Reza berdiri mematung di tengah ruang tamu, piring sate di tangannya hampir terlepas saat Nadia, dengan nada polos dan senyum kecil, mengucapkan ngidamnya yang mengguncang dunia: “Mas, aku ngidam pengen hubungan sama laki-laki kulit hitam.” Kata-kata itu terasa seperti petir di siang bolong. Jantungan Reza berdegup kencang, wajahnya memerah, dan otaknya seolah berputar seperti roda hamster yang kehilangan kendali. Kaget, sedikit marah, tapi lebih banyak bingung—ia tak tahu harus bereaksi bagaimana. Keluarga besar yang tadinya riuh dengan candaan syukuran langsung terdiam, beberapa menahan tawa, mengira ini cuma lelucon Nadia yang khas. Tapi Reza, yang sudah hapal setiap ekspresi istrinya, tahu ada sesuatu di balik senyum nakal Nadia—entah canda atau tidak, ini bukan ngidam biasa.
3069Please respect copyright.PENANAjw2vVZJAQM
Reza menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Ia menoleh ke Nadia, yang duduk anggun di sofa dengan gaun hamilnya yang elegan, wajahnya polos seperti anak kecil yang baru minta es krim. “Nadia, sayang, apa… apa maksudmu tadi?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar, berharap ini cuma salah dengar. Nadia memandangnya dengan mata cokelatnya yang besar, lalu memiringkan kepala dengan senyum manis. “Ya, Mas, aku ngidam pengen pelukan, dimanja gitu sama laki-laki kulit hitam. Entah dari Ambon, Papua, atau terserah, pokoknya gitu,” katanya ringan, seolah sedang memesan makanan di restoran. Reza merasa dunia serasa miring—ini bukan ngidam mangga muda atau es teh, ini… sesuatu yang tak ada di buku kehamilan mana pun.
3069Please respect copyright.PENANAHV1eHrn8OW
“Pelukan? Dimanja?” Reza mengulang kata-kata itu, berusaha mencerna. Ia meletakkan piring sate di meja, tangannya sedikit gemetar. “Nad, maksudmu… kayak, apa? Hug dari temen? Atau… apa?” Nada suaranya bercampur antara bingung dan sedikit kesal, tapi ia berusaha menahan diri. Nadia, masih dengan ekspresi tanpa dosa, mengangguk antusias. “Iya, Mas, kayak dipeluk erat, dimanja gitu. Aku nggak tahu kenapa, tiba-tiba kepikiran aja. Mungkin karena lihat iklan parfum di TV tadi, yang modelnya cowok kulit hitam ganteng banget,” katanya, lalu terkikik kecil, seolah tak menyadari badai emosi yang sedang melanda suaminya.
3069Please respect copyright.PENANAMfmQnstH4M
Reza mengusap wajahnya, mencoba menahan dorongan untuk tertawa gugup atau berteriak. Ia melirik ke arah keluarga besar, yang kini mulai berbisik dan menyembunyikan tawa. Pak Budi, ayah Reza, bahkan terbatuk untuk menyamarkan tawanya, sementara Bu Ratna, ibunya Nadia, hanya menggeleng pelan dengan senyum. “Nadia, sayang,” Reza mulai lagi, duduk di samping istrinya dan memegang tangannya, “ngidam itu kan biasanya makanan, buah, atau… maksimal minta jalan-jalan ke Bali. Ini… ini kan nggak biasa. Bisa nggak ganti ngidamnya? Minta durian, mangga, apa aja, Mas carikan sekarang juga.” Nada suaranya hampir memohon, tapi ia berusaha tetap terdengar tenang.
3069Please respect copyright.PENANA0EsnOxbMnB
Nadia memandang Reza, matanya berbinar dengan kepolosan yang membuat Reza tak bisa benar-benar marah. “Mas, aku nggak tahu kenapa, tapi ini beneran ngidam. Aku nggak minta yang aneh-aneh, kok, cuma pengen dipeluk, dimanja gitu. Nggak usah lama-lama, sebentar aja,” katanya, lalu meraih tangan Reza dan memeluk lengannya. “Lagian, Mas kan tahu aku cuma sayang sama Mas. Ini cuma ngidam, loh.” Reza menatap wajah Nadia, yang kini sedikit cemberut seperti anak kecil yang tak mendapat permen. Hatinya luluh, tapi otaknya masih berputar mencari logika di balik permintaan ini.
3069Please respect copyright.PENANAEurfxqX6Vg
“Sebentar, Nad,” kata Reza, suaranya sedikit naik, meski ia berusaha tetap lembut. “Kita bicara serius. Pelukan dari laki-laki lain? Kulit hitam pula? Ini… ini maksudnya apa, sih? Mas nggak ngerti.” Ia mengusap rambutnya, merasa seperti sedang terjebak dalam komedi situasi tanpa naskah. Nadia, masih memeluk lengannya, menatapnya dengan ekspresi penuh kasih. “Mas, jangan marah dong. Aku cuma bilang apa yang aku rasain. Kayaknya seru aja, gitu. Mungkin karena hormon kehamilan, aku juga bingung,” katanya, lalu terkikik lagi, membuat Reza semakin bingung antara ingin tertawa atau menangis.
