
Keesokan harinya,Ustadzah Indri kembali mengisi pengajian pagi di sebuah majelis ibu-ibu, lalu sore menghadiri kajian remaja. Meski sibuk, ponselnya tak pernah sepi. Sejak pagi, WhatsApp terus berbunyi.
1914Please respect copyright.PENANAqUqiRA73qg
Nomor bernama Purnomo—yang semalam menelpon panjang—beberapa kali mengirim pesan. Perhatian-perhatian kecil yang terlihat sederhana, tapi terasa begitu personal. Indri hanya menanggapinya dengan singkat, sesekali menyelipkan emoji senyum. Namun walaupun cuek, ia tetap membalas. Ada sesuatu yang membuatnya enggan mengabaikan pesan itu.
---
(WhatsApp)
Purnomo:
Selamat pagi Ustadzah 🌹
Sudah sarapan belum?
1914Please respect copyright.PENANAFjQXvEBysa
Indri:
Pagi Pak 😊
Alhamdulillah sudah, roti sama teh hangat.
1914Please respect copyright.PENANAcZ8sUK6rfg
Purnomo:
Bagus itu. Jaga kesehatan ya, Ustadzah. Jangan sampai kecapekan, jadwal Ustadzah padat sekali.
1914Please respect copyright.PENANA5m7q6hocbh
Indri:
Hehe… iya Pak, terima kasih perhatianya🙏
1914Please respect copyright.PENANAm2Reg4qbWX
Purnomo:
Semalam saya masih kepikiran baru pertama kali bisa bikin suasana segairah itu.
1914Please respect copyright.PENANACpBPUryWbG
Indri:
(membalas singkat, dengan emoji tersipu) Aduh, Bapak… 🙈
1914Please respect copyright.PENANAMLLg0FBVLs
Purnomo:
Hehe, maaf ya kalau saya terlalu jujur. Tapi sungguh, aura Ustadzah luar biasa. Semoga saya bisa sering dapat ilmu dan semangat dari Ustadzah.
1914Please respect copyright.PENANAv5ju64LTxV
Indri:
InsyaAllah, Pak. Semoga selalu bermanfaat ya 😊
1914Please respect copyright.PENANAzRIr50SQTe
Purnomo:
Jangan bosan kalau saya chat ya, Ustadzah…
1914Please respect copyright.PENANA3sb6e3qRVw
Indri:
Hehe, enggak kok, Pak. Selama masih bisa saya balas, pasti saya balas 🙂
---
Indri meletakkan ponselnya sambil tersenyum kecil. Ia berusaha terlihat cuek, namun dalam hati ia tahu ada getaran halus setiap kali pesan dari Pak Purnomo masuk. Perhatian-perhatian kecil itu, entah mengapa, terasa hangat di sela kesibukan dan kesepiannya.
---
Pagi itu, suasana pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak begitu meriah.lapangan penuh sesak, sebagian jamaah bahkan rela berdiri di luar tenda untuk mendengar dan melihat Ustadzah Indri. Setiap kali ia melontarkan perumpamaan segar yang menyentuh kehidupan rumah tangga, jamaah tertawa serentak. Tepuk tangan pun pecah berkali-kali.
1914Please respect copyright.PENANAwfIzAyvYdc
Indri tampil dengan percaya diri. Nada suaranya lembut, gerak tubuhnya tenang, sesekali matanya menatap tajam untuk menekankan pesan. Semua larut, semua merasa dekat dengannya. Tak ada sekat antara ustadzah muda itu dengan jamaahnya.
1914Please respect copyright.PENANAqk11GAbcts
Siang berganti sore. Tanpa banyak jeda, Indri sudah bersiap mengisi kajian remaja di sebuah aula kampus. Tema kali ini—tentang “Mengendalikan Gairah di Usia Muda”. Tema yang sensitif, tapi justru membuat banyak remaja penasaran.
1914Please respect copyright.PENANAZABDEscZco
Indri tahu betul cara membawanya. Ia tidak kaku, justru memilih bahasa ringan, sesekali menyelipkan contoh tentang perasaan jatuh cinta, rasa penasaran pada lawan jenis, hingga godaan di era media sosial.
