Hidup kami di perumahan sederhana ini selalu ramai, tapi tetangga sebelah, Mas Broto, punya cerita sendiri yang bikin suasana beda. Mas Broto, 40 tahun, lebih tua dariku, tinggal di rumah kecil yang agak kumuh di samping rumah kami. Dia orang dengan Down syndrome, nggak pernah kerja, dan belum nikah sampai sekarang. Saudaranya, Mbak Sari, yang biasa ngurus dia, tinggal bareng di rumah itu. Aku dan Afifah sering lihat Mas Broto duduk di teras, nyanyi-nyanyi sendiri, meski kata-katanya kadang nggak jelas. “Mas, itu Broto nyanyi apa sih?” tanya Afifah suatu pagi, sambil ngintip dari jendela dapur.
Mas Broto orangnya ceria, tapi tetangga lain agak menjaga jarak. Banyak yang ngerasa jijik karena Broto kadang lupa mandi atau bajunya kotor. Aku dan Afifah beda, kami sering nyapa dia, meski ngobrol sama Broto butuh sabar. “Halo, Mas Budi! Mbak Cantik!” katanya tiap lihat kami, suaranya keras dan agak cadel. Aku cuma nyengir, “Halo, Broto, nyanyi apa tadi?” Dia cuma ketawa, jawabannya campur aduk, kayak lagu dangdut yang liriknya nggak nyambung. Afifah biasa ketawa, “Sabar, Mas, Broto cuma seneng aja.”
1182Please respect copyright.PENANA8uUEwjDc96
Mbak Sari, kakaknya Broto, orang yang sabar banget ngurus dia. Dia yang masak, nyuci, sampe ngingetin Broto buat mandi tiap hari. Kadang aku lihat Mbak Sari bawa Broto jalan-jalan sore, pegang tangannya kayak anak kecil. “Mbak Sari hebat ya, Mas, ngurus Broto sendirian,” kata Afifah suatu malam sambil nyanyi pelan. Aku cuma angguk, “Iya, Fah, nggak gampang ngurus orang kayak gitu.” Tapi Mbak Sari selalu bilang, “Broto adikku, kalo nggak aku, siapa lagi?”
1182Please respect copyright.PENANALzzdZWzSPC
Broto suka duduk di teras, nyanyi lagu-lagu dangdut lawas, meski fals dan liriknya kacau. Kadang dia bawa radio tua, muter kaset “Kopi Dangdut” sampe tetangga pada ngeluh. “Mas Broto, pelanin radionya dong!” teriak Pak RT dari seberang jalan. Broto cuma ketawa, “Boleh, boleh, Pak!” tapi lima menit kemudian volume naik lagi. Afifah cuma geleng-geleng, “Ya Tuhan, Broto ini polos banget.” Aku cuma ketawa, tapi dalam hati salut sama keceriaan dia meski hidupnya nggak gampang.
1182Please respect copyright.PENANAbm7FEWqgrZ
Afifah kadang bawa kue buat Broto, soalnya kasihan lihat dia makan apa adanya. “Mas, aku bikin kue cokelat, kasih Broto ya?” katanya sambil bungkus kotak. Aku cuma angguk, “Boleh, Fah, tapi jangan lupa simpen buat aku.” Dia bawa kue ke rumah sebelah, pulang dengan senyum lebar. “Broto seneng banget, Mas, katanya ‘Mbak Cantik baik’,” ceritanya sambil ketawa. Aku cuma nyengir, “Hati-hati, Fah, nanti Broto naksir beneran.”
1182Please respect copyright.PENANArl9NgZAOdk
Ngobrol sama Broto memang butuh kesabaran ekstra. Dia suka cerita, tapi kata-katanya sering nggak nyambung, kayak puzzle yang susah disusun. “Mas Budi, burung, burung, terbang!” katanya suatu hari, sambil nunjuk langit. Aku bingung, “Burung apa, Broto?” Dia cuma ketawa, lari masuk rumah. Afifah yang denger cuma bilang, “Mungkin dia excited, Mas, biarin aja.” Aku cuma angguk, tapi kadang capek juga dengerin Broto yang ngomongnya kayak teka-teki.
