Pagi itu, Desi baru saja selesai mencuci pakaian di halaman belakang rumahnya. Sinar matahari pagi menyusup lembut melalui celah-celah dedaunan, udara mulai terasa panas meski waktu masih menunjukan pukul sembilan pagi. Dengan gerakan anggun yang khas, Desi menuangkan tumpukan pakaian basah dari mesin cuci ke dalam ember besar, air menetes-netes membasahi lantai semen.
1373Please respect copyright.PENANAJP21DMzYBY
1373Please respect copyright.PENANAnULs0HzLB5
1373Please respect copyright.PENANAf6zgDPdW6X
Tubuhnya yang mungil— dengan tinggi seratus lima puluh lima centi meter dan berat lima puluh lima kilogram—terlihat begitu menggoda dalam balutan daster ungu tipis sepanjang lutut, yang kini sedikit basah menempel erat pada kulitnya yang putih mulus seperti batu pualam.
1373Please respect copyright.PENANAv6JX5L7Luy
1373Please respect copyright.PENANATZosBnpUF2
1373Please respect copyright.PENANAxrmiZHpC0X
Rambut panjangnya yang mencapai bahu diikat asal-asalan, beberapa helai menjuntai liar menempel di lehernya yang berkeringat ringan, menambah pesona alami pada wajahnya yang oval lembut dengan bibir penuh dan mata almond yang selalu memancarkan daya tarik halus.
1373Please respect copyright.PENANAP3yWxhDRdC
1373Please respect copyright.PENANAYOeOq38vjE
1373Please respect copyright.PENANAhMacgD9Qv9
Desi mengangkat ember itu dengan kedua tangan, payudaranya yang montok berukuran tiga puluh enam dengan cup C bergoyang pelan di balik bra hitam yang samar-samar terlihat melalui kain tipis daster, menciptakan siluet menggairahkan saat ia berjalan ke halaman depan.
1373Please respect copyright.PENANAVhCuw30p3R
1373Please respect copyright.PENANApPiNtXSJ5G
1373Please respect copyright.PENANAe7cjPoKfEu
Bokongnya yang bulat dan berisi bergoyang ritmis mengikuti langkahnya, menonjolkan lekuk tubuh curvy-nya yang sering disebut gemoy oleh tetangga. Celana dalam hitamnya pun ikut terbayang samar, menambah aura sensual yang tak disengaja pada setiap gerakannya yang lambat dan mengalir seperti tarian pagi.
1373Please respect copyright.PENANA4UWoeqSS6X
1373Please respect copyright.PENANAHeBR2o6BDi
1373Please respect copyright.PENANAkINUNR4oC3
“Bu Desi, air galonnya masih ada?” Suara Mang Udin, penjual air galon langganannya yang setia, memecah kesunyian pagi yang tenang. Mang Udin masih duduk diatas motornya yang penuh dengan air galon, matanya tak bisa lepas dari sosok Desi yang sedang menjemur pakaian di tiang jemuran yang cukup tinggi.
1373Please respect copyright.PENANAeG4T6hh3El
1373Please respect copyright.PENANAuA2f0XGA1v
1373Please respect copyright.PENANAMh2hN6LXTh
Kulit putih bersih Desi berkilau di bawah sinar pagi, keringat tipis menetes dari dahinya, mengalir pelan ke lehernya yang ramping, membuat rambutnya yang diikat longgar tampak semakin acak-acakan dan menggoda. Daster ungu itu, yang kini basah di bagian dada dan pinggul, memperlihatkan cetakan tubuhnya dengan jelas—payudara penuh yang naik turun saat ia meregangkan tubuh untuk menggantung pakaian, dan pinggul lebar yang menekankan bentuk sintalnya.
1373Please respect copyright.PENANAPfppR3nR6s
1373Please respect copyright.PENANAtRAf57xrBY
1373Please respect copyright.PENANAqTqQiWbhzw
Saat Desi menunduk untuk mengambil sepotong pakaian dari ember, bokong besarnya terangkat sedikit, bergoyang perlahan dengan gerakan yang begitu alami dan memikat. Ia menoleh ke arah Mang Udin, senyum manis menghiasi wajahnya, dan saat itu belahan dadanya yang dalam terbuka lebar, memperlihatkan lekuk payudaranya yang lembut dan putih. Mang Udin menelan ludah keras, tatapannya terpaku pada pemandangan itu, jantungnya berdegup kencang melihat bagaimana Desi bergerak dengan begitu percaya diri, setiap inci tubuhnya seperti undangan diam-diam.