1914Please respect copyright.PENANA0gRu3NfTRN
Namun seperti biasanya, ia berani menyentuh sisi intim yang jarang ustadzah lain bahas. Ia bicara tentang bagaimana menjaga diri, tapi sambil tersenyum nakal ia memberi sindiran manis tentang “hawa panas” di usia belia. Anak-anak remaja itu tertawa, beberapa saling dorong malu-malu, tapi jelas mereka menyukainya.
1914Please respect copyright.PENANA5psDkFvGfL
Setiap kalimat Indri membuat suasana jadi hidup. Ceramah tak lagi terasa berat, justru hangat, penuh canda, tapi tetap sarat makna.
---
1914Please respect copyright.PENANAOPmupTTB1t
1914Please respect copyright.PENANAL5WNOxUOFT
Selesai menutup telepon dengan Pak Purnomo, Indri masih tersenyum samar. Namun suasana berubah ketika indri mulai membaca WhatsApp dari suaminya yang muncul lagi.
1914Please respect copyright.PENANAKcOrDbjsgZ
Pesannya singkat, hanya meminta kiriman uang. Indri menarik napas panjang, sedikit kesal. Rasanya ada perbedaan yang jauh: dengan orang lain ia bisa dihargai, disapa dengan lembut… tapi dengan suaminya sendiri, yang ada hanya permintaan uang tanpa peduli kabarnya.
Dengan malas, Indri tetap membalas.
Chat Indri – Suami (Adam)
Adam (Mesir):
“Assalamualaikum,indri nanti mas minta kirimin uang ya,buat tambahan kuliah sama bayar asrama.”
1914Please respect copyright.PENANACqyRm58plL
Indri:
“Waalaikumsalam, Mas… gimana kabarnya di sana? Sehat?”
1914Please respect copyright.PENANAaJk3v0RsBc
Adam:
“Iya sehat...”
1914Please respect copyright.PENANACO9WhhI1gj
Indri: (mengerutkan kening, lalu mengetik dengan malas)
“Iya, Mas. Nanti aku suruh Tria transfer. Jaga kesehatan juga ya, jangan lupa makan.”
Adam:
“Iya. Makasih.”
(chat berhenti begitu saja, tanpa ucapan rindu atau perhatian)
Indri menatap layar ponselnya lama, merasa kosong. “Mas Adam cuma inget kalau butuh uang…” gumamnya pelan.
1914Please respect copyright.PENANAhHuEnQpdyk
Dengan sedikit malas, ia akhirnya membuka chat dengan manajernya.
---
Chat Indri – Tria (Manajer)
Indri:
“mba tria, tolong nanti transfer uang ke rekening Mas Adam ya..”
1914Please respect copyright.PENANA5UaT4FbGFP
Tria:
“Baik,ustadzah Besok pagi aku urus.ustadzah istirahat aja,..”
1914Please respect copyright.PENANAXC7P40XLLI
Indri:
“Iya, makasih ya mba...”
---
Hari-hari berikutnya, rutinitas Ustadzah Indri kembali padat. Kali ini ia mendapat jadwal ceramah di luar kota, tepatnya di Bandung. Sesuai kebiasaan, panitia sudah menyiapkan hotel untuk tempat istirahat indri beserta team nya.
1914Please respect copyright.PENANAz2oOWhXqcg
Di perjalanan, sambil duduk di kursi belakang mobil, Indri membuka ponselnya. Notifikasi WhatsApp muncul—dari Pak purnomo Obrolan itu membuat Indri tersenyum sendiri. Ada kenyamanan aneh yang tumbuh setiap kali ia membalas pesannya.
---
Chat Indri – Pak purnomo
1914Please respect copyright.PENANAYw566DBHxp
purnomo:
“Assalamualaikum, Ustadzah. Sudah sibuk mau ceramah?”
1914Please respect copyright.PENANAzTqKQEa8Zl
Indri:
“Waalaikumsalam,masih jalan pak ngisi acara di Bandung pak.”
1914Please respect copyright.PENANAXWOGl74KK3
purnomo:
“Hati-hati ya, jalannya kadang macet. Jangan lupa minum air putih, biar nggak capek.”
1914Please respect copyright.PENANAuBOORQd6jk
Indri: (tersenyum kecil sambil mengetik)
“Iya, makasih Pak. Perhatiannya.”
