
Sejak hari itu, sikap Aulia berubah perlahan. Ada sesuatu dalam dirinya yang seolah bangkit—keinginan tersembunyi untuk menarik perhatian Bambang, bapak mertuanya. Ia mulai lebih sering melirik, menebar senyum manis, bahkan sesekali bersuara manja jika kebetulan hanya mereka berdua di rumah.
Di hadapan Bambang, Aulia sengaja menunjukkan perhatian kecil: membawakan kopi lebih cepat daripada biasanya, merapikan kursi tempatnya duduk, atau sekadar menanyakan kabar dengan nada lembut. Semua itu dilakukan dengan cara yang halus, seolah ia sedang bersaing diam-diam dengan ibu mertuanya sendiri.
Dan ketika rumah kembali sepi—saat Aldi sibuk di bengkel, ibu mertuanya di toko—Aulia semakin berani. Ia duduk lebih dekat, berbicara dengan intonasi menggoda, atau bercanda dengan gaya manja, seakan-akan menantikan reaksi dari Bambang.
Perasaan aneh yang dulu sempat membuatnya gelisah, kini justru ia nikmati… seperti sebuah permainan yang baru saja dimulai..
---
Bambang mulai memahami perubahan sikap menantunya. Setiap senyum manja, setiap perhatian kecil, hingga cara Aulia bicara yang semakin lembut, semua tidak lagi terasa kebetulan. Ia tersenyum bangga dalam hati—seolah yakin bahwa menantunya ini memang sedang berusaha mendekat.
630Please respect copyright.PENANAkgexomqOTx
Dan benar saja, perlahan ia mulai merespons setiap gerak-gerik itu. Jika Aulia menyodorkan kopi, ia terima dengan senyum hangat. Jika Aulia bercanda manja, ia balas dengan tawa kecil. Sikap manja yang dulu hanya sebelah pihak, kini mulai mendapat balasan.
630Please respect copyright.PENANAZgAM9dTWMZ
Hari itu, rumah sepi. Aldi sibuk di bengkel, ibu mertuanya masih di toko. Tinggal Aulia dan Bambang berdua di ruang tengah. Mereka duduk berdampingan di sofa, obrolan mengalir ringan.
Aulia sekarang sudah tidak merasa kesal lagi. Justru ada rasa senang, karena Bambang mulai merespons sikap manjanya beberapa hari terakhir. Ada kebanggaan terselubung dalam dirinya.
630Please respect copyright.PENANATtTCCEoeMU
Bambang melirik ke arah Aulia, senyum samar terbit di bibirnya. “Penampilanmu sekarang… lain banget, Lia Makin segar, makin cantik.”
630Please respect copyright.PENANAbDyJt5vreZ
Aulia menoleh, senyumnya tipis, matanya berbinar penuh arti. “Bapak beneran suka sama penampilan Aulia gini?” tanyanya dengan nada menggoda.
630Please respect copyright.PENANAq4nHXRSC7d
Bambang mengangguk pelan, masih menatap lekat. “Iya, suka. Lebih pas aja kelihatannya.”
630Please respect copyright.PENANA9IFt18xhWX
Aulia menggigit bibir bawahnya sebentar, lalu dengan suara pelan ia memberanikan diri bertanya, “Kalau gitu… bapak udah jatuh cinta belum sama Aulia?”
Bambang tersenyum kecil sebelum menjawab, nada suaranya tenang.
“Belum, Li… Bapak belum bisa bilang jatuh cinta. Soalnya bapak belum tahu, Aulia ini nurut apa nggak.”
630Please respect copyright.PENANAHWDfyrZXpL
Aulia langsung cemberut, bibirnya manyun seperti anak kecil yang ngambek. Tapi ekspresinya justru terlihat manja, matanya berbinar sambil menoleh ke arah Bambang.
“Ah, bapak ini… Aulia tuh selalu nurut kok,” ucapnya lembut, dengan nada seperti membujuk.