1373Please respect copyright.PENANAi0ieMvLERa
1373Please respect copyright.PENANAK06hMe73oC
1373Please respect copyright.PENANA8iVrhbF6IX
“Eh kebetulan mang Udin lewat, isi satu ya mang” Kata Desi sambil tersenyum.
1373Please respect copyright.PENANA377PjQOZGY
1373Please respect copyright.PENANAyII0x8CVR4
1373Please respect copyright.PENANAijceWhiQid
Dengan semangat, mang udin mematikan motornya lalu Ia mendekatkan motornya sedikit ke pagar berdiri disamping motornya dan tersenyum lebar, matanya masih menyapu lekuk tubuh Desi dari atas ke bawah sebelum akhirnya bertemu dengan pandangannya.
1373Please respect copyright.PENANA3PD47Xk1rV
1373Please respect copyright.PENANAf4JUszAhkF
1373Please respect copyright.PENANASO9AKnnMS8
“Lho koq diam aja sih mang?” Ayo cepat bawa galonnya ke dalam rumah. Kata Desi sambil melangkahkan kakinya masuh ke dalam rumah.
1373Please respect copyright.PENANAslNT0MeX2x
1373Please respect copyright.PENANAQUwi0Pnv8Y
1373Please respect copyright.PENANA0OZ8DnDkOO
Seketika Udin tersadar dari lamunannya dan mengambil segalon penuh air dan membopongnya kedalam rumah. Di dalam Desi sedang mengangkat galon yang sudah kosong dari atas dispenser ia mengangkatnya dan meletakannya di lantai sambil membungkuk membelakangi Udin.
1373Please respect copyright.PENANAwPnLosNk2k
1373Please respect copyright.PENANAsZeNGsFEMm
1373Please respect copyright.PENANAEQlrib8lD5
Celana dalam hitam Desi nampak berbayang dari balik daster ungu tipis yang dikenakannnya, bongkahan bokongnya terlihat padat menggoda tercetak sempurna membuat dada Udin pria berusia tiga puluh lima tahun itu berdesir dan tak ingin mengalihkan pandangannya dari bokong Desi.
1373Please respect copyright.PENANAGLieduA9WU
1373Please respect copyright.PENANAElyb9cW6HQ
1373Please respect copyright.PENANAimf6meUgV6
“Lho, koq diam aja sih mang? Ayo naikin!” Katanya sambil meluruskan tubuhnya kembali, payudaranya bergoyang ringan seolah menari mengikuti gerakannya.
1373Please respect copyright.PENANA1gsg0zMtCK
1373Please respect copyright.PENANAa2hIssasPv
1373Please respect copyright.PENANAXbkymixPQu
“Apanya bu yang di naikin?” Suaranya rendah dan penuh nada genit.
1373Please respect copyright.PENANAyRuNrrlWVI
1373Please respect copyright.PENANAbX33MTgkhZ
1373Please respect copyright.PENANAWTLIp6JR3L
“Ya, galonnya dong yang dinaikin ke dispenser, emang apaan yang mau dinaikin?” Kata Desi dengan senyum tipis di bibirnya.
1373Please respect copyright.PENANAMS1OjELq84
1373Please respect copyright.PENANAbcrOVo6rne
1373Please respect copyright.PENANApJGctRliLc
Udin sambil terkekeh menaikan galon yang berisi penuh yang sedari tadi ia bopong keatas dispenser “Kirain bu Desi mau saya naikin juga, hehehehe”
1373Please respect copyright.PENANAYJ8goWlbD5
1373Please respect copyright.PENANATqY8O5zSce
1373Please respect copyright.PENANAPWo6sueCl3
“Ha? Masa saya disamain sama motor tuanya mang udin yang sering mamang naikin? Hahaha…” Ucap Desi dengan nada bercanda sambil meraih dompet kecilnya diatas meja.
