
Hari itu jam 4 sore, Indri baru saja selesai mengisi pengajian yang digelar di sebuah desa kecil. Jamaahnya penuh sesak, ibu-ibu dan bapak-bapak masih membicarakan gaya ceramahnya yang menenangkan sekaligus segar. Seusai acara, Indri bersama tim kecilnya kembali ke hotel sederhana yang memang sudah disediakan panitia.
3813Please respect copyright.PENANA09iHumE3nQ
Rencananya, selepas sholat ashar, Indri dan rombongan akan langsung pulang ke kota. Ia sudah membayangkan bisa beristirahat di rumahnya malam ini. Namun, belum lama ia melipat mukena, terdengar ketukan halus di pintu kamar.
3813Please respect copyright.PENANAem4AxMFVZn
Tok tok tok...
3813Please respect copyright.PENANA7XiXNZk9QU
Ternyata yang datang adalah Tria, manajernya. Perempuan itu selalu mengatur jadwal, memastikan setiap undangan dakwah Indri berjalan lancar.
3813Please respect copyright.PENANApFJSXe9Rcu
3813Please respect copyright.PENANAtuR3xlQsAl
---
3813Please respect copyright.PENANAdDofoJiUIQ
Dialog
3813Please respect copyright.PENANA9KXsnhXF6e
Tria : “Assalamualaikum ustadzah…boleh masuk sebentar?”
3813Please respect copyright.PENANAwilZyl1pZr
Indri: (membuka pintu, tersenyum lelah) "Waalaikumsalam, masuk aja, Mbak Tria. Ada apa? kita pulang sekarang?"
3813Please respect copyright.PENANA4Ox8gQSejR
Tria: (menaruh map di meja, duduk sebentar) "Iya, Ustadzah... tadinya begitu. Tapi barusan saya ada kabar, keluarga orang ternama di kota ini yang minta Ustadzah ngisi acara malam nanti, habis isya. Cuma satu jam aja, acara tahlilan sekaligus doa syukuran."
3813Please respect copyright.PENANAYvboEFSIw0
Indri: (menarik napas, sedikit kaget) "Malam ini? Waduh, saya sebenarnya pengen cepat pulang, Mbak. Badan juga agak capek."
3813Please respect copyright.PENANAFvzBEzDUXJ
Tria: (membujuk halus) "Saya ngerti, Ustadzah. Tapi keluarga ini penting banget. Katanya mereka udah lama pengen Ustadzah yang isi acaranya, baru kesampaian sekarang. Kalau Ustadzah berkenan, insyaAllah ini bisa jadi kebaikan jalan juga... sekaligus menjaga nama baik kita."
3813Please respect copyright.PENANAOkmfzez1ao
Indri: (terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis) "Hmm... baiklah, kalau memang hanya satu jam, saya usahakan. Setelah itu kita langsung pulang ya."
Tria : (lega, tersenyum) "Alhamdulillah. Siap, Ustadzah. Nanti jam tujuh malam saya kabarin lagi. Ustadzah istirahat dulu."
---
Jam 7 malam, suara ketukan terdengar di pintu kamar hotel Indri. Tria berdiri di depan pintu dengan wajah sigap, sementara tim lain sudah bersiap di lobi. Dengan cepatnya pembeli Indri dibawa ke mobil, memastikan perjalanan malam itu berjalan lancar.
Di kursi belakang, Indri membuka buku jadwal ceramahnya. Hampir satu bulan penuh tanpa jeda: desa, kota, masjid, pengajian ibu-ibu, sampai undangan khusus keluarga pejabat. Jadwal yang padat bikin lelah, tapi juga kecewa—namanya kini berada di puncak popularitas.
Beberapa menit kemudian, rombongan tiba di lokasi acara. Ternyata yang diundang adalah seorang anggota dewan terkemuka. Halaman rumahnya sudah penuh dengan jamaah. Mobil Indri bahkan dikawal polisi dan Banser hingga masuk ke pelataran. Tepuk tangan meriah menyambut ketika ia turun dari mobil, balutan gamis putih elegan membuatnya tampak berwibawa.
Setelah berbasa-basi dengan pemilik hajat, Indri pun dipersilakan naik ke panggung. Lampu sorot diarahkan padanya, mikrofon siap digenggam. Ceramah dimulai dengan suara lembut khasnya. Jamaah tampak serius mendengarnya, tapi tak jarang mereka tersenyum, bahkan bertepuk tangan ketika Indri melontarkan kalimat segar yang jenaka.
