
Pagi itu rumah Tri Darmanto terasa berbeda. Sejak Subuh, keluarga besar sudah berkumpul, sebagian pendukung juga datang untuk memberi semangat. Suara riuh rendah percakapan bercampur dengan aroma masakan yang disiapkan ibu-ibu. halaman rumah, nampan penuh hidangan sudah tersaji—nasi uduk, gorengan, dan teh hangat mengepul.
Tri darmanto tampil gagah dengan pakaian rapi berwarna hijau muda, melambangkan warna perjuangannya di pencalonan.Dian berdiri di sana, anggun dalam gamis hijau tua yang menutupi segala resah di balik senyum yang ia paksakan.
12928Please respect copyright.PENANAapeorQ6lF3
Suasana rumah makin khidmat ketika seorang kyai desa berdiri di depan rumah sambil mengangkat tangan. Semua yang hadir hening.
12928Please respect copyright.PENANAXGa9hlifCU
Kyai : dengan suara lantang penuh doa
Mari kita berdoa, semoga langkah Pak Tri beserta istri dalam pencalonan ini diridai Allah.Semoga perjuangan ini membawa kebaikan bagi desa dan keluarga.
12928Please respect copyright.PENANABbdPsW7Wdl
12928Please respect copyright.PENANANOlh888XNK
12928Please respect copyright.PENANAC9h9AptEEL
Sejenak kemudian, suara adzan berkumandang di teras rumah. Terdengar syahdu, menggetarkan hati setiap orang yang hadir. Pak Tri menundukkan kepala dengan mata berkaca-kaca, merasa mendapat restu dari langit.
12928Please respect copyright.PENANA1Bir32wNVp
Sementara itu, di balik kerudung hijaunya, Dian menggenggam erat ujung gamisnya. Hatinya bergetar, bukan hanya karena doa dan adzan, tapi juga karena rasa bersalah yang kembali menghantam. Ia menatap suaminya sekilas, lalu cepat-cepat menunduk, takut air matanya terlihat.
12928Please respect copyright.PENANAikn5TcBmvg
Ketika jam tayang pukul 07:50, suara yel-yel dari para pendukung mulai terdengar di luar rumah. Sorak semangat:
12928Please respect copyright.PENANA9wiLzTN6h2
> "Hidup Pak Tri Darmanto! Calon pemimpin desa kita!"
“Hidup Pak Tri! Hidup!”
12928Please respect copyright.PENANAKQjAMzlEuk
12928Please respect copyright.PENANAYzKWzEzLWm
12928Please respect copyright.PENANAWg4W3ut0tv
Pak Tri melangkah keluar rumah, tersenyum lebar, mengganti tangan ke para pendukung. Dian berada di sebelahnya, wajahnya tetap cantik dan anggun, meski hatinya porak-poranda.
12928Please respect copyright.PENANAW7oFtcx6bg
Dengan iringan sorak-sorai dan yel-yel, mereka berdua berjalan menuju balai desa. Setiap langkah terasa seperti pesta kemenangan bagi yang melihat, tapi bagi Dian, itu adalah langkah yang semakin menegaskan ikatan perjanjian kelam dengan Pak Surya.
12928Please respect copyright.PENANAf5SwhVShBD
Jam 08:00 tepat, mereka bersiap memasuki balai desa—untuk mengundi nomor urut, dan nasib lima tahun ke depan akan ditentukan.
---
Pengundian Nomor Urut
12928Please respect copyright.PENANArRp4OSJN6g
Balai desa pagi itu berubah menjadi lautan manusia. Ribuan warga sudah berkumpul, sebagian mengenakan kaos, ikat kepala, dan atribut sesuai warna calon masing-masing. Suara yel-yel saling bersahutan, bendera kecil dikibarkan ke udara, dan tabuhan bedug ditabuh berulang-ulang menambah semangat.
12928Please respect copyright.PENANABPvQfrRyWj
> “Hidup Pak Tri Darmanto”
“Tri darmanto pasti menang!”
“Yang jujur dan merakyat pilihan kita!”
12928Please respect copyright.PENANAwtpgTOUuTQ
12928Please respect copyright.PENANA553kZMlNkZ
12928Please respect copyright.PENANAk2c5QAZSQb
Di panggung utama, tiga kursi sudah disiapkan. Tiga calon kepala desa duduk berjejer bersama istri masing-masing. Tri Darmanto duduk di kursi tengah, wajahnya tenang tapi penuh keyakinan. Di tempatnya, Dian Aryanti tampak anggun dalam balutan gamis hijau, senyum tipis meski menghiasi sorot matanya menyimpan beban.