1373Please respect copyright.PENANAlcR7smd9KA
1373Please respect copyright.PENANAXNWNkilGv0
1373Please respect copyright.PENANAoDCq6HtpXF
“Wah, beda dong bu, kalo naik motor butut itu, biasanya pinggang saya yang pegel. Kalo naikin ibu, dengkul saya yang lemes. Hehehehe” Kata Udin sambil tertawa memperlihatkan deretan giginya yang tak rapih.
1373Please respect copyright.PENANA8nUch8FlPj
1373Please respect copyright.PENANAN1c5KZCTIE
1373Please respect copyright.PENANA7M5g5L3bDO
“Yee… Si mamang, pagi-pagi fikirannya udah kotor aja. Makanya nikah mang, biar bisa naikin istrinya, bukan naikin motor butut itu terus” Kata Desi sambil menyerahkan uang untuk membayar galonnya.
1373Please respect copyright.PENANAETtLcdyMDw
1373Please respect copyright.PENANA41hupnrWKa
1373Please respect copyright.PENANABDB2iWi1fq
Udin menerima uang tersebut sambil sengaja memegang tangan Desi, “Hehehehe… Belum ada yang cocok Bu” Kata Udin sambil memasukan uangnya ke tas pinggang.
1373Please respect copyright.PENANAlIa9KrqFz1
1373Please respect copyright.PENANAGBM5ZsIXdU
1373Please respect copyright.PENANA4sAY4Oftt8
“Emang cari yang kaya gimana sih mang?” Tanya Desi penasaran.
1373Please respect copyright.PENANAMPXhW2yCLL
1373Please respect copyright.PENANAzHuiNumZGv
1373Please respect copyright.PENANAvf7J48zFtA
“Yang semok, kaya bu Desi, Hehehehe” Mata Udin kembali menatap payudara Desi.
1373Please respect copyright.PENANAvoWGPPfASm
1373Please respect copyright.PENANAUvdVrtBAY2
1373Please respect copyright.PENANAOGyU8lp92I
“Ish… Sukanya yang semok-semok” Desi menghentikan kalimatnya lalu menatap kearah selangkangan Udin “Kaya punyanya gede aja, hehehehe”
1373Please respect copyright.PENANAUryCvOyRKM
1373Please respect copyright.PENANA7YRSpTkAPv
1373Please respect copyright.PENANAdqbY5BmpTS
“Hahaha… Punya saya emang nggak gede banget bu, tapi lincah kaya motor bebek dua tak” Mereka berdua tertawa, meski candaannya sedikit vulgar.
1373Please respect copyright.PENANAWH5a8y6p7d
1373Please respect copyright.PENANAB4MUaLyfag
1373Please respect copyright.PENANAhLrUj44A1B
“Hihihihi, si mamang bisa aja. Udah sana keliling lagi. Nanti ditungguin sama ibu-ibu lain yang butuh air” Ucap Desi.
1373Please respect copyright.PENANAMEiNIzaq8s
1373Please respect copyright.PENANAcNIs6KtW5L
1373Please respect copyright.PENANAS6igiIJe3b
Desi kembali melanjutkan aktifitasnya menjemur pakaian sementara Udin sudah berada diatas motor bebek bututnya. “Bu, kalo airnya udah abis, wa saya aja ya” Katanya, lalu menyalakan motornya yang sudah tua.
1373Please respect copyright.PENANAEktMBMUaw8
1373Please respect copyright.PENANAyfeKyRHnM4
1373Please respect copyright.PENANA2vvBXWVc9j
“Siap, Mang. Hati-hati di jalan,” balas Desi sambil melambai pelan, gerakan tangannya yang lentur menambah pesona pada sosoknya yang tetap berdiri di sana, daster tipisnya bergoyang ditiup angin pagi.
1373Please respect copyright.PENANAZjWBWoHQWe
1373Please respect copyright.PENANAAQq71V1Qcm
1373Please respect copyright.PENANAm8ieJDhmTc
Begitulah keseharian Desi—sejak menikah dengan Danang, hari-harinya diisi dengan rutinitas rumah tangga: mencuci, memasak, menyapu, menyiapkan makan siang untuk Darto, ayah mertuanya, dan menunggu suami pulang dari kantor. Hidupnya tenang, meski ada rasa canggung yang belum sepenuhnya hilang setiap kali berhadapan dengan sang mertua.