1182Please respect copyright.PENANAppNL2iTiF3
Mbak Sari selalu jadi penutup cerita Broto yang nggak jelas. Dia yang jelasin apa maksud Broto, meski kadang dia sendiri bingung. “Budi, maaf ya, Broto tadi cuma cerita soal burung tetangga yang lepas,” katanya suatu sore. Aku cuma ketawa, “Nggak apa, Mbak, Broto kan lucu.” Afifah suka nimbrung, “Iya, Mbak, Broto bikin hari rame.” Mbak Sari cuma senyum, tapi matanya kelihatan lelah ngurus adiknya sendirian.
1182Please respect copyright.PENANArglBJm8boe
Suatu pagi, suasana berubah. Aku lihat rumah Broto sepi, nggak ada suara radio dangdut yang biasa bikin gaduh. Afifah ngintip dari jendela, “Mas, kok Mbak Sari nggak kelihatan?” Aku cuma angkat bahu, “Mungkin ke pasar.” Tapi seharian, Mbak Sari nggak muncul, dan Broto duduk sendiri di teras, kelihatan bingung. Rafi yang pulang dari sekolah bilang, “Pa, Broto tadi nyanyi pelan banget, kayak sedih.”
1182Please respect copyright.PENANA5OM6zR5xfX
Malamnya, tetangga lain cerita, Mbak Sari tiba-tiba pergi ke luar kota. “Katanya urusan keluarga, nggak tahu kapan balik,” kata Bu RT pas lewat. Aku dan Afifah cuma saling pandang, nggak nyangka Broto ditinggal sendirian. “Mas, kasihan Broto, dia nggak bisa ngurus diri sendiri,” kata Afifah, matanya penuh iba. Aku cuma angguk, “Iya, Fah, tapi kita juga nggak bisa ngurus dia terus.” Afifah cuma diam, tapi sorot matanya bilang lain.
1182Please respect copyright.PENANAvE04w71Mec
Besok paginya, Afifah udah punya rencana. “Mas, aku mau bantu Broto, masak buat dia, ngingetin mandi, gitu,” katanya sambil nyanyi pelan, kayak biasa. Aku agak kaget, “Fah, kamu yakin? Nanti capek sendiri.” Dia cuma senyum, “Nggak apa, Mas, tetangga kan harus bantu.” Aku cuma angguk, meski dalam hati ngerasa nggak enak. “Ya udah, tapi jangan sampe lupa ngurus aku,” candaku, coba nutupin perasaan aneh.
Afifah mulai bawa makanan ke rumah Broto, kadang bawa Rafi biar nggak sendiri. “Pa, Broto tadi nyanyi ‘Kopi Dangdut’ lagi, tapi sekarang lebih fals,” cerita Rafi sambil ketawa. Afifah cuma senyum, “Kasihan, Raf, dia cuma butuh temen.” Aku cuma angguk, tapi lihat Afifah pulang dengan pipi merah dan rambut agak acak-acakan bikin aku mikir. “Fah, kamu tadi ngapain? Lari-larian?” tanyaku setengah bercanda. Dia cuma ketawa, “Haha, Broto tadi joget, aku ikut-ikutan, Mas.”
1182Please respect copyright.PENANA9B29is2CqU
Aku coba nggak mikir macem-macem, tapi perasaan nggak enak mulai muncul. Afifah sering banget ke rumah Broto, kadang sampe sore, bilang bantu bersihin rumah. “Mas, Broto nggak bisa nyapu, kasihan,” katanya suatu hari. Aku cuma angguk, “Iya, Fah, tapi jangan kecapekan.” Tapi tiap dia pulang, ada sesuatu di senyumnya yang bikin aku curiga. Mungkin cuma cemburu, tapi kenapa hati kecilku bilang ada yang nggak beres?
1182Please respect copyright.PENANA49Oxl6kvFu
Hari-hari berikutnya, Afifah makin sering ke rumah Broto. Dia bawa makanan, ngajarin Broto cuci piring, bahkan bantu nyapu halamannya. “Mas, Broto seneng banget tadi, katanya aku kayak bidadari,” ceritanya sambil ketawa. Aku cuma nyengir, “Hati-hati, Fah, nanti Broto beneran jatuh cinta.” Dia cuma nyanyi, “Cemburu-cemburu, hayo ngaku!” Tapi di balik candaan itu, ada sesuatu yang bikin bulu kudukku berdiri.
Rafi mulai nanya, “Ma, kok sering banget ke rumah Broto? Dia nggak apa-apa kan?” Afifah cuma senyum, “Nggak apa, Raf, Mama cuma bantu.”
ns216.73.216.125da2