12928Please respect copyright.PENANAok70xq3JLV
Dari antara tiga istri calon, Dian terlihat paling muda dan cantik. Banyak pasang mata tak bisa menahan lirikan kagum, bahkan beberapa warga berbisik-bisik memuji kecantikannya. Namun di barisan belakang, menampilkan mata lain yang menatap lebih tajam— Surya, tokoh berpengaruh di desa, duduk dengan senyum samar yang hanya bisa dipahami olehnya. Pandangannya membuat tubuhnya merinding, seolah mengingatkan pada janji yang sudah ia ikat.
12928Please respect copyright.PENANACSRJSYGWOW
Seorang pria berseragam rapi berdiri di podium. Dialah Ketua KPU Desa yang langsung mengangkat mikrofon.
12928Please respect copyright.PENANAVcI0pFY9UD
Ketua KPU Desa: dengan suara lantang
“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Warga desa sekalian, terima kasih atas kehadirannya. Hari ini kita memasuki tahapan penting: pengundian nomor urut calon kepala desa periode lima tahun mendatang. Mohon semuanya tertib, mari kita ikuti acara dengan penuh semangat, namun tetap menjaga suasana kondusif.”
12928Please respect copyright.PENANAhL6LkBmmoZ
12928Please respect copyright.PENANAWQxgZwK9vc
12928Please respect copyright.PENANAPmO4VDeIib
Sorak pendukung kembali menggema, lalu hening ketika Ketua KPU memberi isyarat.
12928Please respect copyright.PENANAUocx0HHc94
Satu per satu calon dipersilakan maju untuk menyampaikan Segala Tunggal.
12928Please respect copyright.PENANAX6NgFbwvp4
Calon pertama berbicara dengan lantang tentang pembangunan jalan desa. Calon kedua tekanan pendidikan dan pertanian. Ketika giliran Tri darmanto , yel-yel langsung meledak lagi.
12928Please respect copyright.PENANAWESKaIVj6A
'Hidup Tri Darmanto!! hidup tri darmanto!!!
"Pak Tri! Pak Tri! pemimpin sejati!"
12928Please respect copyright.PENANA9VI4R3X80K
12928Please respect copyright.PENANAE487mwSWI6
12928Please respect copyright.PENANA9QiklXx3oj
suami dian itu berdiri sambil tersenyum, lalu memegang mikrofon.
12928Please respect copyright.PENANARglT0APOoB
Tri: suara penuh keyakinan
"Bapak-bapak, Ibu-ibu, saudara semua yang saya cintai… hari ini bukan tentang siapa lawan siapa. Hari ini tentang siapa yang siap berjuang untuk desa kita tercinta. Dengan doa, dukungan, dan izin Allah, saya siap mengabdi demi kemakmuran kita bersama!"
12928Please respect copyright.PENANAQXqLC4CTbm
12928Please respect copyright.PENANAtaMyt5yzut
12928Please respect copyright.PENANALDm8Fi3d8C
Sorak sorai kembali pecah, warga mengangkat tangan, beberapa bahkan menitikkan air mata bangga.
12928Please respect copyright.PENANArohpiXK5w6
Akhirnya, tibalah pada momen yang paling ditunggu: pengundian nomor urut. Sebuah kotak besar transparan diletakkan di atas meja. Kertas gulungan nomor di dalamnya siap diambil satu per satu oleh para calon.
12928Please respect copyright.PENANALTRuDpfQjl
Ketegangan terasa. Kamera ponsel warga mengarah ke depan, semua ingin mengabadikan detik bersejarah itu.
12928Please respect copyright.PENANA5DdAlsegSP
Ketua KPU Desa memanggil:
12928Please respect copyright.PENANAyIqS2vog0I
> “Baik, kami persilakan calon pertama untuk mengambil nomor undian…”
12928Please respect copyright.PENANAbegtjImt9u
12928Please respect copyright.PENANAe4hMkaJZey
12928Please respect copyright.PENANAwR9r8j50dc
Satu per satu maju, hingga akhirnya giliran Tri Darmanto. Ia menggenggam tangan Ibu Dian sebelum berdiri.
12928Please respect copyright.PENANAx3lA8s2AcS
Tri : berbisik lembut pada istrinya
“Mamah, doakan Papah ya. Apapun hasilnya, ini perjuangan kita.”
12928Please respect copyright.PENANAeg8POaesP0
12928Please respect copyright.PENANAgb8Irewp4Q
12928Please respect copyright.PENANAmiXfodn8so
Dian mengangguk, senyumnya dipaksakan, namun matanya berkaca-kaca. Sementara itu, dari kejanggalan
, Pak Surya menyandarkan tubuhnya, menatap pemandangan itu dengan senyuman penuh arti.