1373Please respect copyright.PENANAkdSvr8xDSg
1373Please respect copyright.PENANAWUX2bUVjmY
1373Please respect copyright.PENANAhnqm8Bl9Tk
Desi, wanita berusia dua puluh tujuh tahun, baru setahun menikah dengan Danang yang tiga tahun lebih tua darinya. Mereka masih tinggal di rumah Darto, ayah Danang, dengan alasan ingin merawat pria berusia lima puluh dua tahun itu yang telah lama hidup sendiri sejak kepergian mendiang istrinya.
1373Please respect copyright.PENANAaG2PoUt2Ow
1373Please respect copyright.PENANAOHsJz6Bte8
1373Please respect copyright.PENANAHdPMrDrMPu
Darto, pria berusia lima puluh dua tahun, sedang berada di perkebunan kelapa sawit miliknya. Tubuhnya masih kekar meski usianya sudah setengah abad, dengan tinggi sekitar seratus enam puluh lima sentimeter, rambut cepak yang mulai memutih, dan kulit gelap terbakar matahari.
1373Please respect copyright.PENANALbEAXayB4x
1373Please respect copyright.PENANAzeuoXNrDrF
1373Please respect copyright.PENANA5buyaSsS2F
Wajahnya tegas, jarang tersenyum sejak kepergian sang istri. Sehari-hari ia lebih banyak menghabiskan waktu di kebun—memeriksa tanaman sawit, atau sekadar duduk di teras sambil menyeruput kopi. Suaranya berat dan berwibawa, namun di balik ketegasannya terselip sisi humoris yang kadang muncul tanpa disadari, membuat orang di sekitarnya ikut tertawa.
1373Please respect copyright.PENANAUaWbhBaKNB
1373Please respect copyright.PENANANBASCVGpIH
1373Please respect copyright.PENANAqREsEqq3Vf
Seperti biasa, ketika matahari tepat di atas kepala, Darto pulang dari kebun mengendarai sepeda motornya. Perjalanan menuju rumah hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit mengendarai sepeda motor. Setiap siang, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan salat Zuhur dan menikmati makan siang buatan menantunya, Desi.
1373Please respect copyright.PENANAjFEXPE9tk5
1373Please respect copyright.PENANAR0mLBt2ztj
1373Please respect copyright.PENANAHOYt0IeuFs
Begitu masuk halaman, Darto mematikan mesin motornya dan meletakkan topi rimbanya di atas meja teras. “Assalamualaikum,” suaranya berat namun datar.
1373Please respect copyright.PENANA1crM4E3NUN
1373Please respect copyright.PENANAhXtGJ9xA7g
1373Please respect copyright.PENANAjNa4KndMnA
“Waalaikumsalam, Pak. Udah pulang?” sahut Desi yang sedang menata lauk di meja makan lalu menghampiri Darto untuk mencium tangannya.
1373Please respect copyright.PENANAcoWDdVR0Lv
1373Please respect copyright.PENANAflZejEi6VF
1373Please respect copyright.PENANAIwVZ8aiQ7M
“Iya.” Katanya singkat sambil mengibaskan handuk kecil di lehernya.
1373Please respect copyright.PENANAouUM94pejo
1373Please respect copyright.PENANAxE8topMtcn
1373Please respect copyright.PENANAyCaLGl2iha
Desi tersenyum kecil. “Mau langsung makan, Pak? Tadi Desi masak sayur asem sama ikan goreng.”
1373Please respect copyright.PENANARkUiuWg9hf
1373Please respect copyright.PENANAvrrcrAp24F
1373Please respect copyright.PENANALi3kDk5tGw
Darto hanya mengangguk, duduk perlahan di kursi dan mulai menyantap makanan yang dimasak oleh menantunya itu.
