
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Aldi baru saja membuka mata, meregangkan badan sebentar, lalu menoleh ke arah istrinya. Dahinya berkerut heran—semalam ia masih ingat jelas Aulia tidur dengan daster, tapi sekarang di sampingnya istrinya terlelap memakai tanktop hitam ketat.
Aldi (sambil menepuk pelan bahu Aulia):
“Lia… bangun. Tumben kamu pakai baju gitu? Bukannya tadi malam daster, ya?”
Aulia (mengucek mata, suara pelan setengah mengantuk):
“Hmm… lagi pengen aja, Mas. Ringan, enak dipakai.”
Aldi hanya mengangguk samar, meski masih heran. Ia kembali rebahan, mengambil ponselnya dan mulai main HP, sementara Aulia bangkit dari kasur. Langkahnya ringan menuju dapur, rambut masih agak berantakan, tubuhnya tetap terbalut tanktop yang menonjolkan lekuk mudanya.
Di dapur, ia mengumpulkan pakaian kotor untuk dicuci. Gerakannya membuat suara plastik berisik, sampai terdengar jelas ke ruang tengah. Tak lama, Ibu Mertua melintas sambil membawa gelas kosong. Pandangannya langsung terpaku pada penampilan menantunya.
Ibu Mertua (sedikit heran, nada datar):
“Lho, Li… kok pagi-pagi pakai baju gitu? Biasanya kan pakai daster panjang atau gamis.”
Aulia (menoleh, tersenyum seolah biasa saja):
“Eeh… lagi pengen aja, Bu. Ringan buat beres-beres.”
Ibu mertuanya hanya mengangguk singkat, meski raut wajahnya masih menyimpan heran. Sementara itu, di teras belakang, Bambang duduk santai. Satu tangan memegang cangkir kopi, tangan lainnya sibuk menggulir layar ponsel. Sesekali ia tersenyum kecil pada sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu.
---
Selesai memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci, Aulia menutup pintu mesin dengan pelan. Dari ruang tamu, terdengar suara ibu mertuanya berpamitan untuk berangkat ke toko pakaian miliknya. Tinggallah rumah itu hanya berisi Aldi, Aulia, dan Bambang.
Sambil menunggu cucian berputar, Aulia mengambil sapu. Ia mulai dari dapur, menyapu perlahan menuju ruang tengah, hingga akhirnya sampai ke teras belakang. Di sana, Bambang masih duduk santai dengan segelas kopi dan ponsel di tangannya.
Setiap gerakan sapunya membuat tubuhnya ikut bergoyang ringan. Tanktop hitam yang ia kenakan menempel pas di kulit, memperlihatkan bentuk tubuh mudanya. Aulia sendiri sadar betul—entah mengapa ia seperti sengaja memamerkan tubuhnya ke arah Bambang. Perasaan aneh menyelimuti dirinya; antara berani, malu, sekaligus penasaran.
Namun yang membuatnya kesal, Bambang justru terlihat cuek. Ia tak mengangkat wajah, hanya sesekali menyeruput kopi atau menatap layar ponsel sambil senyum tipis. Seolah kehadiran Aulia sama sekali tak membuatnya terganggu.
Aulia menggigit bibir, hatinya panas. “Masa sih bapak nggak bereaksi sama sekali? Padahal jelas-jelas dia lihat story aku semalam…” batinnya.
Tak lama, dari arah kamar terdengar suara air—Aldi masuk ke kamar mandi. Kesempatan itu membuat Aulia refleks menaruh sapunya, lalu bergegas ke dapur. Ia menyiapkan kopi hangat untuk suaminya, sesuai kebiasaan Aldi yang selalu minum kopi dulu sebelum sarapan di bengkel.
Tangannya sibuk mengaduk gula, tapi pikirannya justru penuh oleh sosok Bambang yang masih duduk tenang di teras.
---
setelah diam beberapa saat,aulia kembali mengambil sapu yang tadi ditaruh di sudut dapur. Langkahnya ringan menuju teras belakang, di mana Bambang masih duduk tenang sambil memandangi layar ponsel. Suara berita yang samar terdengar dari ponselnya tentang demo di Pati, Jawa Timur, membuat suasana pagi itu seolah biasa saja.