12928Please respect copyright.PENANA7yOtM592ik
Dan detik itu juga, tangan Pak Tri meraih gulungan kertas dari dalam kotak, bersiap membuka…
---
kertas dibuka
Rumahnya masih dipenuhi suara tawa dan sorak dari para pendukung. Para tamu terus berdatangan, sebagian besar dengan wajah penuh semangat, seakan kemenangan sudah pasti di depan mata.
12928Please respect copyright.PENANAX8wspteYr5
Di ruang tamu, suami dian duduk di tengah warga, menyalami satu per satu. Wajahnya bersinar, penuh keyakinan.
12928Please respect copyright.PENANALWYrBViBaQ
Sementara itu,Dian yang sebelumnya berdiri di balik pintu perlahan melangkah ke kamar. Ia menutup pintu dengan hati-hati, duduk kasur, dan menarik napas panjang. Senyum yang ia pakai untuk menyambut tamu menghilang, berganti wajah lelah.
12928Please respect copyright.PENANAmfwY5zr87i
Ponsel di tangannya bergetar. Sebuah pesan masuk. Nama pengirimnya membuat jantungnya berdegup lebih cepat: PAK SURYA.
12928Please respect copyright.PENANArAYeJUGFUj
Dengan tangan bergetar, ia membuka pesan itu.
12928Please respect copyright.PENANADGq5xxxxlf
Surya:
“Selamat ya Bu Dian.Nomor dua… pertanda besar.
Kemenangan semakin dekat.
Dan itu artinya… perjanjian kita semakin nyata.
Aku menunggu malam ini.”
12928Please respect copyright.PENANAQ5S0BRpMeN
12928Please respect copyright.PENANAj2lNbqQ0Ac
12928Please respect copyright.PENANA5fIZypwmtF
Dian menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak kecil yang hampir pecah. Tangannya gemetar, matanya berkaca-kaca membaca kata-kata itu.
12928Please respect copyright.PENANAfgFUbPe6dV
Dian : berbisik pada dirinya sendiri
“Ya Allah… bahkan di hari penuh kebahagiaan ini… bayangan itu kembali menghantamku…”
12928Please respect copyright.PENANAc4q1tW4ucs
Ia duduk di tepi kasur, memandang ke cermin. Di sana terlihat wajah seorang istri calon kepala desa yang dipuja warga, tapi juga seorang perempuan yang terikat pada janji kelam dengan seorang tokoh desa.
12928Please respect copyright.PENANASYNosEgjzm
Suara riuh di luar semakin keras, terdengar yel-yel nama suaminya. Tapi di dalam kamar, hati Ibu Dian justru semakin berat.
---
Dian menatap layar ponselnya lama. Pesan dari Pak Surya terasa seperti tali yang menjeratnya semakin erat. Ia mengusap wajahnya, berusaha menguatkan hati, tapi pada akhirnya jari-jarinya bergerak di atas keyboard ponsel.
12928Please respect copyright.PENANAzcsSuQxMMS
Dian (membalas):
“Baiklah, Pak… saya akan datang malam ini .”
12928Please respect copyright.PENANAtlEJl5Mb1k
12928Please respect copyright.PENANA4nSuV828cu
12928Please respect copyright.PENANA0PM0zQg5Zv
Pesan terkirim. Hatinya berdegup kencang, seolah baru saja ia menandatangani kontrak takdir yang tak bisa ia elakkan.
12928Please respect copyright.PENANAkJ6gY8Ctz1
Tak lama, balasan dari Surya masuk lagi.
Surya:
“Bagus, Dian… itu jawaban yang kutunggu.
Malam ini, kau mengenakan gaun hijau yang tadi kau kenakan ke balai desa.
Tapi ingat, tanpa pakaian dalam. Aku ingin melihatmu bertahan seperti lambang kemenangan yang kau bawa hari ini.”
12928Please respect copyright.PENANADE6cMncLef
12928Please respect copyright.PENANADWeMWFlYV6
12928Please respect copyright.PENANAM6QhCfrg0c
Mata Dian membelalak. Tangannya gemetar, ia menjatuhkan ponsel di tanganya.
12928Please respect copyright.PENANAlXjXlhzG0T
Dian (bermonolog pelan):
“Astaghfirullah…sampai segitunya permintaannya…
Apa aku mampu…? Apa ini jalan yang harus kutempuh demi suamiku…?”