1373Please respect copyright.PENANATJMX0iMynx
1373Please respect copyright.PENANAkSf8f37wq4
1373Please respect copyright.PENANAc9Lxq20aqY
Sehabis makan siang biasanya Darto akan langsung menunaikan shalat Zuhur di rumahnya, lalu setelah itu biasanya ia kembali ke kebun atau malah menghabiskan waktunya di rumah saja. Seperti pada hari itu, Darto baru saja kembali dari halaman belakang rumahnya, tampaknya ia baru saja mengambil wudhu.
1373Please respect copyright.PENANAYyb3LTMy6E
1373Please respect copyright.PENANAKYjulbXfkC
1373Please respect copyright.PENANACn8HGXWUS6
Ia hanya mengenakan sarung yang melilit pinggangnya, dada bidangnya terbuka lebar, berkilau karena keringat yang masih menempel di kulitnya yang kecokelatan. Otot-otot tebal di dada dan bahunya menonjol jelas, urat-urat menonjol seperti tali kekuatan yang terbentuk dari tahun-tahun kerja fisik berat. Meski usianya sudah memasuki setengah abad, tubuhnya tetap kokoh, perutnya rata dengan garis-garis otot samar.
1373Please respect copyright.PENANAEWWcl673X1
1373Please respect copyright.PENANA6V6TKCbiI2
1373Please respect copyright.PENANAyqj6mRCZkh
Desi baru saja keluar dari kamarnya, berniat mengambil segelas air, ketika matanya menangkap sosok Darto yang baru saja muncul dari halaman belakang rumah. Darto tidak menyadari kehadiran Desi, yang diam-diam membeku di tempatnya, mata coklatnya melebar saat menatap dada lebar ayah mertuanya itu untuk pertama kalinya.
1373Please respect copyright.PENANAXBlnlQ3sMi
1373Please respect copyright.PENANA4Or6Dr2FnP
1373Please respect copyright.PENANAgrPnuSZb8M
Kulitnya yang kasar, ditandai bekas luka kecil dari kerja keras, membuat Desi merasa panas naik ke wajahnya. Ia seharusnya langsung berpaling, tapi kakinya seperti terpaku, jantungnya berdegup kencang saat bayangan aneh menyusup ke pikirannya.
1373Please respect copyright.PENANARIcUYvQ09w
1373Please respect copyright.PENANAOIYCe5zM72
1373Please respect copyright.PENANAbFnvW5WIdh
Rasa canggung membuncah di dadanya, tapi di balik itu, ada gelombang panas yang tak diundang merayap keseluruh tubuhnya. Desi menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis perasaan itu, tapi matanya tak bisa lepas dari bagaimana sarung Darto tergantung rendah di pinggulnya, mengisyaratkan kekuatan di bawahnya yang tersembunyi. Desi akhirnya berbalik pelan, menyelinap kembali ke kamarnya, lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
1373Please respect copyright.PENANA2sCgemicMo
1373Please respect copyright.PENANAHLFjToFHlm
1373Please respect copyright.PENANADVlNA8uabO
Sore harinya senja sudah mulai gelap, akhirnya suara deru mobil tua terdengar memasuki halaman. Desi yang sedang menonton tv di ruang tengah segera menuju pintu rumah dan melihat sedan tua berwarna biru tua berhenti di depan rumah. Dari balik kemudi, Danang turun sambil merapikan kemejanya yang sedikit kusut dan menenteng tas kerja.
1373Please respect copyright.PENANAoY1ur2YIDd
1373Please respect copyright.PENANAwABR6Mo4zT
1373Please respect copyright.PENANA2BuEmSGJ0Q
Danang, suaminya, pria berusia tiga puluh tahun—tingginya sekitar seratus tujuh puluh sentimeter dengan tubuh sedikit gempal. Rambutnya cepak dan selalu disisir rapi ke samping, kacamata tipis bertengger di hidungnya. Wajahnya bulat, kulitnya sawo matang, dan ada senyum lelah yang khas setiap kali ia pulang kerja.
1373Please respect copyright.PENANAqDAU4MM9Pw
1373Please respect copyright.PENANAwUUBnBFQCh
1373Please respect copyright.PENANAUhJQGJWIAX
Meski berstatus sebagai pegawai negeri di kantor pemerintahan daerah, gajinya tak seberapa jika dibandingkan teman-teman sebayanya yang bekerja di perusahaan swasta. Mobil tua yang dikendarainya itu adalah hasil tabungan bertahun-tahun—bukti kecil perjuangannya untuk terlihat mandiri di mata ayahnya. Ia tahu betul, masa depannya belum bisa disebut mapan, tapi setidaknya ia berusaha menapak dengan kakinya sendiri.