Sesi tanya jawab pun dibuka. Dari masalah rumah tangga, rezeki, hingga—tak disangka—ada seorang ibu yang memberanikan diri bertanya tentang hubungan suami-istri.
Indri justru tersenyum senang.
---
Jamaah ibu-ibu: “Ustadzah, kalau suami istri sudah lama menikah, bagaimana caranya biar hubungan ranjang tetap harmonis?”
3813Please respect copyright.PENANAwaC00l8Ii1
Indri: (tersenyum menggiurkan tapi tetap anggun) "Ah, ibu ini... pertanyaan nakal tapi penting sekali. Ingat ya, menjaga keharmonisan ranjang itu ibadah juga. Jangan kaku, jangan malu. Kadang suami butuh dimanja, kadang istri juga perlu dimengerti. Kalau hubungan itu hangat, rumah tangga akan terasa nikmat… eh, maksud saya, terasa indah."
(jamaah tertawa dan bertepuk tangan)
Tak berhenti di situ, seorang bapak—ternyata suami dari tuan rumah—ikut angkat tangan.
Bapak hajat: "Ustadzah, kalau istri sering capek, apa boleh suami minta 'jatah' terus terang?"
Indri: (menoleh ke arah bapak itu, tersenyum manis, nada terdengar lembut tapi menggoda) "Boleh saja, Pak... asal disampaikan dengan cinta. Jangan maksa. Kalau perlu, rayu dulu... biar istri luluh. Ingat, kata Nabi, kelembutan itu membawa berkah. Jadi jangan langsung 'perang', kasih foreplay dulu."
(suasana pecah dengan tawa, tepuk tangan, bahkan si bapak tersipu malu. Indri makin dikagumi, auranya anggun meski kata- dia berani)
---
Satu jam berlalu tanpa terasa. Acara pun ditutup dengan doa bersama. Indri menyalami para tamu penting dan berpamitan dengan keluarga hajat. Senyum manisnya masih terjaga, meski tubuhnya sudah mulai letih.
Namun di tengah-tengah keramaian, saat Indri hendak melangkah ke mobil, bapak tuan rumah mendekat diam-diam. Dengan suara lirih ia menyelipkan sebuah permintaan.
---
Bapak hajat (berbisik): "Ustadzah... bolehkah saya minta nomor WhatsApp? Biar kalau ada hajat khusus bisa langsung kontak."
Indri: (menoleh sekilas, lalu tersenyum anggun sambil membisik pelan) "Boleh, Pak... tapi jangan disalahgunakan ya."
3813Please respect copyright.PENANAT6eEmCXYWF
(ia menyebutkan nomornya dengan suara pelan. Sang bapak tersenyum puas, Indri kembali menjaga wajah teduhnya seolah-olah tak terjadi apa-apa.)
---
Jam 7 malam, suara ketukan terdengar di pintu kamar hotel Indri. Tria berdiri di depan pintu dengan wajah sigap, sementara tim lain sudah bersiap di lobi. Dengan cepatnya pembeli Indri dibawa ke mobil, memastikan perjalanan malam itu berjalan lancar.
3813Please respect copyright.PENANARh9HTZuOnu
Di kursi belakang, Indri membuka buku jadwal ceramahnya. Hampir satu bulan penuh tanpa jeda: desa, kota, masjid, pengajian ibu-ibu, sampai undangan khusus keluarga pejabat. Jadwal yang padat bikin lelah, tapi juga kecewa—namanya kini berada di puncak popularitas.
3813Please respect copyright.PENANAwBsxAk17WE
Beberapa menit kemudian, rombongan tiba di lokasi acara. Ternyata yang diundang adalah seorang anggota dewan terkemuka. Halaman rumahnya sudah penuh dengan jamaah. Mobil Indri bahkan dikawal polisi dan Banser hingga masuk ke pelataran. Tepuk tangan meriah menyambut ketika ia turun dari mobil, balutan gamis putih elegan membuatnya tampak berwibawa.
3813Please respect copyright.PENANAwXHOTMC9JA
Setelah berbasa-basi dengan pemilik hajat, Indri pun dipersilakan naik ke panggung. Lampu sorot diarahkan padanya, mikrofon siap digenggam. Ceramah dimulai dengan suara lembut khasnya. Jamaah tampak serius mendengarnya, tapi tak jarang mereka tersenyum, bahkan bertepuk tangan ketika Indri melontarkan kalimat segar yang jenaka.
Sesi tanya jawab pun dibuka. Dari masalah rumah tangga, rezeki, hingga—tak disangka—ada seorang ibu yang memberanikan diri bertanya tentang hubungan suami-istri.
Indri justru tersenyum senang.