12928Please respect copyright.PENANAnW4iairBgZ
Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Air mata menetes membasahi gamis hijau yang masih dikenakannya.
Suara sorak dan doa warga di ruang tamu terus menggaung, tapi di kamar itu, Dian justru merasa semakin sendirian, semakin terpojok dalam perjanjian yang ia sepakati.
---
Sore Hari hari
12928Please respect copyright.PENANAYtzjOhJWPZ
Jam menunjukkan pukul 5 sore. Rumah Tri darmanto sudah mulai agak sepi setelah riuh suara pendukungnya mereda. Di ruang tamu masih ada sisa gelas teh dan piring kue yang belum dibereskan.
12928Please respect copyright.PENANA2sa8UejwSt
Tri masuk ke kamar dengan wajah berseri-seri, matanya bersinar penuh harapan. Ia masih mengenakan baju batik dari acara siang tadi.
12928Please respect copyright.PENANAkPVEiO9cVB
Tiga:
“Mamah… lihat sendiri kan tadi? Nomor dua!
Saya yakin… kali ini Papah yang akan menjadi kepala desa. Rasanya aku nggak sabar menunggu hari pemilihan itu tiba.”
12928Please respect copyright.PENANAUGrLcOzSDV
12928Please respect copyright.PENANA2tnIEisr3j
12928Please respect copyright.PENANAfb4JpVwYf9
Dian yang sedang duduk di tepi tempat tidur, menunduk sambil mencoba menampilkan senyum tipis.
12928Please respect copyright.PENANAzKhYjnw5To
Dian:
“Iya, Pah… Mamah juga senang ikut Mudah-mudahan doa semua orang terkabul.”
suami nya duduk di sana, menggenggam tangan Dian erat.
12928Please respect copyright.PENANAf405nwmrq0
Tiga:
"Malam ini pasti banyak tamu yang datang lagi. Kita harus siap menjamu mereka. Mamah istirahat sebentar, habis itu bantu Papah ya?"
12928Please respect copyright.PENANAvHuTW5XKIe
Dian menelan ludah, mencoba menahan beban di dada. Ia kemudian menunduk, memberi alasan.
12928Please respect copyright.PENANAyiKSTqvAyV
Dian:
"Mamah capek sekali, Pah… dari tadi pagi berdiri terus. Boleh nggak kalau Mamah istirahat lebih lama? Kalau ada tamu biar Papah yang terima duluan."
12928Please respect copyright.PENANAsWdZXjUplY
suaminya menatap wajahnya,
Sempat ragu, tapi akhirnya tersenyum maklum.
12928Please respect copyright.PENANAduzloQaGtJ
Tiga:
"Iya, Mamah istirahat saja. Papah ngerti. Malam ini biar Papah yang lebih banyak menemani mereka."
Dian hanya mengangguk pelan, pura-pura memejamkan mata. Begitu suami keluar kamar lagi, air mata yang ia tahan mulai menetes.
12928Please respect copyright.PENANAX4TW8rUkfY
Ponsel di meja kecil bergetar pelan. Dengan tangan gemetar, Dian meraihnya. Di layar muncul pesan dari Pak Surya:
12928Please respect copyright.PENANAlp7pofutLJ
Surya:
“Dian… malam ini jam 9 kau datang ke rumahku.
Ingat pesanku tadi siang: pakai gaun hijau itu, tanpa pakaian dalam. Aku tunggu.”
12928Please respect copyright.PENANAi3xhuNCIPA
12928Please respect copyright.PENANAfX5mb0tXMn
12928Please respect copyright.PENANABH4Fz9BbHQ
Mata Dian terbelalak. Nafasnya tersengal. Ia menatap pintu kamar, takut kalau-kalau suami masuk lagi.
12928Please respect copyright.PENANALAZBMaDm1u
dian dalam hati
12928Please respect copyright.PENANAmU3syvLwc7
'Bagaimana aku harus keluar rumah tanpa ada yang curiga…?”
12928Please respect copyright.PENANA1A4iRBPlH0
12928Please respect copyright.PENANA2JrzFnqmMW
12928Please respect copyright.PENANAgTzegtKmtw
Tangannya menggenggam erat ponsel itu, seolah benda kecil itu adalah kunci dari beban berat yang akan ia jalani malam nanti.
---
Dian mengetik pelan, jari-jarinya gemetar. Ia sempat berhenti beberapa kali, menghapus kata yang sudah ditulis. Napasnya pendek-pendek, seolah setiap huruf adalah beban yang semakin menekan dada.