1373Please respect copyright.PENANAZsBfNWmKMx
1373Please respect copyright.PENANAmGAhu9V1ni
1373Please respect copyright.PENANArGakHqKx2h
Darto yang duduk di teras sejak sore menegakkan badan. “Udah pulang, Nang?” tanyanya dengan suara berat namun datar.
1373Please respect copyright.PENANAxCnYhcFap1
1373Please respect copyright.PENANAYj8hQOxO88
1373Please respect copyright.PENANA674uF4sLgQ
“Udah, Pak,” jawab Danang sopan sambil menyalami ayahnya. “Kebun gimana?”
1373Please respect copyright.PENANAbQYMIVnYIE
1373Please respect copyright.PENANAKQxihGzmcv
1373Please respect copyright.PENANA6UWTrSeQa0
“Ya gitu-gitu aja.” jawab Darto singkat.
1373Please respect copyright.PENANAJPZkmy17PT
1373Please respect copyright.PENANA44rfUIpxC0
1373Please respect copyright.PENANA8GHSehCQ02
Danang tersenyum, lalu melirik ke arah istrinya yang berdiri diambang pintu, “Des, makan malamnya nanti apa? Aku lapar banget nih.”
1373Please respect copyright.PENANA2cpwdNQ9k6
1373Please respect copyright.PENANARI6MsMA42U
1373Please respect copyright.PENANAO4Ojw9Q4CE
Desi menjawab sambil tersenyum kecil, “Tadi masak ikan goreng sama sayur asem mas”
1373Please respect copyright.PENANAGFZL6g8Qeb
1373Please respect copyright.PENANAp2E4Lce0Z1
1373Please respect copyright.PENANA5QgsIT17zh
“Wah, mantap. Pak, Danang masuk dulu ya” Katanya sambil berjalan menuju istrinya sementara Darto hanya mengangguk.
1373Please respect copyright.PENANAg8gnMLvVQ1
1373Please respect copyright.PENANAk9sioRTsn1
1373Please respect copyright.PENANA2B2WiDh2Je
Desi mencium tangan suaminya, lalu mereka duduk di sofa ruang tamu.
1373Please respect copyright.PENANAcRLmFAGrwY
1373Please respect copyright.PENANAoxgZ7ZJVXP
1373Please respect copyright.PENANAt3yAeV7Ebb
“Pulang juga akhirnya, kok telat sih, Mas?” tanya Desi sambil menatapnya dengan wajah sedikit manyun.
1373Please respect copyright.PENANAZUnZZkpaIk
1373Please respect copyright.PENANAB9MUkhvm4F
1373Please respect copyright.PENANAV5KEIA6Ib3
Danang terkekeh kecil. “Macet parah, rapatnya molor. Kepala bagian ngomongnya nggak selesai-selesai.”
1373Please respect copyright.PENANA6Bhm1TBg87
1373Please respect copyright.PENANAkUk0NYsS1g
1373Please respect copyright.PENANAu9afAKwrVV
“Mau aku buatin teh dulu atau kopi?”
1373Please respect copyright.PENANAROVR4zuy7t
1373Please respect copyright.PENANAlDnnan6Fsy
1373Please respect copyright.PENANAPhji68goYK
“Teh aja, Des,” ucap Danang sambil membuka kancing kemejanya dan menggulung lengan bajunya.
1373Please respect copyright.PENANASNDAYeufVh
1373Please respect copyright.PENANA9bFyoHcqoH
1373Please respect copyright.PENANAPhdTfbIM69
Tak lama kemudian, Desi kembali membawa secangkir teh hangat. Danang menyeruput sedikit, lalu menatap istrinya dari ujung kepala sampai kaki. “Kamu kenapa sih kalo di rumah pake daster jelek gitu? Seksi banget lagi,” protesnya sambil menggeleng.
