semua kisah hidupnya terbongkar.
2694Please respect copyright.PENANAkgzUVojfr3
Pagi itu, Indri bangun dengan wajah sedikit letih. Ia beresin tas lusuhnya lalu mengeluarkan amplop tipis berisi uang bayaran dari podcast semalam. Tangannya menghitung lembar demi lembar, dan hanya ada dua juta rupiah.
2694Please respect copyright.PENANAvirq7fMayG
Ia menarik napas panjang. “Ya sudahlah, cukup buat makan beberapa hari,” gumamnya lirih.
2694Please respect copyright.PENANAIQZ8erhd62
Indri lalu melangkah ke kamar mandi. Bukan kamar mandi hotel mewah atau rumah kontrakan elite seperti dulu—sekarang ia harus terbiasa dengan ruang kecil agak gelap, tembok yang lembab bahkan ada bolong-bolong di sudutnya. Bau khas sumur dan lantai semen selalu tercium setiap kali ia mandi.
2694Please respect copyright.PENANAo31R4vTEkL
Selesai membersihkan diri, ia mengenakan daster panjang warna biru polos. Tidak ada jilbab, tidak ada make-up seperti saat masih jadi ustadzah idola. Rambutnya dibiarkan tergerai seadanya.
2694Please respect copyright.PENANAyvBCbGvMII
Dengan wajah apa adanya, Indri melangkah keluar rumah. Di warung dekat gang, ia membeli sarapan sederhana: nasi kuning dengan telur dan tempe orek. Sesekali orang menatapnya, ada yang hanya sekadar melirik, ada juga yang seperti mencoba mengingat-ingat wajahnya.
2694Please respect copyright.PENANAGcNd3XylBH
Namun Indri menunduk saja, membawa bungkusan nasi itu pulang ke kontrakan kecilnya, mencoba menerima kenyataan hidup barunya..
Indri duduk di lantai kontrakan sambil menyuap nasi kuningnya pelan-pelan. Daster panjang warna biru yang ia kenakan agak longgar, rambut masih setengah basah habis mandi. HP ditaruh di depan, ia mulai live IG seperti biasanya.
2694Please respect copyright.PENANA9KFdWoWn13
Komentar langsung berdatangan.
2694Please respect copyright.PENANAPXcP8q3rLl
👤 Netizen A: “Ih ustadzah palsu, kemarin ceramah sekarang goyang dada, malu dong.”
👉 Indri sambil senyum tipis: “Hehe… kalo malu, kenapa masih nonton? Jangan-jangan malah suka ya?”
2694Please respect copyright.PENANAAjW4FawPov
👤 Netizen B: “Kelihatan tuh dasternya nempel, aduh makin nakal aja.”
👉 Indri nyuap nasi sambil lirih: “Hmm… salah dasternya kali, bukan aku. Tapi kalo kamu kebayang macem-macem ya, itu bonus dari aku deh.”
2694Please respect copyright.PENANAHMYXKMeTYd
👤 Netizen C: “Eh Indri, masih janda panas? Siap nemenin tidur?”
👉 Indri terkekeh, matanya menatap kamera: “Janda apa bukan, yang penting ada yang kepo tiap aku live. Siap nemenin? Hmm… ngomong doang apa berani?”
2694Please respect copyright.PENANA8mfqDuzl3y
👤 Netizen D: “Kasian… dulu ceramah, sekarang cuma modal body.”
👉 Indri berhenti sebentar, lalu jawab kalem: “Dulu ceramah, orang pada dengerin. Sekarang aku beda jalan, orang tetep nonton. Jadi… sebenarnya yang kasian siapa?”
2694Please respect copyright.PENANAc7lVlGOw9o
👤 Netizen E: “Buka daster dong, sekalian biar rame.”
👉 Indri mendesah pelan sambil geleng-geleng: “Ah kalian ini… sarapan aja belum abis udah minta macam-macam. Sabar… nanti kalo aku kepancing, kalian yang pusing sendiri.”