12928Please respect copyright.PENANAyC6g6Ecj4G
Akhirnya pesan itu terkirim:
12928Please respect copyright.PENANA7repmzfSSC
Dian:
“Baik, Pak… jam 9 malam saya datang.
Saya akan memakai gaun hijau itu… seperti yang Bapak minta.”
12928Please respect copyright.PENANAqP7vbB8mfF
12928Please respect copyright.PENANA4i7usUHLT7
12928Please respect copyright.PENANAd8IeQNnClZ
Pesan berikutnya ia ketik lebih lama, dengan mata berkaca-kaca:
Dian:
“Tolong… jangan buat aku malu kalau sampai ada yang tahu.
Saya melakukan ini hanya demi suami saya, Pak.”
12928Please respect copyright.PENANAmutJpldUCW
12928Please respect copyright.PENANAOp2Np7T9Nf
12928Please respect copyright.PENANA75LrzFST4J
Setelah pesan terkirim, Dian menutupnya dengan kedua tangannya. Ponsel ia letakkan di dada, seolah sedang memeluk sebuah rahasia besar yang tak boleh bocor.
12928Please respect copyright.PENANAlL28x06GY3
Tak lama kemudian, balasan Pak Surya masuk:
12928Please respect copyright.PENANAHCNlW7vcE8
Surya:
“Tenang saja, Dian…tak ada yang akan tahu.
Malam ini,Aku tunggu.”
---
Tiba di Rumah Surya
12928Please respect copyright.PENANA3OV47iPIcU
Jam hampir pukul 21:00 ketika Dian sampai di depan rumah Surya. Rumah itu tampak sepi dari luar, lampu teras menyala. Ia berdiri sejenak di depan pintu, menahan napas, sebelum akhirnya mengetuk pelan.
12928Please respect copyright.PENANAGvaJIYIaX4
Pintu terbuka.Surya muncul dengan wajah serius namun senyum samar menyingging di bibirnya.
12928Please respect copyright.PENANA0pME7fB6od
Surya:
“Masuklah,.”
12928Please respect copyright.PENANAOsOy6Jxf8w
12928Please respect copyright.PENANAevZWn3AHfG
12928Please respect copyright.PENANAu1TZ5OIfwu
Dengan langkah ragu, Dian masuk ke ruang tamu. Tangannya ia satukan di depan tubuhnya, berusaha menutupi kegugupannya.
12928Please respect copyright.PENANAr6hdGJe6C0
Namun sebelum ia sempat duduk, Pak Surya mendekat, mengamati lekat dari ujung rambut hingga ujung kaki.
12928Please respect copyright.PENANADDQSnBZuDq
Surya (suara rendah, penuh tekanan):
“Saya ingin memastikan dulu… Anda benar menuruti pesanku?”
Ibu Dian menunduk, wajahnya memerah karena malu. Ia berbisik hampir tak terdengar:
Ibu Dian:
“I-iya, Pak… saya tidak memakai BH dan Celana.”
Surya tersenyum puas, matanya berbinar. dia meraih gaun bagian bawah, menariknya untuk memastikan.
12928Please respect copyright.PENANAYQeVDTAlp7
Surya (mendesis):
“Bagus… ternyata kau menurut.
Malam ini akan menjadi awal yang panjang, Dian.”
12928Please respect copyright.PENANAWfWPbmz75f
12928Please respect copyright.PENANAXqFXOA91VJ
12928Please respect copyright.PENANAp03ghKzG9t
Dian menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tubuhnya gemetar.
12928Please respect copyright.PENANARPjN5UOIiR
Dian:
“Pak… tolong jangan lama-lama… suami saya bisa curiga kalau saya keluar terlalu lama.”
Surya hanya terkekeh pelan, matanya menatap penuh kuasa.
12928Please respect copyright.PENANAcCXtTGaXKf
Surya:
“Lima tahun ke depan, akulah yang menentukan
waktunya, bukan kau. Ingat itu, Dian… ”
---
Dian masih duduk di tepi kasur dengan tangan meremas ujung gaunnya, matanya menunduk ke dalam. Nafasnya tersengal, tubuhnya kaku bagai patung.
12928Please respect copyright.PENANAs9Ar5gyr2y
Surya berdiri di depannya, menatap wajah cantik yang terlihat rapuh di bawah cahaya lampu redup. Ia membungkuk perlahan, mendekat, hingga wajah mereka hanya terpisah sejengkal.
12928Please respect copyright.PENANAvqECWokFzg
Surya (berbisik, suara berat):
“Dian… malam ini biar aku yang membimbingmu. Jangan melawan… nikmati saja.”