1401Please respect copyright.PENANAfgCpbk8pzV
Aulia menunduk, mulai melanjutkan sapuan di sudut teras yang belum tersentuh. Sesekali matanya melirik ke arah Bambang, berharap ada reaksi, tapi mertuanya tetap terlihat sibuk dengan ponsel dan cangkir kopinya.
1401Please respect copyright.PENANAQJBEfyHlt1
Begitu selesai menyapu, Aulia tidak langsung beranjak. Ia menaruh sapu di pojok, lalu mengambil ember berisi air bersih. Biasanya ia menggunakan alat pel panjang agar praktis, tapi kali ini berbeda. Khusus untuk teras belakang, Aulia memilih jongkok, merendam kain pel ke dalam ember, lalu memerasnya dengan kedua tangan.
1401Please respect copyright.PENANA851A0ZmRHn
Dengan gerakan perlahan, ia mulai mengepel lantai secara manual. Tubuhnya membungkuk, tanktop hitam yang ketat mengikuti lekuk tubuhnya setiap kali ia bergerak maju mundur. Keringat tipis mulai muncul di pelipisnya, menambah kesan segar sekaligus menggoda tanpa ia sadari.
1401Please respect copyright.PENANAOHFJCCOSGE
Bambang yang masih menatap ponselnya sekali-dua kali sempat melirik dari atas layar, matanya menyapu sekilas ke arah Aulia yang sibuk jongkok mengepel. Senyum samar muncul di sudut bibirnya, namun ia tetap berusaha terlihat cuek.
1401Please respect copyright.PENANAHlijnrOFfN
Aulia sendiri bisa merasakan tatapan itu, meski hanya sekilas. Hatinya makin bergejolak: ada rasa malu, tapi juga puas, seolah memang itulah yang ia tunggu.
bambang kemudian berdiri melangkah masuk kedalam,Begitu mendengar suara televisi menyala dari ruang tengah, Aulia sempat mendengus kecil. Hatinya agak kesal karena merasa usahanya menarik perhatian mertuanya selalu berakhir sia-sia—mertuanya justru cuek, seolah tak pernah peduli.
Dengan cepat ia menyelesaikan sisa lantai teras yang belum terpel, lalu bergegas pergi ke kamar. Niat awalnya sederhana: mandi agar badan segar. Tapi begitu berdiri di depan kasur, ide lain yang lebih berani melintas di benaknya.
Tanpa banyak pikir, Aulia melepaskan tanktop hitamnya, lalu celana pendek yang menempel di pinggang. Satu per satu pakaian dalamnya pun ikut terlepas. Kini tubuhnya benar-benar polos, namun ia sengaja membiarkan pintu kamar tetap terbuka.
Biarpun pintu kamar tidak langsung menghadap ke ruang TV, Aulia merasa seolah dirinya sedang mengundang sesuatu. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, bukan karena takut, melainkan karena ada perasaan luar biasa—campuran tegang, nakal, dan anehnya… menyenangkan.
---
Handuk melilit tubuh Aulia, menempel erat di kulitnya yang masih hangat. Ia berdiri sejenak di depan pintu kamar, menarik napas, lalu berdehem pelan. Seolah memberi isyarat, semoga mertuanya memperhatikan.
Dengan langkah pelan tapi penuh sengaja, Aulia keluar kamar. Kali ini ia tak memakai baju sementara seperti biasanya. Hanya handuk itu yang menutup tubuhnya. Ia tahu betul kalau caranya ini tak biasa, justru itulah yang membuat jantungnya berdetak tak karuan.
Di ruang tengah, Bambang sedang duduk santai menonton televisi. Aulia melewatinya begitu saja, pura-pura tidak peduli. Tapi dalam hati ia berdoa keras—semoga lirikan mata itu mengarah padanya.
Setiap langkah melewati kursi tempat mertuanya duduk membuat tubuhnya seperti merinding. Ada perasaan aneh yang bercampur: deg-degan, takut, tapi juga… seakan puas karena berani melakukan sesuatu yang selama ini tak pernah ia bayangkan.
Dengan tangan sedikit merapatkan handuk di dada, Aulia terus berjalan menuju kamar mandi. Namun di kepalanya, hanya ada satu pertanyaan: Apakah Bambang melihatnya?
---
Begitu masuk kamar mandi, pintu sengaja ditutup setengah, Aulia bersandar ke dinding dingin, tubuhnya gemetar. Handuk sudah terlepas, ia sampirkan di gantungan tembok. Air keran yang mengalir jadi latar suara, tapi desahannya sendiri lebih keras dari itu.
