Tidak bisa tidur, kami mainin air liur satu sama lain, ciuman yang bikin jantungan kayak pertama kali pacaran. Di bawah selimut, kaki dan paha Afifah menggesek-gesek tubuhku, sengaja atau nggak, bikin kontolku keras lagi. Aku suka sifat genitnya yang selalu bikin aku nggak tahan. “Fah, kamu nakal banget malam ini,” bisikku sambil nyengir, cium lehernya yang wangi.
Afifah cuma ketawa kecil, matanya nakal, “Mas, kan malam Jumat, boleh dong genit sama suami.” Dia balas cium aku, tangannya mainin rambutku, bikin suasana makin panas. Hujan di luar kayak musik latar, nutupin napas kami yang mulai cepat. Tapi di tengah ciuman itu, pikiran tentang Mas Broto nyelonong lagi ke kepalaku. Aku khawatir, jangan-jangan Afifah juga genit gini sama Broto, tetangga down syndrome yang akhir-akhir ini terlalu dekat sama dia. Aku cium dia lebih erat, coba usir bayangan itu.
1206Please respect copyright.PENANA7f5o1I6t9m
Di bawah selimut, paha Afifah terus menggesek-gesek, bikin aku nggak bisa mikir jernih. Aku tarik dia lebih dekat, rasakan kehangatan tubuhnya yang mulus. “Mas, kamu kok kayak cemburu gitu,” katanya sambil ketawa, suaranya bercampur desahan pelan. Aku cuma nyengir, “Bukan cemburu, Fah, cuma nggak mau kamu genit sama orang lain.” Dia cuma cubit pinggangku, “Ya Tuhan, Mas, aku cuma genit sama kamu.” Tapi pikiran tentang Broto, dengan tatapan polosnya yang aneh, masih nggak mau pergi.
1206Please respect copyright.PENANAKNeJus9p05
Kami ciuman lagi, lebih dalam, lidah kami saling main, bikin aku lupa dunia sebentar. Afifah gerakin tubuhnya pelan, sengaja ngegoda, paha dan kakinyang lembut terus menggesek aku. Aku pegang pinggulnya, rasakan setiap inci kulitnya yang bikin aku gila. “Fah, kamu bikin aku nggak bisa tidur,” kataku, suaraku serak. Dia cuma ketawa, “Makanya, Mas, nikmati aja.” Hujan di luar makin kencang, bikin momen ini terasa cuma milik kami.
1206Please respect copyright.PENANAd9VnF1LLop
Aku nggak tahan, minta Afifah buat lanjutin malam kami. “Fah, ayo lagi, aku masih pengen,” bisikku, sambil tarik dia ke atas badanku. Kami pilih posisi woman on top, lebih intim, ritmenya pelan tapi bikin aku enak banget. Afifah gerakin tubuhnya perlahan, matanya nyanyi ke aku, bikin jantungan. “Mas, pelan-pelan ya, aku capek,” katanya sambil ketawa kecil, tapi gerakannya nggak berhenti. Aku cuma pegang pinggulnya, nikmati setiap detik kebersamaan kami.
1206Please respect copyright.PENANAgXe0PSao6J
Afifah mendesah pelan, suaranya bercampur hujan di luar yang nutupin semuanya. Aku cium lehernya, rasakan keringat di kulitnya yang bikin aku makin tergila-gila. Dia gerakin tubuhnya lebih cepat, bikin aku nggak bisa mikir apa-apa lagi. “Mas, kamu enak nggak?” tanyanya, suaranya genit, matanya penuh cinta. Aku cuma angguk, “Enak banget, Fah, kamu nggak ada duanya.” Tapi di sudut pikiranku, bayangan Broto masih nyelinap, bikin aku gelisah.