12928Please respect copyright.PENANApD62w7vnRt
12928Please respect copyright.PENANA8L9AAuQ4dt
12928Please respect copyright.PENANAMcMT9bkZXK
Sebelum Dian sempat menjawab, bibir Surya menempel kuat di bibirnya. Ciuman itu bukan sekedar sentuhan, melainkan dorongan penuh hasrat, rakus dan mendominasi.
'mmmmppl,sruuuuppp..sllurrrppphhh..sluuurppphhh..ummmmhhppp
Dian terperanjat, matanya terbuka lebar, tangan otomatis menahan dada Surya. Namun kekuatan pria itu terlalu besar. Perlahan-lahan, perlindungannya runtuh. Ia memejamkan mata, membiarkan ciuman itu berlangsung, meski hatinya penuh dengan rasa bersalah.
12928Please respect copyright.PENANAIpOZk3nQjw
Surya menggerakkan tangannya, ke belakang leher menariknya lebih dekat, sementara yang lain melingkari erat pinggangnya. Napas mereka bercampur, suara lirih erangan Surya memenuhi kamar.
dian 'mmmmm..mmm..mmmmhhh
Surya (mendesis di sela ciuman):
“Mmhh… bibirmu, Dian… manis sekali… lebih dari yang kubayangkan.”
12928Please respect copyright.PENANAMMVp7FjeFj
12928Please respect copyright.PENANAi7T2oL5OQP
12928Please respect copyright.PENANAHB7Nw61Prb
Dian mencoba menoleh, ingin menghindar, tapi ciumannya semakin dalam. Ia akhirnya pasrah, hanya bisa menutup mata rapat, membiarkan air mata jatuh perlahan di pipinya.
12928Please respect copyright.PENANA0jUGvfZrff
Ranjang berderit ketika Surya menekan tubuhnya perlahan ke atas kasur, mencium penuh hasrat itu menjadi awal dari pergumulan panjang yang akan menjerat Dian lima tahun ke depan.
---
Tangan kasar Surya perlahan bergerak dari pinggang naik ke arah dada. Ia meraba melalui kain tipis gaun hijau itu, lalu berhenti sejenak untuk merasakan detak jantung Dian yang berdebar kencang.
12928Please respect copyright.PENANAvFXMkWJCc5
Dian menggigit bibir, matanya memejam erat. Tubuhnya kaku, tangan mengepal di atas sprei.
12928Please respect copyright.PENANAdbAkEl1eRw
Dian (lirih, bergetar):
“Pak… tolong… jangan lama-lama…”
12928Please respect copyright.PENANAIjxDqmKPQa
12928Please respect copyright.PENANAuErcNJzw0K
12928Please respect copyright.PENANAuM3ZgEMxTu
Surya hanya tersenyum puas. Jemarinya meremas dengan lembut, lalu semakin menekan, membuat desisan keluar dari bibir..
dian' ahhhh mmmmhh
12928Please respect copyright.PENANAcV6CWz6WU9
Surya (mendesah, menengadah):
“Ahh… ini… payudara kamu kencang bulat…
Lembut sekali, Dian… tubuhmu benar-benar hadiah terindah dalam seumur hidup.”
12928Please respect copyright.PENANAt32hQqmlGf
12928Please respect copyright.PENANAOliDx4GfpB
12928Please respect copyright.PENANAZXR32Z8yz6
Ia memejamkan mata, menengadah ke atas sambil menghela nafas panjang, seakan sedang merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan.
12928Please respect copyright.PENANAkmXjmg3wv8
Tangan lainnya berada di sisi tubuh Dian, membuat perempuan itu hanya bisa memejamkan mata. Air matanya jatuh di pipi, tapi ia tetap diam, pasrah pada perjanjian yang sudah ia sepakati.
12928Please respect copyright.PENANAioA4S89FW1
Surya kembali menunduk, membusikkan kata-kata di telinga Dian dengan suara serak penuh gairah:
12928Please respect copyright.PENANAS0tSZxlPzM
Surya:
“nikmati saja,… semakin kau melawan, semakin aku menginginkanmu.
Nikmati saja… malam ini kau menjadi milikku sepenuhnya.”
12928Please respect copyright.PENANALmYPcMsN7H
Dian hanya menahan nafas, menutup mata, membiarkan sentuhan itu terus berlanjut, sementara desisan Surya semakin dalam dan berat.
---
'slurrrphhh slurrrrpppp slurrrpmmm'
Surya mendekatkan penis ke vagina dian, dan dengan penuh nafsu ia menusuknya...
