Malam Jumat itu, hujan turun deras di luar, bikin suasana di rumah kami terasa hangat dan romantis. Aku, Budi, 35 tahun, pegawai negeri, sudah nggak sabar menghabiskan waktu dengan Afifah, istriku yang selalu bikin jantungan. Kami punya kebiasaan rutin tiap Jumat malam, momen spesial buat kami berdua sebagai suami istri. Aku cek kamar Rafi, anakku yang 15 tahun, dia udah terlelap dengan earphone masih nempel di telinga. Aku balik ke kamar, kunci pintu, dan lihat Afifah duduk di ranjang, rambutnya tergerai, daster tipisnya bikin dia kelihatan makin cantik. “Fah, malam ini kita santai ya,” kataku sambil nyengir, coba nutupin pikiran yang mulai kemana-mana.
1128Please respect copyright.PENANAEvD6DzN3cx
Hujan di luar makin kencang, suara air jatuh ke atap bikin suasana makin intim. Afifah nyanyi pelan, lagu lawas yang dia suka, sambil selonjoran di ranjang. Aku dekati dia, tarik pelan cardigan rajutnya, dan mulai menelanjangi tubuhnya yang selalu bikin aku takjub. Kulitnya mulus, wangi sabun yang dia pakai bikin aku nggak tahan. Aku peluk dia erat, cium lehernya, dan rasakan kehangatan tubuhnya. Tapi di tengah momen itu, bayangan Mas Broto, tetangga down syndrome kami, tiba-tiba nyelonong ke pikiranku.
1128Please respect copyright.PENANAm0st6AA2lx
Aku coba fokus, cium ketiak Afifah yang mulus tanpa bulu, lalu turun ke payudaranya yang lembut. Tapi pikiran tentang Broto nggak mau pergi, bikin aku gelisah. Aku ingat tatapan Broto ke Afifah pas makan siang di rumah, matanya yang polos tapi kayak penuh arti. “Fah, kamu ada perasaan apa-apa sama Broto nggak?” tanyaku tiba-tiba, suaraku setengah serius. Afifah ketawa kecil, “Haha, Mas, apaan sih? Tentu saja nggak!” Dia cubit pinggangku, coba bikin suasana ringan.
1128Please respect copyright.PENANAB7fPqrh68J
Aku cium perutnya yang rata, coba nikmati momen, tapi pertanyaan itu masih nyangkut di kepala. “Beneran, Fah? Broto kan sering ngeliatin kamu, apalagi pas kamu lepas jilbab,” kataku lagi, sambil peluk dia lebih erat. Afifah cuma geleng-geleng, “Mas, Broto polos, dia cuma seneng ada temen.” Dia nyanyi pelan, kayak coba alihin perhatianku. Aku coba percaya, tapi hati kecilku masih nggak tenang. “Ya udah, pokoknya hati-hati, Fah,” gumamku, sambil cium lehernya lagi.
1128Please respect copyright.PENANAsMcs5D2CLZ
Kami lanjut kelonan, badan Afifah yang hangat bikin aku coba lupain pikiran buruk. Hujan di luar makin deras, suara petir sesekali terdengar, bikin malam ini terasa makin pribadi. Aku tarik Afifah lebih dekat, rasakan napasnya yang mulai cepat. “Mas, kamu cemburu banget ya,” katanya sambil ketawa, tangannya mainin rambutku. Aku cuma nyengir, “Bukan cemburu, cuma nggak mau istriku direbut Broto.” Afifah cuma ketawa lebih keras, “Ya Tuhan, Mas, Broto kan kayak anak kecil!”
1128Please respect copyright.PENANAFhbkBTiknx
Meski Afifah meyakinkan berkali-kali, pikiran tentang Broto masih nempel di kepala. Aku cium bibirnya, coba fokus ke dia, ke istriku yang selalu bikin aku jatuh cinta. Tapi bayangan Broto yang ngeliatin siluet Afifah di daster tipis itu bikin aku nggak bisa santai. “Fah, beneran nggak ada apa-apa, kan?” tanyaku lagi, suaraku mulai serius. Afifah cuma mendesah, “Mas, udah, percaya aku, nggak ada apa-apa.” Dia tarik aku lebih dekat, kayak mau buktikan dia cuma punyaku.
1128Please respect copyright.PENANA6TjDfkMJNq
Kami lanjut berhubungan badan, sesuai sunnah, seperti kebiasaan kami tiap Jumat malam. Aku posisikan Afifah di ranjang, kami pilih posisi doggy style, yang selalu bikin kami merasa dekat. Afifah mendesah pelan, suaranya lembut tapi mulai keras, untung hujan di luar nutupin semuanya. Aku pegang pinggulnya, rasakan kehangatan dan kelembutan tubuhnya. “Mas, pelan dikit,” katanya sambil ketawa kecil, suaranya bercampur desahan. Aku cuma nyengir, coba nikmati momen tanpa mikirin Broto lagi.