3069Please respect copyright.PENANAif4BX8B21T
Reza mencoba pendekatan lain. “Oke, oke, sayang, kita kompromi. Gimana kalau Mas cariin film yang ada aktor kulit hitam ganteng, kayak Denzel Washington atau Idris Elba, terus kita nonton bareng? Itu kan juga seru,” usulnya, berharap bisa mengalihkan ngidam Nadia ke sesuatu yang lebih… aman. Nadia menggeleng pelan, bibirnya mengerucut. “Bukan, Mas, bukan nonton. Aku mau pelukan beneran, dimanja beneran. Kayak, aku bayangin dipeluk erat gitu, terus dibilangin kata-kata manis. Nggak usah lama, kok, lima menit cukup,” katanya, tangannya menggenggam tangan Reza lebih erat, seolah meminta pengertian.
Reza menarik napas panjang, mencoba mencari akal sehat di tengah kekacauan emosinya. “Nad, ini serius, loh. Mas kan suami yang setia, protektif, apa-apa buat kamu. Tapi ini… ini kan nggak masuk akal. Maksudku, dari mana Mas cari laki-laki kulit hitam yang mau memeluk kamu tanpa bikin Mas cemburu gila-gilaan?” katanya, setengah bercanda tapi dengan nada sedikit kesal. Nadia tertawa kecil, lalu memeluk Reza erat, kepalanya bersandar di dada suaminya. “Mas, kamu lucu kalau cemburu. Aku nggak minta yang aneh-aneh, kok. Cuma pelukan, Mas, bukan minta nikah lagi,” katanya, nadanya penuh manja, membuat Reza tak bisa menahan senyum meski hatinya masih kacau.
3069Please respect copyright.PENANARwqGEaFZYs
“Pelukan doang, katamu,” gumam Reza, mencoba mencerna. “Tapi kenapa harus laki-laki kulit hitam? Nggak bisa Mas aja yang peluk? Mas kan bisa peluk kamu seharian kalau perlu.” Ia mencoba membujuk, tangannya mengelus rambut Nadia. Nadia mengangkat wajahnya, menatap Reza dengan ekspresi polos yang bikin Reza meleleh. “Mas, pelukan kamu udah tiap hari, aku suka banget. Tapi ini ngidam, Mas, entah kenapa aku kepikiran gitu. Mungkin cuma fase, besok-besok aku ngidam yang lain lagi,” katanya, lalu mencium pipi Reza, membuatnya sedikit melunak.
3069Please respect copyright.PENANAEUKRiA0jgs
Reza menghela napas, merasa kalah oleh kepolosan Nadia. “Oke, Nad, tapi kasih Mas waktu buat mikir, ya. Ini… ini nggak ada di buku kehamilan yang Mas baca,” katanya, setengah bercanda. Nadia tertawa lepas, memeluk Reza lebih erat. “Makanya, Mas, jangan baca buku doang. Dengerin istri juga penting,” katanya, nadanya penuh kemenangan. Reza hanya menggeleng, tapi di dalam hatinya, ia tahu ia tak bisa menolak apa pun yang Nadia inginkan—meski ngidam ini membuatnya merasa seperti aktor dalam sitkom yang tak tahu akhir ceritanya.
3069Please respect copyright.PENANAV5XxDohyRk
Reza mencoba membayangkan solusi. “Gimana kalau Mas cari temen kulit hitam, kayak temen kantor Mas dari Ambon, terus minta dia kasih high-five ke kamu? Itu kan kontak fisik juga,” usulnya, setengah serius. Nadia langsung menggeleng sambil terkikik. “Bukan, Mas, bukan high-five! Pelukan, dimanja, gitu. Pokoknya harus manis, kayak di film romansa,” katanya, matanya berbinar penuh harap. Reza mengusap wajahnya lagi, merasa seperti sedang bernegosiasi dengan diplomat cilik yang sangat manja.
3069Please respect copyright.PENANApFAWkP0xwW
“Ya Tuhan, Nad, kamu bikin Mas pusing,” keluh Reza, tapi ia tak bisa menahan tawa kecil. “Oke, Mas akan pikirin. Tapi kalau Mas cemburu, kamu yang tanggung jawab, ya.” Nadia mengangguk antusias, lalu memeluk Reza lagi, kali ini dengan penuh kasih sayang. “Deal, Mas. Aku tahu kok, Mas yang paling sayang aku,” katanya, suaranya lembut. Reza memeluknya balik, meski di dalam hatinya, ia masih bertanya-tanya bagaimana caranya memenuhi ngidam ini tanpa kehilangan akal sehatnya.
3069Please respect copyright.PENANAh0RWu3QipO
Percakapan mereka berakhir dengan Nadia tertidur di pelukan Reza, masih dengan senyum polosnya. Reza menatap wajah istrinya yang damai, merasa campur aduk antara cinta, cemburu, dan kebingungan. Ia tahu Nadia tak bermaksud membuatnya gila, tapi ngidam ini benar-benar ujian baru dalam pernikahan mereka. Dengan keluarga besar yang masih sesekali menyinggung candaan itu di grup WhatsApp keluarga, Reza hanya bisa berdoa agar ngidam Nadia berikutnya adalah sesuatu yang lebih sederhana—seperti durian atau es krim.
3069Please respect copyright.PENANAxoJvw3OLMF
Keesokan harinya, Reza masih memikirkan cara menghadapi situasi ini. Ia mencoba mencari tahu apakah ngidam seperti ini normal, bahkan sampai membaca forum online tentang kehamilan. Tapi satu hal yang pasti: ia tak akan membiarkan Nadia merasa kecewa, meski itu berarti ia harus menelan cemburu dan kebingungannya sendiri.
ns216.73.216.125da2