1373Please respect copyright.PENANA9iJ0ZatrJO
1373Please respect copyright.PENANAZ1j4lXvL4k
1373Please respect copyright.PENANA4K2fUjn7c1
Desi melirik santai. “Iya nggak apa-apa dong, Mas. Lagian nggak ada yang liat juga. Yang penting kan nyaman.”
1373Please respect copyright.PENANAhQE8W1x625
1373Please respect copyright.PENANAVP8fMZyRlx
1373Please respect copyright.PENANAlP516qdssE
Danang memutar bola mata, lalu matanya berhenti di kalung perak di leher Desi. “Des, bisa nggak sih pake kalung yang lain aja? Jangan kalung salib itu.”
1373Please respect copyright.PENANAFLj10timax
1373Please respect copyright.PENANAbI1WT9tyJS
1373Please respect copyright.PENANA8rDqkUyZdv
Desi menatap suaminya, ekspresinya datar. “Emang kenapa sih?”
1373Please respect copyright.PENANAmwotZHaDrA
1373Please respect copyright.PENANAoOErdgPzO5
1373Please respect copyright.PENANAnKTEkM4mA0
“Iya… nggak enak aja sama Bapak,” jawab Danang pelan.
1373Please respect copyright.PENANAroLq9cvmnI
1373Please respect copyright.PENANANQB0Fbb9Sa
1373Please respect copyright.PENANAKhZFwDMqXD
“Bapak juga nggak protes kok.”
1373Please respect copyright.PENANAux1VRPvlVO
1373Please respect copyright.PENANAs1Bly2aPAh
1373Please respect copyright.PENANA6XuOLJy5Qr
Danang menarik napas panjang. “Kamu ini selalu aja keras kepala, susah banget dibujuk.”
1373Please respect copyright.PENANAn0okXtX5X1
1373Please respect copyright.PENANAUjvSE61Qd9
1373Please respect copyright.PENANAGMQUkuP8yR
Desi tidak menjawab, hanya tersenyum tipis. Udara sore terasa agak tegang di antara mereka.
1373Please respect copyright.PENANAVAHQEJnAC5
1373Please respect copyright.PENANAtcOOZ7xns4
1373Please respect copyright.PENANAlkEZEuhAuu
Mereka menikah hampir setahun lalu, setelah melewati begitu banyak perdebatan dan penolakan. Bukan karena status sosial, tapi karena keyakinan. Desi seorang Protestan, sementara Danang seorang Muslim. Di awal, Darto menentang keras. Ia bahkan sempat meminta Danang membatalkan rencana pernikahan mereka. Tapi setelah melihat putranya bersikeras, Darto akhirnya menyerah—meski jelas di matanya masih ada sisa kecewa yang sulit dihapus.
1373Please respect copyright.PENANAtNcrb6HASA
1373Please respect copyright.PENANAvDiDO3S02M
1373Please respect copyright.PENANA0Pw5MlX3vb
Danang sendiri sering merasa di tengah pusaran yang rumit. Di satu sisi, ia mencintai Desi apa adanya, tapi di sisi lain, tekanan dari ayahnya membuatnya terus mencoba menengahi hal-hal kecil—seperti soal kalung itu, atau cara Desi berdoa sebelum makan.
1373Please respect copyright.PENANA5w3YvJ9mVp
1373Please respect copyright.PENANAzutcVpIxPu
1373Please respect copyright.PENANAQRDuPY7Ne7
Namun Desi bukan perempuan yang gampang dibentuk. Ia lembut, tapi punya pendirian. Bagi Desi, cinta tidak perlu diukur dari keyakinan, dan rumah tangga tak seharusnya ditentukan oleh simbol di lehernya.
1373Please respect copyright.PENANAMAxqEFmEI1
1373Please respect copyright.PENANAt7KFzqAQ5r
1373Please respect copyright.PENANAwhq8mVYmLw
Di luar rumah, senja mulai turun perlahan. Suara jangkrik terdengar dari arah kebun, angin sore meniup gorden yang setengah terbuka. Dalam hati kecilnya, Desi percaya—perbedaan mungkin membuat jalan mereka lebih panjang, tapi cinta selalu tahu bagaimana caranya bertahan, bahkan ketika doa mereka tak lagi menuju arah yang sama.
ns216.73.216.13da2