1128Please respect copyright.PENANAd3hzbugjLs
Hujan makin kencang, suara air dan petir bikin desahan Afifah nggak bakal kedengeran tetangga. Aku cium punggungnya, rasakan setiap inci kulitnya yang mulus. Tapi pikiran tentang Broto masih nyelonong, bikin aku nggak bisa sepenuhnya hadir. “Fah, kamu yakin Broto cuma nganggep kamu tetangga?” tanyaku lagi, di tengah napasku yang mulai cepat. Afifah cuma ketawa, “Mas, udah, nikmati aja malam ini.” Dia gerakin tubuhnya, coba alihin perhatianku ke dia.
1128Please respect copyright.PENANAo0Kn3DS3JO
Aku coba fokus, pegang erat tubuh Afifah, rasakan dia yang selalu bikin aku lupa dunia. Desahannya makin keras, tapi hujan di luar cukup ramai buat nutupin semuanya. “Mas, kamu kok bawel malam ini,” katanya sambil nyanyi pelan, suaranya bercampur tawa. Aku cuma ketawa kecil, “Soalnya istriku kelewat cantik, Fah.” Dia cuma mendesah lagi, tarik aku lebih dekat. Tapi di kepalaku, bayangan Broto yang ngeliatin Afifah masih nggak mau pergi.
1128Please respect copyright.PENANAbn4LRAZpM1
Kami lanjut, badan kami bergerak bareng, hujan di luar kayak jadi musik latar. Afifah mendesah lebih keras, tangannya nyari genggaman tanganku. Aku cium lehernya, coba nikmati setiap detik, tapi pikiran buruk itu masih ada. “Fah, Broto pernah bilang apa gitu soal kamu?” tanyaku, entah kenapa nggak bisa berhenti. Afifah cuma ketawa, “Mas, Broto cuma bilang aku baik, udah, fokus dong!” Dia gerakin tubuhnya lagi, bikin aku coba lupain semua.
1128Please respect copyright.PENANATeLOhP7usQ
Momen kami makin panas, Afifah mendesah dengan suara yang bikin aku lupa segalanya, meski cuma sebentar. Hujan di luar nggak berhenti, bikin malam ini terasa cuma milik kami. Aku pegang pinggulnya erat, rasakan kehangatan yang bikin aku nggak mau lepas. “Mas, kamu kok masih mikirin Broto?” tanyanya, suaranya setengah kesal setengah bercanda. Aku cuma nyengir, “Nggak, Fah, cuma ngebayangin kamu cuma punyaku.” Dia cuma ketawa, tarik aku lebih dalam.
1128Please respect copyright.PENANAqSIklwyLsm
Kami selesai, terkapar di ranjang, napas kami masih ngos-ngosan. Afifah selonjoran di pelukanku, rambutnya basah keringat, wajahnya merona. “Mas, kamu cemburu banget sama Broto, ya,” katanya sambil nyanyi pelan, tangannya mainin rambutku. Aku cuma ketawa, “Bukan cemburu, Fah, cuma nggak mau istriku disukai orang lain.” Dia cuma cubit pinggangku, “Broto polos, Mas, tenang aja.” Tapi hatiku masih nggak puas, meski Afifah udah meyakinkan berkali-kali.
1128Please respect copyright.PENANAU6kNLuylng
Hujan masih turun di luar, bikin suasana ranjang kami terasa hangat. Aku peluk Afifah erat, cium keningnya, coba yakinin diri bahwa dia cuma punyaku. Tapi bayangan Broto, dengan tatapan polosnya yang aneh, masih nempel di kepala. “Fah, janji ya, nggak ada apa-apa sama Broto,” kataku pelan, hampir berbisik. Afifah cuma senyum, “Mas, udah, aku cuma sayang sama kamu.” Tapi entah kenapa, malam itu, meski kami dekat, ada jarak kecil yang bikin aku takut.
1128Please respect copyright.PENANAQaCSYUr96l
Aku tarik selimut, peluk Afifah lebih erat, coba tidur di tengah suara hujan. Tapi pikiran tentang Broto, tentang Afifah yang nyuapin dia, tentang tatapan aneh itu, bikin mataku nggak bisa pejam. Afifah udah terlelap, napasnya pelan, tapi aku masih gelisah. Apa cuma cemburu buta, atau ada sesuatu yang beneran nggak beres? Aku cuma bisa berdoa, semoga ini cuma pikiranku yang kebanyakan drama. Tapi di dalam hati, aku tahu, aku harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
ns216.73.216.125da2