'aaaahhhh....desahan dian keluar tak mampu menahannya
12928Please respect copyright.PENANAFztBvw3usU
Surya (dengan suara berat):
“Ahhh… ini… ini yang aku mau…
Kau luar biasa, Dian… tubuhmu sempurna…
12928Please respect copyright.PENANAAf1wGsDoF5
Dian menggigitnya, menahan perasaan campur aduk. Air mata menetes, membasahi bantal. Ia berusaha meyakinkan diri, mengingat wajah suami ketika nanti meraih kemenangan
'ahh ahh ahhh,desahan dian ketika surya menggerakan pinggulnya
Surya 'aahhh ahh ahhh ahh
Surya makin larut dalam kenikmatan, wajahnya mendongak ke langit-langit kamar, kedua matanya terpejam, seolah sedang mabuk dalam kepuasan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Nikmat… sungguh nikmat, Dian… kau membuatku lupa dunia…”
12928Please respect copyright.PENANA0FEdZb1FYg
---
Surya (mendesah sambil menatap Dian):
“Ahhh… tubuhmu luar biasa… kau memang dilahirkan untuk memanjakanku…”
12928Please respect copyright.PENANAM0NTjkhk2U
Dian (terengah-engah, mulai melayang):
“Pak… ahhh…ahhh…jangan bilang begitu… saya… hanya ingin membantu suami ahhh ahhh ahhh…”
12928Please respect copyright.PENANA0hMCGoE0CN
Surya (menekan, senyum puas):
"Justru itu,ahhh..aahh.. Dian. Dengan caramu ini, suamimu akan menang. Kau adalah kunci kemenangan."
12928Please respect copyright.PENANAyzMBzIHnmV
Surya (menatap tajam, berbisik di telinga):
“Tidak salah… nikmati saja. Semakin kau memberi, semakin aku memastikan suamimu terpilih.”
12928Please respect copyright.PENANA2scBf3ne5e
Dian (menggigit bibir, terisak bercampur desahan):
“Pakkk ahh ahhh Saya… saya takut ahh ahh ahh ahhh…”
12928Please respect copyright.PENANAvUWASyTorS
Surya (membelai, penuh nafsu):
"ahhh ahhh sudahlah, Dian. Kau milikku malam ini sampai lima tahun ke depan. Katakan kau setuju..."
12928Please respect copyright.PENANAivaJjsXGvK
Dian (menutup mata, pasrah sekaligus hanyut):
“aah..ahh.ahh...ahhh…iyahhhh, Pak… asaaalll aahhh suami saya benar-benar jadi kepala desa…”
12928Please respect copyright.PENANAX5cAgE5qvB
Surya (tersenyum lebar, mendesah puas):
“Itu dia… begitu manis suaramu… tubuhmu jujur, meski hatimu menolak. Aku suka itu, Dian.”
12928Please respect copyright.PENANAy1alxp6jaf
---
Surya (mendesah, suara berat):
“Ahhh… Dian… sekarang… coba menungging untukku…”
12928Please respect copyright.PENANAodyZl7bmPK
Dian (terengah, ragu):
"aahh iyahhh paaaakkhh”
12928Please respect copyright.PENANAaogls3Skeo
Surya (mendesah keras, semakin bernafsu):
“Hhh… iya… begitu… ya Tuhan, indah sekali… jangan malu, tunjukkan padaku…”
12928Please respect copyright.PENANA0P3aibGfd3
Dian (mulai hayut, mengerang pelan):
“Ahh… Pak… ahh ahhh ahhhh”
12928Please respect copyright.PENANAOazvzITAcO
Surya (dengan napas memburu):
“Hhh… nikmati saja, Dian… yaaa… begitu… tubuhmu luar biasa… ahhh…”
12928Please respect copyright.PENANAhIYGjllMG5
Dian (menahan, tapi terbawa arus):
“Paaak ahhh ahhh ahhhh aahh ahhh…”
12928Please respect copyright.PENANAIRtZfnh4PB
Surya (mendesah panjang, penuh puas):
“Hhh… memang itu yang kuinginkan… kau harus menikmatinya… biar aku makin sulit melepasmu…”
12928Please respect copyright.PENANAJeQmJHsLdc
Dian (terisak bercampur desahan):
“Ahhh…saya…aahhhh…aahhhhh..enakkkk…aahjj
12928Please respect copyright.PENANAnKhvDXRlBr
Surya (teriak tertahan, penuh hasrat):
“Hhh… ya, Dian… teruskan… jangan berhenti… buat aku gila malam ini....