630Please respect copyright.PENANAWYAXRISQUI
Bambang menahan tawa kecil, melihat perubahan sikap menantunya yang polos sekaligus menggoda. Tatapan mereka bertemu, suasana di sofa semakin hangat, seolah ada rahasia yang hanya mereka berdua yang tahu.
Bambang menyandarkan punggungnya ke sofa, tatapannya lurus ke arah Aulia. Dengan nada pelan tapi tegas ia berkata,
“Kalau Aulia bilang nurut… ya kasih bapak bukti, dong.”
630Please respect copyright.PENANATLR9wgTJNX
Aulia menoleh cepat, matanya berbinar penasaran. Ia tersenyum tipis sambil mengangkat alis, nada suaranya dibuat manja.
“Bapak mau bukti apa?”
630Please respect copyright.PENANAWW2JM2eYdR
Pertanyaan itu membuat Bambang terdiam sejenak, bibirnya mengulas senyum penuh arti. Suasana di antara mereka terasa semakin dekat, seolah hanya tinggal menunggu satu langkah lagi Bambang perlahan mengangkat tangan Aulia yang halus dan mungil. Tatapannya tajam namun hangat. Ia mendekatkan tangan itu ke bibirnya, lalu mengecup lembut punggung tangan menantunya.
Aulia terdiam. Jantungnya berdetak kencang, tapi entah kenapa ada rasa bahagia yang mengalir deras dalam dirinya. Senyum kecil tersungging di bibirnya, seperti mendapatkan sesuatu yang sudah lama ia tunggu.
Bambang menatapnya lekat-lekat, lalu berkata dengan suara dalam,
“Mulai sekarang… Aulia harus patuh sama bapak. Apapun yang bapak perintah, Aulia nurut.”
Menantu itu hanya bisa mengangguk pelan. Dengan wajah manis dan mata berbinar, ia menjawab lirih,
“Iya, Pak… Aulia janji. Aulia bakal nurut sama bapak.”
Suasana hening, tapi penuh dengan ketegangan yang manis. Ada ikatan baru yang tercipta di antara mereka—ikatan yang melampaui sekadar hubungan mertua dan menantu..
Bambang menatap wajah Aulia lebih dalam, kali ini suaranya lebih serius.
“Bapak tuh kalau sudah jatuh cinta sama perempuan, nafsunya tinggi, Li… itu sebabnya bapak pengin Aulia nurut sama bapak. Supaya bapak nggak salah arah.”
Aulia mendengar kata-kata itu dengan wajah merah merona. Ia menggigit bibir bawahnya, bingung harus menjawab apa. Tanpa ia sadari, kepalanya pelan-pelan mengangguk—seolah menyetujui semua yang diucapkan mertuanya.
Bambang tersenyum tipis melihat anggukan itu. Ada rasa bangga bercampur puas.
“Jadi Aulia benar-benar siap nurut sama bapak?” tanyanya lagi, nadanya seperti menguji.
Aulia tertegun sebentar, lalu menoleh ke arah Bambang dengan mata yang berkilat aneh, campuran antara malu, takut, dan bahagia..
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Bambang berdiri dari sofa. Langkahnya tenang menuju kamar yang pintunya langsung menghadap ruang tengah. Ia masuk begitu saja tanpa menutup pintu.
630Please respect copyright.PENANA4uoYyz4yEr
Sesampainya di dalam, Bambang duduk sebentar di tepi ranjang, menoleh ke arah Aulia sambil melempar senyum yang membuat dada Aulia semakin berdebar. Hanya beberapa detik, ia kemudian rebahan di kasur, namun kakinya masih terjulur menyentuh lantai, sengaja membiarkan posisinya terlihat santai.
630Please respect copyright.PENANAeGp4xqmEhm
Aulia menatapnya dari ruang tengah. Pandangannya seakan tak bisa lepas. Hatinya berdebar, wajahnya panas, tapi kakinya bergerak sendiri. Seperti ada sesuatu yang menghipnotis, ia bangkit berdiri. Dengan langkah perlahan, Aulia berjalan menuju kamar mertuanya.