---
Jamaah ibu-ibu: “Ustadzah, kalau suami istri sudah lama menikah, bagaimana caranya biar hubungan ranjang tetap harmonis?”
Indri: (tersenyum menggiurkan tapi tetap anggun) "Ah, ibu ini... pertanyaan nakal tapi penting sekali. Ingat ya, menjaga keharmonisan ranjang itu ibadah juga. Jangan kaku, jangan malu. Kadang suami butuh dimanja, kadang istri juga perlu dimengerti. Kalau hubungan itu hangat, rumah tangga akan terasa nikmat… eh, maksud saya, terasa indah."
(jamaah tertawa dan bertepuk tangan)
Tak berhenti di situ, seorang bapak—ternyata suami dari tuan rumah—ikut angkat tangan.
Bapak hajat: "Ustadzah, kalau istri sering capek, apa boleh suami minta 'jatah' terus terang?"
Indri: (menoleh ke arah bapak itu, tersenyum manis, nada terdengar lembut tapi menggoda) "Boleh saja, Pak... asal disampaikan dengan cinta. Jangan maksa. Kalau perlu, rayu dulu... biar istri luluh. Ingat, kata Nabi, kelembutan itu membawa berkah. Jadi jangan langsung 'perang', kasih foreplay dulu."
(suasana pecah dengan tawa, tepuk tangan, bahkan si bapak tersipu malu. Indri makin dikagumi, auranya anggun meski kata- dia berani)
---
Narasi
Satu jam berlalu tanpa terasa. Acara pun ditutup dengan doa bersama. Indri menyalami para tamu penting dan berpamitan dengan keluarga hajat. Senyum manisnya masih terjaga, meski tubuhnya sudah mulai letih.
Namun di tengah-tengah keramaian, saat Indri hendak melangkah ke mobil, bapak tuan rumah mendekat diam-diam. Dengan suara lirih ia menyelipkan sebuah permintaan.
--
Bapak hajat (berbisik): "Ustadzah... bolehkah saya minta nomor WhatsApp? Biar kalau ada hajat khusus bisa langsung kontak."
3813Please respect copyright.PENANA8jApgvKFSg
Indri: (menoleh sekilas, lalu tersenyum anggun sambil membisik pelan) "Boleh, Pak... tapi jangan disalahgunakan ya."
3813Please respect copyright.PENANApGz7h7GR4D
(ia menyebutkan nomornya dengan suara pelan. Sang bapak tersenyum puas, Indri kembali menjaga wajah teduhnya seolah-olah tak terjadi apa-apa.)
3813Please respect copyright.PENANAi9CKhZRmU7
---
Sekitar satu jam perjalanan, akhirnya Indri tiba di rumahnya. Tubuhnya letih, wajahnya lelah namun tetap anggun. Ia langsung masuk ke kamar, melepas gamis dan jilbab, mengganti dengan kaos santai longgar. Rambutnya dibiarkan terurai.
3813Please respect copyright.PENANA271V9xRjyo
Ia rebahan di kasur, hendak memejamkan mata, namun tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi WhatsApp. Sebuah nomor baru mengirim pesan:
3813Please respect copyright.PENANAEwruqVpqVw
"Assalamualaikum, ini nomor saya, Purnomo. Mohon disimpan ya, Ustadzah."
3813Please respect copyright.PENANATzi3JhS4oc
Tak lama kemudian, panggilan telepon masuk. Nomor itu tak lain milik Pak Purnomo—tuan hajat sekaligus anggota dewan yang tadi sore begitu antusias dengan ceramahnya.
3813Please respect copyright.PENANAEMAVJtd4Pa
Indri sempat ragu, tapi akhirnya ia angkat juga.
3813Please respect copyright.PENANA689CA7HcoP
Indri : “Assalamualaikum pak…”
3813Please respect copyright.PENANAMh5uhgTFG0
Purnomo: "Waalaikumsalam, Ustadzah. Maaf mengganggu istirahat. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih. Acara tadi luar biasa sukses berkat Ustadzah."
3813Please respect copyright.PENANAlHvxSBnRuj
Indri : (tersenyum kecil, suara lirih) "Alhamdulillah, semua karena izin Allah, Pak. Saya hanya menyampaikan."
3813Please respect copyright.PENANAl3GrF4E3J6
Purnomo: "Hehe... iya. Tapi terus terang, gaya Ustadzah berbeda. Jamaah betah, bahkan saya sendiri merasa... ehm... terkesan sekali."
3813Please respect copyright.PENANAe9oJQJyEj1
Indri: (tertawa kecil, agak kikuk) "Aduh, Bapak ini bisa saja. Semoga kesannya baik-baik saja ya."