2694Please respect copyright.PENANAMJYjbeMyS4
2694Please respect copyright.PENANAQfOffqqMQS
Indri pura-pura cuek lanjut makan, tapi matanya nakal melirik kamera. Komentarnya makin liar, ada yang maki, ada yang merayu.
2694Please respect copyright.PENANAOb5a86PbUS
👤 Netizen F: “Bosen liat kamu makan, kasih tontonan dong.”
Indri taruh sendoknya pelan, lalu nyender ke dinding. Tangannya sengaja memainkan ujung daster, pura-pura iseng ngebetulin lipatan kain. Kamera menangkap jelas pahanya yang sekelebat muncul.
2694Please respect copyright.PENANAYMnUQH8UD3
👉 Indri sambil senyum: “Eh… ketahuan ya? Aku cuma rapihin daster, bukan buka-bukain, jangan pada salah paham.”
2694Please respect copyright.PENANAsapeISL1Fq
Komentar langsung meledak.
2694Please respect copyright.PENANAj7Ait3CTqk
👤 Netizen G: “Weh paha mulus banget, lanjut lanjut!”
👤 Netizen H: “Gila, ustadzah genit bener!”
2694Please respect copyright.PENANAPauI9GIjer
Indri tertawa kecil, lalu pura-pura salah posisi kamera—daster panjangnya agak tersingkap saat dia menata duduk. Ia menunduk pura-pura kaget.
2694Please respect copyright.PENANAoDEfDd66Gl
👉 Indri: “Aduh, kamera nakal nih… suka ngerekam yang aneh-aneh. Tapi ya sudahlah, udah keliatan juga.”
2694Please respect copyright.PENANAGeu0hb6WDS
Netizen makin heboh, jumlah penonton naik ratusan. Indri sadar betul, semakin dia kasih “sedikit bocoran”, semakin ramai live-nya.
2694Please respect copyright.PENANAaKEcYXx56f
Untuk menutup live, ia sengaja mendekat ke kamera, menatap dengan tatapan manja.
2694Please respect copyright.PENANAA7pYVwlqsm
👉 Indri: “Udah ya… cukup sarapan sama bonus kecil buat kalian. Jangan lupa, kalo suka, kirim love banyak-banyak. Besok aku live lagi, siapa tau lebih berani.”
2694Please respect copyright.PENANAHHJ1rQLJCy
Lalu ia end live sambil tersenyum puas.
---
Beberapa hari tinggal di kontrakan kecil itu, Indri mulai diperhatikan oleh warga sekitar. Seorang petani duda paruh baya yang rumahnya tidak jauh, sering melintas depan kontrakan. Awalnya hanya menyapa basa-basi, tapi lama-lama ia memberanikan diri main ke rumah Indri.
2694Please respect copyright.PENANAZEutrio1lw
Indri sadar betul, di mata orang kampung dirinya dianggap janda. Padahal memang kenyataannya begitu, tapi ia tak pernah mengaku langsung. Ia khawatir kalau kabar itu menyebar, banyak duda kampung yang bakal mendekat dengan berbagai niat.
2694Please respect copyright.PENANAkRkSdwdcYJ
Sesekali, kalau petani itu mampir, Indri tetap menyambut dengan ramah. Mereka ngobrol sebentar di ruang teras kontrakan yang seadanya. Si duda merasa iba, kadang meninggalkan selembar uang seratus atau dua ratus ribu di meja sambil bilang,
“Buat jajan ya,neng, jangan ditolak.”
2694Please respect copyright.PENANAcF3P2RmMAH
Indri tak menolak, hanya tersenyum tipis dan menyimpan uang itu. Dalam hatinya ia tahu uang itu lumayan, cukup untuk beli lauk beberapa hari atau bayar listrik. Meski begitu, ada rasa was-was—kalau kebiasaan ini berlanjut, jangan-jangan suatu saat ada yang menuntut lebih dari sekadar basa-basi dan uang recehan.
2694Please respect copyright.PENANA6aDZyM3JOo