Sesampainya di ambang pintu, tubuhnya gemetar kecil, matanya saling bertemu. Tak ada kata, hanya pandangan yang sarat arti. Aulia menunduk sesaat, lalu kembali menatap, seolah menantikan apa yang akan dilakukan sang mertua.Aulia terpaku sesaat, napasnya tak beraturan. Namun langkah kecilnya akhirnya maju, melewati batas kamar itu. Perlahan ia menoleh ke belakang, tangannya meraih daun pintu. Dengan degup jantung yang semakin cepat, pintu kamar ditutup rapat.
Kini… hanya ada mereka berdua, terkurung dalam satu ruang, satu suasana, satu ketegangan yang tak lagi bisa dipungkiri.
Aulia melangkah pelan mendekat, jantungnya berdebar keras. Tubuhnya seperti digerakkan oleh sesuatu yang lebih kuat dari sekadar niat. Ia lalu merebahkan diri di sebelah Bambang. Wajahnya gugup, pipinya merah, sementara Bambang hanya menatap dengan senyum penuh keyakinan.
Sedikit demi sedikit, jarak wajah mereka makin menyempit. Tarikan napas terdengar jelas di antara keduanya… hingga akhirnya bibir mereka bersentuhan. Ciuman itu singkat tapi sarat gairah, lalu semakin dalam. Tangan Bambang bergerak bebas, menjelajahi lekuk tubuh Aulia yang bergetar pasrah.
—
Di tempat berbeda, waktu yang sama… Aldi berkeringat di bengkel. Tangannya belepotan oli, sedang berusaha keras membuka baut motor yang macet. Suara kompresor dan obrolan pelanggan memenuhi ruangan. Aldi tersenyum ramah pada orang-orang, tak tahu sama sekali bahwa di rumah, istrinya—Aulia—telah dengan mudah menyerahkan seluruh tubuhnya pada sang mertua.
Kontras yang begitu tajam: suami berjuang dengan baut yang keras dibuka, sementara di balik pintu rumah, sang istri begitu mudah membuka dirinya tanpa perlawanan.
— Di toko pakaian milik nining ibu mertua aulia —
Nining tengah sibuk di balik meja kasir, menghitung jumlah belanjaan pelanggan. Senyum ramah ia tunjukkan, sementara dua karyawati setia membantunya melipat pakaian. Namun, entah mengapa, firasat aneh menyelinap. Tangannya refleks menyenggol gelas di meja kecil sebelahnya. Prang! Gelas itu jatuh dan pecah berkeping-keping di lantai. Nining terdiam sesaat, dadanya berdebar, seakan ada sesuatu yang tak beres di rumah.
— Kembali ke kamar Bambang —
sementara di suasana berbeda, Aulia dan Bambang sudah tenggelam dalam dunia mereka sendiri. Tubuh mereka telanjang bulat, kulit bertemu kulit, tak lagi ada batasan antara menantu dan mertua. Napas keduanya memburu, bercampur desah penuh gairah.
Aulia menungging di atas kasur, rambutnya terurai berantakan, tubuhnya gemetar tapi tak menolak. Bambang di belakangnya, penuh hasrat, memegang erat pinggang menantunya, mendominasi dengan nafsu yang tak bisa ia bendung lagi.
Dentuman ranjang beriring dengan desah panas, kontras dengan suara ramai pelanggan di toko, dan suara bengkel di mana Aldi berjuang mencari rezeki.
---
— Di bengkel —
Aldi tersenyum lebar saat menerima pembayaran dari seorang pelanggan. Ia memundurkan motor berikutnya ke area servis, lalu dengan sabar mendengarkan keluhan pemiliknya. Suasana bengkel siang itu ramai, deru mesin bercampur dengan obrolan para pelanggan. Dari sound speaker, mengalun lagu Laila Canggung versi Adella, menambah semarak suasana kerja. Aldi berkeringat tapi tetap semangat, sibuk dengan kunci pas dan baut-baut motor yang ia hadapi, tak pernah sedikit pun terlintas apa yang sedang terjadi di rumahnya.