1914Please respect copyright.PENANAa7r8iELRv3
purnomo:
“Hehe, wajar dong. Saya pengen Ustadzah selalu sehat. Kalau Ustadzah sakit, siapa nanti yang bikin kita semua semangat dengan ceramahnya?”
1914Please respect copyright.PENANApBuKrkd7kX
Indri: (pipinya memanas, tapi ia balas santai)
“Aduh, biasa aja Pak. Saya jadi malu bacanya.”
1914Please respect copyright.PENANARbr7pdiIvb
purnomo:
“Jangan malu. Saya bicara jujur. Kadang saya merasa Ustadzah itu bukan cuma guru, tapi juga teman dekat saya.”
1914Please respect copyright.PENANAe41LPtpYT2
Indri: (terdiam sejenak, lalu mengetik pelan sambil senyum)
“Hmm… kalau saya juga merasa gitu gimana, Pak?”
1914Please respect copyright.PENANApRvHxSzjep
Purnomo:
“Itu yang bikin saya seneng, Ustadzah.” (sambil emot ketawa)
---
Percakapan itu membuat Indri lupa waktu. Senyumnya terselip sepanjang jalan, membuat Tria sempat melirik heran dari kursi depan.
1914Please respect copyright.PENANA8gocv3S6XM
Beberapa jam kemudian, rombongan akhirnya sampai di lokasi acara. Dari kejauhan, mobil Indri sudah dikawal polisi. Setibanya di depan area, pasukan Banser ikut mengawal langkahnya turun dari mobil. Jamaah sudah ramai menunggu, antusiasme terlihat jelas: tepuk tangan, sorak takbir, hingga lambaian tangan.
1914Please respect copyright.PENANA0iBoZ4nSIR
Indri tersenyum, menyapa dengan anggun, aura karismanya makin memikat setiap mata yang hadir.
---
suasana pengajian di Bandung benar-benar meriah. Jamaah tumpah ruah, memenuhi lapangan yang sudah disiapkan panitia. Saat Ustadzah Indri melangkah naik ke panggung, iringan sholawat menggema. Riuh tepuk tangan bercampur dengan lantunan doa, menambah semarak suasana.
Satu jam lebih, Ustadzah Indri berdiri di panggung. Ceramahnya yang penuh warna—kadang serius, kadang hangat, bahkan sesekali menggoda—meninggalkan kesan mendalam. Doa penutup dilantunkan, salam pun diucapkan, dan hadirin serentak menjawab 'walaikumsalam' dengan lantang.
1914Please respect copyright.PENANAKqemnMju4K
Indri lalu menuruni tangga panggung. Di sisi kanannya, Tria sang manajer siap mendampingi sambil menjadikan tanganya pegangan untuk ustadzah indri.dibawah tangga pasukan Banser berbaris, membentuk pagar betis mengawal langkahnya. Namun antusias jamaah begitu besar. Mereka tetap merangsek mendekat, ingin sekadar berjabat tangan, menyentuh gamis, atau mengambil foto dari jarak dekat.
1914Please respect copyright.PENANAbhKDuM5Psy
Dalam kerumunan itu, Indri merasakan sesuatu yang tak wajar. Satu-dua tangan meraba, menyenggol bagian tubuhnya. Ia terperanjat ketika merasakan sentuhan asing di payudara nya, namun segera menguasai diri. Senyum tetap ia pertahankan, langkahnya ia lanjutkan, seakan tidak terjadi apa-apa.
1914Please respect copyright.PENANAOjNtOwNTI8
Sorak dan shalawat tak kunjung reda hingga akhirnya Indri berhasil mencapai tenda putih besar yang memang disediakan panitia khusus untuknya.
1914Please respect copyright.PENANAL5e8eBEfYp
Di dalam tenda, ia duduk sebentar. Pendingin ruangan membuat suasana agak lega.Tria buru-buru menyodorkan air mineral, sementara panitia meminta tanda tangan dan berfoto sebentar. Indri hanya tersenyum lelah, menutupi perasaan tak nyaman akibat ulah tangan-tangan jail di kerumunan tadi.
1914Please respect copyright.PENANAD0QHAzFHek
Sepuluh menit berlalu, rombongan pun bersiap kembali ke hotel. Begitu Indri melangkah lagi ke luar tenda, arus massa kembali tak terhindarkan. Lagi-lagi beberapa tangan jahil menyentuh bagian tubuhnya—senggolan di pinggang,pantat, bahkan sesekali terasa di payudara.