1401Please respect copyright.PENANADAh2KWZMpE
Tangannya bergerak liar, meremas payudaranya sendiri sambil matanya terpejam. Nafasnya terengah-engah, dan dalam khayalnya wajah Bambang jelas sekali muncul.
1401Please respect copyright.PENANATBOaWaPikc
“Aahh… Bapak…” desis Aulia pelan, hampir seperti doa yang memalukan.
1401Please respect copyright.PENANANMqNSKHm50
Setiap kali ia menggesek tangannya ke bagian bawah, rasa panasnya semakin menjadi. Ia tahu pintu itu hanya setengah tertutup—siapa pun bisa saja masuk. Tapi justru itulah yang membuatnya semakin terbakar.
1401Please respect copyright.PENANAB6B0F6kqv8
Dalam hatinya, Aulia berharap gila: andai saja Bambang masuk sekarang, melihat dirinya seperti ini…
1401Please respect copyright.PENANAdT7YHpnHLs
Semakin keras ia menyebut nama mertuanya, semakin kuat desahannya memantul di dinding kamar mandi yang sempit
--
beberapa saat kemudian tubuh Aulia bergetar hebat ketika klimaks itu akhirnya meledak. Suaranya meninggi, desahannya pecah hingga terdengar jelas keluar kamar mandi. Seluruh ototnya lemas, ia bersandar ke dinding sambil terengah-engah, napasnya tak beraturan.
1401Please respect copyright.PENANAqVPcI7hMNF
Setelah puas, ia masih berdiri sejenak, tersenyum samar dengan wajah merah, lalu berusaha menenangkan diri. Kali ini ia benar-benar menyalakan shower, membiarkan air mengguyur tubuhnya yang masih bergetar.
1401Please respect copyright.PENANAFWHCYlMvmX
Namun, ada satu hal yang sengaja ia lakukan: pintu kamar mandi tidak ditutup, bahkan kini ia biarkan terbuka lebar. Air yang jatuh, tubuh yang telanjang, dan aroma sabun yang menyebar—semua itu terbuka seolah undangan diam-diam.
1401Please respect copyright.PENANAulMScZ2ipu
Dalam hatinya, Aulia tahu betul, siapa pun yang lewat pasti bisa melihat dengan jelas. Dan yang paling ia bayangkan hanyalah satu orang: Bambang.
---
Degup jantung Aulia seketika memuncak ketika langkah kaki Bambang terdengar mendekat. Dari celah uap air, ia melihat sosok itu muncul di ambang pintu dapur. Senyum tipis disertai gelengan kepala dari mertuanya membuat tubuh Aulia bergetar antara malu, takut, dan rasa puas karena akhirnya diperhatikan.
Pandangan mereka sempat bertemu—tajam namun penuh rahasia. Napas Aulia makin memburu, tangannya refleks menutup sebagian tubuhnya meski ia sadar seluruh kulitnya nyaris tak tersisa dari pandangan.
Bambang maju beberapa langkah, seolah hendak masuk. Aulia makin tak karuan, tubuhnya bergetar, wajahnya merah penuh degupan liar. Namun, yang terjadi justru di luar dugaan.
Dengan santai, Bambang meraih gagang pintu, menutupnya perlahan hingga rapat, lalu berbalik tanpa berkata sepatah kata pun. Suara langkahnya kembali menjauh menuju ruang tengah, meninggalkan Aulia termangu di balik pintu.
1401Please respect copyright.PENANA8nDDTH8krZ
Tubuh Aulia bergetar, kali ini bukan hanya karena air dingin yang mengalir, melainkan campuran perasaan heran, kesal, dan penasaran. “Kenapa ditutup? Kenapa malah pergi?” batinnya berteriak. Yang ia rasakan sekarang hanyalah rasa tertantang semakin dalam.
---
Air masih menetes dari ujung rambutnya, handuk tipis melilit tubuhnya, Aulia berjalan cepat menuju kamar. Namun begitu melewati ruang tengah, langkahnya terhenti. Ada sesuatu dalam dirinya yang mendorong untuk kembali mencuri perhatian.