630Please respect copyright.PENANAFJbnpfD4UL
— Di kamar Bambang —
Sementara itu, di balik dinding rumah, dunia yang berbeda benar-benar sedang berlangsung. Suara desahan Aulia berpacu dengan napas berat Bambang. Tubuh mereka basah kuyup oleh keringat, seolah sedang mandi dalam gairah yang tak terbendung.
Kini Aulia duduk pangku di mertuanya, tubuh mereka saling berhadapan. Rambut panjangnya terurai, menempel pada kulit yang basah. Wajahnya memerah, matanya setengah terpejam. Tangan Bambang merangkul erat punggung menantunya, menarik tubuh Aulia semakin dekat.
630Please respect copyright.PENANAZYj1eA5lJq
Irama gerakan mereka kian cepat, suara ranjang berderit semakin keras, hingga akhirnya Aulia tak mampu lagi menahan dirinya. Dengan suara teriakan penuh desah, tubuhnya gemetar hebat — ia mencapai klimaks, sebuah kenikmatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, bahkan sejak pernikahannya dengan Aldi.
---
Jam sudah menunjukan pukul 11 siang.
— Di bengkel —
Aldi awalnya berniat pulang sebentar untuk makan setelah berhasil menyelesaikan beberapa motor. Namun langkahnya terhenti ketika temannya yang membantu di bengkel kebingungan dengan motor pelanggan yang susah dihidupkan. Aldi menghela napas, lalu kembali menunduk membantu memperbaiki motor itu. Rencana makan siang di rumah pun tertunda. Ia sama sekali tak tahu apa yang sedang terjadi di balik dinding rumahnya.
630Please respect copyright.PENANA70HAK89Kou
— Di kamar Bambang —
Sementara itu, suasana kamar Bambang jauh berbeda. Aulia dan mertuanya sudah selesai menyalurkan nafsu terlarang. Mereka berdua masih telanjang, hanya berbalut selimut tipis. Aulia tidur miring, memeluk erat tubuh Bambang, wajahnya penuh senyum manja. Sesekali bibir mereka saling menempel, berbagi kecupan ringan penuh godaan.
630Please respect copyright.PENANAYpYgyW9kdK
Aulia tampak begitu berbeda: tatapannya teduh namun nakal, tangannya tak bisa diam. Bahkan dalam kondisi lelah, jemarinya masih memainkan batang milik mertuanya dengan manja. Bambang tertawa kecil sambil menahan desah, membiarkan menantunya yang begitu berani.
630Please respect copyright.PENANA8ulxU1dSNk
Obrolan mereka ringan, namun penuh makna. Sesekali Aulia dengan suara lembut bertanya tentang kenikmatan barusan, seolah ingin memastikan dirinya benar-benar memuaskan. Bambang mengangguk, senyum puas, lalu membalas dengan candaan nakal.
630Please respect copyright.PENANApoO1Jusr8u
Hingga kamar itu kembali dipenuhi bisikan, canda, dan kecupan hangat yang sama sekali tak seharusnya terjadi antara seorang mertua dan menantu.
---
Bambang berniat bangun dari kasur, tapi Aulia cepat-cepat menarik lengannya dengan manja.
“Jangan dulu, Pak…” bisiknya dengan nada menggoda.
Bambang hanya tersenyum, lalu membiarkan tubuhnya kembali rebah. Aulia langsung meraih leher mertuanya, dan mereka kembali terlibat dalam ciuman panas, bibir saling berebut, napas tersengal-sengal, gairah seolah belum habis.
630Please respect copyright.PENANAIsioYmtWQR
— Di ruang lain rumah itu —
Aldi baru saja sampai rumah. Ia masuk lewat pintu samping. Langkahnya santai, sambil menaruh kunci motor di meja kecil dekat dapur. Ia menoleh, heran—tidak ada aktivitas Aulia di dapur.
“Lia?” panggilnya.
Tak ada jawaban.