3813Please respect copyright.PENANADI4nxTBGVI
Purnomo: "Baik sekali, Ustadzah. Malah... jujur, saya sampai kepikiran terus sejak tadi. Cara Ustadzah menjawab pertanyaan, apalagi yang soal rumah tangga... itu membuat saya merasa tersindir manis. Rasanya ingin segera membuktikan di rumah."
Indri: (pipinya merona, jantungnya berdegup cepat) "Hmmm...maksud Bapak?"
Purnomo: (suaranya merendah, menggoda) "Istri saya sedang menunggu. Tadi waktu Ustadzah bicara... tentang rayuan, tentang kehangatan... terus terang, saya langsung ingin menghabiskannya malam ini. Jadi... mohon izin sebentar ya, Ustadzah. Saya akan pamit dulu... menjalankan 'amalan rumah tangga'."
Indri: (menutup wajah dengan tangan, merasa malu bercampur panas di dada) "Astagfirullah... Bapak ini... kok cerita begitu ke saya."
Purnomo: (tertawa kecil) "Hehehe... maaf ya, Ustadzah. Tapi sungguh, cara bicara Ustadzah tadi seperti meniup bara. Saya tak tahan. Setelah saya selesai nanti... bolehkah saya telepon lagi? Saya ingin melanjutkan pembicaraan kita. Rasanya baru saja dimulai."
Indri: (diam sejenak, lalu tersenyum tipis meski wajahnya memerah) "Baiklah, Pak... silakan. Tapi jangan lama-lama ya..."
Purnomo : "Siap, Ustadzah yang cantik. Saya pamit dulu. Tunggu telepon saya lagi ya."
---
Telepon terputus. Indri menatap layar ponselnya, jantungnya berdebar kencang. Rasa malu bercampur penasaran. Ada bagian dari dirinya yang iri—membayangkan bagaimana istri kini akan menerima suami yang penuh semangat setelah mendengar ceramahnya tadi.
Indri menggigit bibir, menutup mata, lalu menarik napas panjang. Untuk pertama kalinya ia menyadari, ceramahnya tak hanya menyentuh hati jamaah... tapi juga membangkitkan hasrat yang bahkan membuat dirinya ikut terpengaruh.
---
Tiga puluh menit kemudian, layar ponsel Indri kembali menyala. Nama “Purnomo” terpampang. Dengan ragu, dia menggeser ikon hijau.
Suara berat namun terdengar puas menyapa.
---
Purnomo: (suara lirih, agak serak) "Ustadzah... maaf baru telepon lagi. Hehe... saya sudah selesai menunaikan 'tugas' saya. Istri saya sudah tertidur pulas sekarang."
3813Please respect copyright.PENANAxogyeSSnJj
Indri: (suara bergetar, malu-malu) "Astaghfirullah... Bapak kok cerita begitu ke saya..."
3813Please respect copyright.PENANAyzq2OItYYf
Purnomo: (tertawa kecil, mendesis pelan di sela kata-kata) "Saya tidak bisa menahan diri untuk cerita, Ustadzah. Kata-kata Ustadzah tadi di pengajian... terus terang, yang tadi terjadi di kamar terasa berbeda sekali. Setiap langkahnya seolah saya mendengar suara Ustadzah membimbing... membisiki."
3813Please respect copyright.PENANADbtC3dDCbB
Indri: (terdiam, jantungnya berdegup kencang. Ia menggigit bibir, tangan menggenggam erat ponsel.)
3813Please respect copyright.PENANAcMJu2iS5Gg
Purnomo: (semakin rendah, menggoda) "Saya ingin Ustadzah tahu... betapa kuatnya pengaruh Ustadzah pada saya malam ini. Bahkan sekarang, meski sudah selesai, bayangan itu masih terus bermain di kepala."
3813Please respect copyright.PENANA2stFquXt3K
Indri: (menelan ludah, suaranya berbisik) "Jangan begitu, Pak...."
3813Please respect copyright.PENANAfDrktSuhMA
Purnomo : (tertawa lirih, mendesis) "Justru itu yang saya ingat... supaya merasakan."
---
Indri menutup mata, tubuhnya gemetar. Suara Purnomo yang mendesis-desis membuat pikiran kacau, ada rasa malu, ada pula debaran yang sudah lama ia pendam. Malam itu, tanpa sadar, ia mulai merasakan sebuah pintu di dalam dirinya yang terbuka—pintu yang bisa menyeretnya ke dalam gejolak yang selama ini ia coba sembunyikan.
---
ns216.73.216.125da2