1401Please respect copyright.PENANAH33fJdvrjJ
Dengan sedikit manja dan nada menggoda, ia menoleh ke arah Bambang yang duduk santai menonton televisi. “Bapak… Aulia harus pakai baju apa, ya?” tanyanya lirih, seolah mencari arahan.
1401Please respect copyright.PENANAqQ1AL1U3LU
Bambang hanya melirik sekilas, ekspresinya tenang, seakan tidak terusik oleh pemandangan menantunya yang masih basah dan hanya berbalut handuk. Dengan suara santai dan datar ia menjawab, “Senyamannya Aulia aja… pakai apa pun terserah, yang penting nyaman.”
1401Please respect copyright.PENANAeNNQG1fC0h
Jawaban itu membuat dada Aulia berdesir. Ada rasa kecewa karena tidak mendapat reaksi yang ia harapkan, namun di balik itu justru muncul rasa penasaran yang semakin membakar. Ia merasa seperti dipermainkan, dan entah mengapa, itu membuat pikirannya semakin liar.
Aulia menatap Bambang, mencoba membaca ekspresinya yang santai. Ia bersandar sedikit ke sofa, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
“Kan kata bapak, Aulia kurang seksi…” ujarnya pelan, nada suaranya penuh arti. “Makanya Aulia nanya, kalau Aulia pakai baju seksi… gimana menurut bapak?”
1401Please respect copyright.PENANAz6DRxAzhhi
Bambang menoleh sebentar, lalu kembali menatap TV. Suaranya tenang, tanpa tergesa.
“Seksi itu kan cuma kata bapak, bukan berarti Aulia yang harus seksi. Lagian… Aulia seksi juga, bapak nggak ngaceng.”
1401Please respect copyright.PENANAIMGwv3Ukvv
Aulia terperangah, keningnya berkerut. “Kenapa nggak ngaceng, pak? Apa karena Aulia menantu bapak?” tanyanya polos, namun ada getaran penasaran di dalamnya.
1401Please respect copyright.PENANAkynljR6aO6
Bambang menggeleng pelan. “Bukan…”
1401Please respect copyright.PENANACv3E0dVCh1
“Terus kenapa?” desak Aulia, matanya kini menatap lekat ke wajah Bambang.
1401Please respect copyright.PENANAgPtVKTeXFb
Bambang tersenyum tipis, meneguk kopinya dulu sebelum menjawab. “Bapak nggak ngaceng… karena bapak belum jatuh cinta sama Aulia.”
1401Please respect copyright.PENANACcjTv9AvGB
Ucapan itu membuat Aulia terdiam. Wajahnya panas, jantungnya berdegup kencang, antara malu, tersinggung, sekaligus merasa tertantang...
Aulia menatap mertua nya, dadanya berdebar. Ia menarik napas panjang, lalu memberanikan diri bertanya, suaranya lembut tapi penuh rasa ingin tahu.
“Kalau gitu… tipe wanita yang bisa bikin bapak jatuh cinta itu seperti apa?”
Bambang tersenyum kecil, lalu menoleh sejenak menatap menantunya. “Tipe bapak ya… masih muda, cantik, kulitnya putih. Pakaian jarang gamis, nggak terlalu tertutup. Nurut sama bapak,sifatnya manja sama...perhatian juga.”
1401Please respect copyright.PENANA9OIN4S9eGm
Aulia terdiam, matanya membesar. Hatinya langsung menimbang-nimbang, membandingkan dirinya sendiri dengan deskripsi itu. Perlahan senyum tipis muncul di bibirnya.
“Kalau gitu… mungkin nggak, pak, bapak jatuh cinta sama Aulia?” tanyanya pelan, nyaris berbisik.
Bambang tertawa kecil, lalu mengangkat bahunya santai. “Semua mungkin aja,Lia. Tinggal gimana Aulia sendiri.”
Jawaban itu membuat tubuh Aulia merinding. Ada sesuatu yang menyusup ke hatinya—antara takut, malu, tapi juga bahagia. Ia menunduk, tersenyum samar, lalu menjawab singkat, “Oke…”
Aulia pun berdiri, melangkah menuju kamarnya dengan hati yang penuh gejolak. Saat menutup pintu, ia bersandar sebentar, menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Entah kenapa, ucapannya barusan justru membuatnya merasa ada peluang besar. Dengan perasaan aneh yang justru membahagiakan, Aulia pun membuka lemari, memikirkan pakaian apa yang akan ia kenakan hari ini...