630Please respect copyright.PENANAgLZnaNcR98
Aldi melangkah ke kamar mereka, kosong. Teras depan juga tak ada. Dalam hati ia berniat menengok ke belakang rumah atau nanya bapaknya. Namun langkahnya terhenti ketika samar-samar terdengar suara desahan dari kamar orang tuanya.
630Please respect copyright.PENANA8lP38J3maV
Aldi spontan tersenyum kecil, menggeleng kepalanya.
“Dasar, Bapak sama Ibu…” gumamnya, mengira suara itu berasal dari hubungan suami-istri yang sah. Tanpa curiga, ia berbalik lagi, melanjutkan niat mencari Aulia ke bagian belakang rumah. Tapi tetap saja tak ditemukan.
630Please respect copyright.PENANAwMleS38GfQ
Akhirnya ia berhenti nyari istrinya, Perut sudah lapar, ia duduk di meja makan. Tapi matanya melebar—tidak ada masakan, bahkan rice cooker kosong tak ada nasi. Dengan sedikit kesal, Aldi keluar rumah lagi menuju bengkel.
630Please respect copyright.PENANAOQ1PZX82ls
Di bengkel, ia mengambil ponsel, lalu menelpon temannya untuk memesan mie ayam. Setelah itu, ia mencoba menghubungi istrinya.
Panggilan pertama tak diangkat. Panggilan kedua akhirnya tersambung.
630Please respect copyright.PENANAVJTMPatM6l
— Sambungan telepon —
Aldi: “Lia, kamu di mana? Kok aku pulang tadi nggak ada nasi, nggak ada masakan juga.”
Aulia (suara terdengar bergetar, menahan desahan): “I-iya… maaf, Mas… tadi aku… capek, jadi belum sempet masak…”
Aldi: (nada heran tapi lembut) “Lho, capek kenapa? Dari tadi kan di rumah aja.”
Aulia (nyaris keceplosan, terdengar helaan napas aneh): “Aku… a-aku lagi sama bapa—eh maksudnya lagi beresin cucian barusan…”
Aldi: (tertawa kecil, tak curiga) “Oh… ya sudah. Nanti jangan lupa masak, ya. Aku sudah pesen mie ayam, makan di bengkel dulu.”
Aulia (nada lega, suara tetap tertahan): “Iya, Mas… nanti aku siapin. Hati-hati kerja, ya…”
630Please respect copyright.PENANAMJQcPvc5IJ
Telepon berakhir. Aldi kembali fokus di bengkel, tanpa sadar bahwa istrinya sedang berjuang keras menutupi desahan dari ranjang bapaknya sendiri...
Aulia mendesah semakin tak terkendali, tubuhnya bergetar hebat ketika posisinya rebah dengan kaki terangkat tinggi di bahu mertuanya. Gerakan Bambang semakin brutal, menghantam dalam ritme cepat hingga akhirnya, hanya beberapa detik kemudian, suara mereka berpadu dalam teriakan klimaks yang memecah keheningan rumah...
Aulia "ahh..ahh...ahh..ah..aaaaakhhhhhhh...!!
bambang "ooohhhhhh..(croott..crottt..croott..)...hmmm..hssssmmhh
Nafas keduanya terengah-engah, tubuh bermandi peluh. Aulia lemas, matanya terpejam, wajahnya memerah antara puas dan pasrah.
Bambang tersenyum puas, bangkit dari kasur dengan dada membusung. Dalam hatinya ia merasa bangga—berhasil membuat menantunya klimaks 4 kali dalam pelukannya dan klimaks di rahim menantu nya, sesuatu yang bahkan Aldi, anak kandungnya, belum pernah tahu.
---
Kini rahasia terlarang telah terpatri, dua insan dalam ikatan keluarga yang seharusnya tak pernah bersatu, terikat dalam dosa yang kian sulit diputus. Aulia, menantu yang haus kasih dan perhatian, dan Bambang, mertua yang haus gairah, sama-sama larut dalam ikatan nafsu yang makin dalam.
---
ns216.73.216.121da2