1914Please respect copyright.PENANA9b7kbHX8wY
Indri menarik napas panjang, berusaha tetap tenang di depan umum. Meski dalam hati ia terguncang, wajahnya tetap terjaga dengan senyum ramah. Akhirnya ia masuk ke dalam mobil, pintu ditutup rapat, dan barisan pengawal mengiringi perjalanan kembali ke hotel.
1914Please respect copyright.PENANAjyLWCaXI5O
Di kursi belakang mobil, Indri menatap keluar jendela sambil melambai tangan ke jamaah yang berdiri menyapa di kanan kiri jalan. Lampu kota Bandung berkelebat, sementara dirinya larut dalam diam. Ada lelah, ada rasa tak enak, tapi juga ada bisikan kecil di hatinya yang tak ingin ia akui.
---
Setelah sampai di hotel, Ustadzah Indri langsung masuk kamar. Ia bergegas mengambil wudhu, lalu menunaikan sholat Ashar. Selesai berdoa, ia rebahan di kasur hotel, melepas jilbabnya dan membiarkan rambut hitam panjangnya terurai.
1914Please respect copyright.PENANAaEyxYjcO81
Tangannya meraih ponsel di meja samping. Tidak ada notifikasi WhatsApp dari Pak purnomo,yang ada notifikasi dari Instagram dan Tiktok. Ia sempat bertanya-tanya, “Kok Pak Purnomo nggak ngabarin? Biasanya sudah chat.”
1914Please respect copyright.PENANAGXH27741SF
Untuk mengalihkan rasa heran itu, Indri membuka instagram,sekedar membaca pesan dari penggemarnya.
1914Please respect copyright.PENANAfMGf4f9vAE
Setengah jam kemudian, terdengar ketukan pintu. Tria masuk indri buru" menutupi kepala nya dengan jilbab dengan bentuk seadanya,lalu indri mempersilahkan panitia yang membawa nampan makanan. Sesuai syarat standar setiap kali ia diundang ceramah, yaitu bakso, chicken ayam, sepiring nasi hangat, dan satu botol Aqua.
1914Please respect copyright.PENANA5vqFGCclsf
Indri tersenyum tipis, berterima kasih. Ia makan perlahan, sesekali matanya melirik ponsel. Harapannya sederhana: ada notifikasi masuk dari Pak Purnomo. Namun layar tetap sepi.
1914Please respect copyright.PENANAf5r786hL3T
Waktu bergulir. Magrib tiba, ia kembali berwudhu, sholat, lalu duduk termenung sebentar. Hingga Isya, keadaan tak berubah. Tak ada kabar dari Pak Purnomo, seolah-olah pria itu sengaja menghilang.
1914Please respect copyright.PENANAo7NkVBUEbF
Akhirnya, dengan sedikit rasa kecewa yang tak ia akui, Indri matikan lampu kamar, merebahkan diri, dan terlelap dalam tidur.
---
sekarang di tengah padatnya jadwal ceramah Ustadzah Indri yang hampir tiap hari berpindah dari satu kota ke kota yang lain, ada hal baru yang membuatnya lebih bersemangat. Kini hari-harinya selalu ditemani chat dari Pak Purnomo.
1914Please respect copyright.PENANArB3F4dvB9B
Pesan singkat, telepon larut malam, bahkan sesekali videocall menjadi rutinitas yang diam-diam ia nantikan. Senyum di wajahnya sering muncul tanpa sadar setiap notifikasi ponselnya berbunyi.
1914Please respect copyright.PENANAqeoPkrCxK3
Sementara itu, suaminya sendiri terasa semakin jauh. Chat atau telepon dari Adam, suaminya, hampir selalu berkisar pada satu hal: transfer uang. Tanpa perhatian, tanpa sapaan hangat. Indri mulai merasakan jenuh, bahkan hambar, ketika harus menanggapi suaminya.
1914Please respect copyright.PENANAKDB6ryHvbd
Bagi Indri, perlahan tapi pasti, dunia perasaannya mulai bergeser.seseorang yang dulu pernah memanggilnya untuk berceramah,kini telah menjelma menjadi sosok yang mengisi ruang hatinya lebih dari sekadar teman bicara.
---