“Hhh… itu dia… suara itu… ahhh, aku suka sekali, Dian… kau sempurna…”
---
Surya (mendesah keras, suara parau):
“Ahhh… Dian… aku… sudah tak tahan lagi… hhh…”
12928Please respect copyright.PENANAzIPzPSWLWU
Dian (terengah, tubuh gemetar):
“Pak…saya juga…saya juga mau keluar…ahhh…”
12928Please respect copyright.PENANA95hPy5NT5o
Surya (menahan napas, hampir berteriak):
“Hhh… aku ingin mengeluarkan… di dalam… boleh, ahh..ah Dian?”
12928Please respect copyright.PENANAU5iYRlNCiG
Dian (terisak, tapi terbawa arus):
“Ahhh… iya, Pak…silahkan ahh..ahh saja… saya izinkan… hhh…”
12928Please respect copyright.PENANAoIteC3wa29
Surya (mendesah panjang, penuh puas):
“… ahhh… luar biasa, Dian… aku… aku keluarrrrrrr sekarang… hhh…”
12928Please respect copyright.PENANA8sJT6etz8q
Dian (menyambut dengan erangan tertahan):
“Ahhh…saya juga, Pakkk…..
crrottt crotttttt crotttt...
dian dan surya keluar bersamaan
Surya (teriak tertahan, lalu desahan melemah):
“Ahhh… Dian… selamat sekali memekmu…
12928Please respect copyright.PENANAYl7Mn2SeoU
Dian (napas terengah-engah, suara lirih):
Surya (tersenyum puas, masih mendesah):
“Hhh… mulai malam ini… kau resmi jadi milikku, sampai masa jabatan suamimu berakhir…”
12928Please respect copyright.PENANAbzAUKBROTi
Dian (diam sejenak, lalu berbisik pasrah):
“…Saya mengerti,pak hhhh hhhh (dengan nafas yang masih ter engah engah…”
---
Dian menarik napas panjang, merapikan kembali gamis hijau yang tadi menjadi simbol kemenangan suami, kini terasa penuh beban rahasia. Rambutnya masih kusut, wajahnya memerah, namun ia memaksakan senyum kecil saat Surya meraih tangannya.
12928Please respect copyright.PENANAs9EQh2Oftc
Surya (berbisik lembut):
“Dian… kau sudah menepati janji. Mulai malam ini, kau milikku. Ingat, kapanpun aku memanggil, kau harus datang.”
12928Please respect copyright.PENANAnEOKjTqJLI
Dian hanya mengangguk pelan. Tubuhnya lelah, tetapi pelukan hangat Surya yang terakhir membuatnya bingung, antara jemu, pasrah, dan sesuatu yang tak bisa ia pungkiri: ada kegembiraan nikmat yang tadi sempat menguasai dirinya.
12928Please respect copyright.PENANAo0Wbp7fxRY
“Assalamu'alaikum…” bisik Dian lirih saat keluar rumah, meski tak ada yang menjawab.
12928Please respect copyright.PENANAx1fxqj6m89
Ia berjalan cepat melewati jalan sepi persawahan. Langkahnya gemetar, hati waswas kalau ada yang melihat.
12928Please respect copyright.PENANAw0kQONGTFr
Sesampai di rumah, suara tawa dan ngobrol masih ramai. Para tetangga dan suami memenuhi halaman. Dian menunduk, masuk lewat pintu belakang, lalu segera menuju kamar mandi.
12928Please respect copyright.PENANAoGIXwkFZ2d
udara dingin menyapu tubuhnya, guyuran airia melakukan berulang-ulang seolah ingin menghapus jejak yang menempel. Namun setiap tetes air justru memunculkan bayangan wajah Surya, desahan, dan kata-kata janji yang masih terngiang.
12928Please respect copyright.PENANAmRgvm9TieY
Selesai mandi, ia berbaring di kamarnya. Suara orang-orang di luar masih terlihat bahagia, sementara matanya menerawang kosong ke langit-langit.
12928Please respect copyright.PENANAk0C3S8QYtS
Dian (berbisik pada dirinya sendiri):
"Apa yang sudah aku lakukan? Ini demi suami… demi keluarga… tapi… kenapa rasanya masih teringat jelas… dan aku…”
12928Please respect copyright.PENANAvrdKQbOqeN
Ia menutup mata, air mata jatuh perlahan. Antara penyesalan yang menghantui dan rasa nikmat yang menjadikannya takut, Dian akhirnya terlelap, tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari.
12928Please respect copyright.PENANAAjsg7OSqPI
12928Please respect copyright.PENANAKYhAflUv2K
---