1206Please respect copyright.PENANAvctxvrtvMZ
Hujan di luar nggak berhenti, bikin desahan Afifah yang mulai keras nggak bakal kedengeran tetangga. Aku pegang punggungnya, tarik dia lebih dekat, cium bibirnya lagi. Ritme kami makin intim, gerakan Afifah bikin aku lupa semua kecuali dia. “Mas, kamu kok masih mikirin sesuatu,” katanya, suaranya setengah kesal setengah bercanda. Aku cuma ketawa, “Nggak, Fah, cuma mikirin betapa cantiknya kamu.” Dia cuma ketawa pelan dan bilang, “Cemburu-cemburu, hayo ngaku!”
1206Please respect copyright.PENANAvyTDJNiJ4G
Kami lanjut ngentot, Afifah di atas aku, gerakannya pelan tapi bikin aku nggak bisa nahan. Aku cium payudaranya, rasakan kelembutan yang selalu bikin aku takjub. Dia mendesah lebih keras, tangannya nyari genggaman tanganku. “Mas, aku sayang kamu,” katanya di tengah napas yang cepat. Aku cuma bisik, “Aku juga, Fah, selamanya.” Tapi pikiran tentang Broto, tentang tatapan dia ke Afifah di daster tipis, masih nggak mau hilang.
1206Please respect copyright.PENANA1TjlHwC2e9
Momen kami makin panas, Afifah gerakin tubuhnya dengan ritme yang bikin aku melayang. Hujan di luar kayak jadi bagian dari malam kami, bikin suasana makin intim. Aku pegang pinggulnya erat, rasakan setiap gerakan yang bikin aku lupa dunia. “Fah, kamu bikin aku gila,” kataku, suaraku serak di tengah desahan. Dia cuma ketawa kecil, “Makanya, Mas, nikmati aja malam ini.” Aku coba fokus, tapi bayangan Broto masih nempel di kepala.
1206Please respect copyright.PENANATznF0rBjjT
Setelah beberapa kali crot, kami capek, tubuh kami basah keringat di bawah selimut. Afifah terkulai di pelukanku, napasnya pelan, wajahnya merona cantik. Aku cium keningnya, rasakan kehangatan yang bikin aku bersyukur punya dia. “Mas, kamu puas nggak?” tanyanya, suaranya lelet, matanya setengah tertutup. Aku cuma nyengir, “Puas banget, Fah, kamu luar biasa.” Dia cuma senyum, peluk aku lebih erat.
Kami tiduran, pelukan, badan kami masih hangat dari momen tadi. Hujan di luar mulai reda, cuma tinggal rintik-rintik yang bikin suasana tenang. Aku mainin rambut Afifah, cium pipinya pelan, coba nikmati kedekatan ini. “Mas, kamu kok masih gelisah,” katanya, matanya nyari tahu. Aku cuma ketawa kecil, “Nggak, Fah, cuma capek.” Tapi dalam hati, aku masih khawatir, jangan-jangan sifat genit Afifah nggak cuma buat aku.
1206Please respect copyright.PENANAJFsBTBAqaa
Aku tarik Afifah lebih dekat, cium bibirnya lagi, coba usir pikiran buruk. Dia balas ciuman, tangannya pelan mainin dada aku. “Mas, aku cuma sayang sama kamu, loh,” katanya, kayak tahu apa yang ada di pikiranku. Aku cuma angguk, “Iya, Fah, aku tahu.” Tapi bayangan Broto, dengan senyum polosnya yang aneh, masih nggak mau pergi. Aku peluk dia lebih erat, coba yakinin diri bahwa Afifah cuma punyaku.
Hujan udah berhenti, tapi aku masih nggak bisa tidur. Afifah udah terlelap, napasnya pelan di pelukanku, wajahnya damai. Aku cium keningnya lagi, rasakan cinta yang selalu bikin aku bersyukur. Tapi pikiran tentang Broto, tentang Afifah yang genit dan nyuapin dia, bikin aku gelisah. “Fah, kamu beneran nggak ada apa-apa sama Broto, kan?” bisikku pelan, meski tahu dia nggak dengar. Aku cuma bisa berdoa, semoga ini cuma cemburu buta
ns216.73.216.125da2