Pada hari kedua Lebaran, masjid kecil tempat Nuray mengabdi dipenuhi jamaah yang bersilaturahmi. Nuray, mengenakan gamis putih polos dan jilbab lebar, sibuk menyambut tamu dan membantu ibu-ibu menyiapkan hidangan. Banyak pria, dari yang lajang hingga yang sudah beristri, memanfaatkan momen maaf-maafan untuk mendekatinya. Mereka mengulurkan tangan lebih lama, beberapa bahkan meminta “cipika-cipiki” dengan senyum penuh maksud. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, ya, boleh dong peluk Lebaran,” kata Pak Surya, seorang pedagang, sambil memegang tangan Nuray erat. Nuray menarik tangannya dengan lembut, menjawab, “Maaf lahir batin, Pak, cukup salaman biar berkah.” Ia tetap tersenyum anggun, meski merasa risih dengan sentuhan yang berlebihan.
2274Please respect copyright.PENANANHJ9T8Xv0q
Di sela keramaian, Kiai Zainuddin, seorang pendakwah berusia 40-an yang sudah beristri, mendekati Nuray di dekat meja hidangan. “Nuray, MasyaAllah, auramu beda, pernah kepikiran jadi istri kedua kiai?” katanya dengan nada lembut, tapi matanya penuh harap. Nuray, yang sudah terbiasa dengan godaan, menjawab sopan, “Kiai, terima kasih, tapi saya masih ingin fokus belajar agama dulu.” Kiai Zainuddin mengangguk, meski tatapannya masih menggoda sebelum ia berjalan pergi. Nuray menghela napas, berdoa dalam hati agar tetap kuat menghadapi situasi seperti ini. Ia tahu masa lalunya sebagai bintang film dewasa masih membuatnya menjadi pusat perhatian.
2274Please respect copyright.PENANAoHMUMZ8PvR
Sore itu, Nuray diundang ke rumah Ustadz Hamzah, seorang tokoh dakwah terkenal, untuk halal bihalal. Dengan gamis biru tua yang longgar, ia datang bersama beberapa jamaah wanita, berharap ini hanya silaturahmi biasa. Setelah makan, Ustadz Hamzah mengajaknya berbincang di ruang keluarga, jauh dari tamu lain. “Nuray, saya lihat kamu wanita solehah, bersedia jadi istri saya? Kita bisa nikah siri dulu,” katanya serius. Nuray tersenyum kecil, menjawab, “Ustadz, saya sangat menghormati, tapi saya ingin mendalami ilmu agama dulu, mohon doanya.” Ustadz Hamzah mengangguk, tapi wajahnya menunjukkan kekecewaan saat Nuray pamit.
2274Please respect copyright.PENANAhyHpnXvnzM
Keesokan paginya, saat Nuray sedang merapikan karpet masjid, Pak Wahid, seorang jamaah beristri, mendekatinya untuk maaf-maafan. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, boleh cipika-cipiki dong, kan Lebaran,” katanya sambil mencoba memeluknya. Nuray dengan cepat menjaga jarak, berkata, “Maaf lahir batin, Pak, salaman saja ya, lebih afdal.” Pak Wahid tertawa, lalu berbisik, “Mbak, kalau mau nikah siri sama saya, saya siap kapan saja.” Nuray menjawab dengan tenang, “Terima kasih, Pak, tapi saya masih sibuk cari ilmu, doain ya.” Ia bergegas melanjutkan pekerjaan, berusaha mengabaikan tatapan nakal pria itu.
2274Please respect copyright.PENANAUaD41f21Yg
Undangan lain datang dari rumah Kiai Mustofa, seorang pendakwah senior, untuk acara silaturahmi Lebaran. Nuray hadir dengan penuh hormat, mengenakan gamis hijau zaitun yang menutup auratnya. Setelah acara, Kiai Mustofa mengajaknya ke ruang tamu, berkata, “Nuray, kamu wanita istimewa, saya ingin menikahimu sebagai istri kedua, kita bisa nikah sekarang.” Nuray terkejut, tapi menjawab dengan anggun, “Kiai, terima kasih atas kebaikan hati, tapi saya belum siap menikah, saya ingin fokus belajar dulu.” Kiai Mustofa mengangguk, tapi matanya masih penuh kekaguman. Nuray pamit dengan hati lega, bersyukur bisa menolak tanpa menyakiti.
2274Please respect copyright.PENANAPOVZdLrTt3
Saat Nuray sedang membagikan kue Lebaran di masjid, seorang pemuda bernama Fandi, yang masih lajang, mendekatinya. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, boleh peluk gak, kan tradisi Lebaran!” katanya dengan senyum genit. Nuray tertawa kecil, menjawab, “Maaf lahir batin, Mas, peluk sajadah aja biar lebih barokah.” Fandi tak menyerah, berbisik, “Mbak, saya serius, mau nikah siri sama Mbak, kapan aja siap.” Nuray menjawab dengan sopan, “Mas, saya nikah sama ilmu agama dulu, doain saya ya.” Ia berjalan pergi, berusaha menjaga suasana tetap ringan meski merasa tak nyaman.
2274Please respect copyright.PENANAkfgDivCg8b
Di lorong masjid, saat Nuray membawa nampan teh, Pak Rudi, seorang pedagang beristri, mendekatinya. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, tangannya lembut banget, ya,” katanya sambil memegang tangan Nuray lama. Nuray menarik tangannya perlahan, berkata, “Maaf lahir batin, Pak, semoga kita semua dimaafkan.” Pak Rudi kemudian berkata, “Mbak, kalau mau nikah siri, saya siap, lho, gak perlu ribet.” Nuray tersenyum, menjawab, “Pak, saya masih ingin belajar jadi hamba yang lebih baik, mohon doanya.” Ia bergegas ke dapur, berdoa agar hatinya tetap sabar.
2274Please respect copyright.PENANACPVGadG8oA
Di acara halal bihalal di rumah Ustadz Burhan, Nuray kembali menghadapi situasi serupa. Setelah tamu lain pulang, Ustadz Burhan berkata, “Nuray, kamu wanita luar biasa, saya ingin menikahimu, bisa resmi atau siri dulu.” Nuray, yang mulai terbiasa dengan tawaran ini, menjawab, “Ustadz, terima kasih, tapi saya belum siap menikah, saya ingin fokus belajar agama.” Ustadz Burhan mengangguk, tapi tatapannya masih penuh harap saat Nuray pamit. Ia merasa lega bisa menolak dengan sopan, meski hatinya kadang lelah dengan godaan yang berulang. Nuray berdoa agar Allah menjaga niatnya tetap murni.
2274Please respect copyright.PENANAIeWWoTmjsb
Saat malam Lebaran, Nuray diundang ke rumah Kiai Arif untuk silaturahmi. Setelah acara, Kiai Arif mengajaknya berbincang di ruang kerja, berkata, “Nuray, saya serius ingin menjadikanmu istri kedua, kita bisa nikah sekarang kalau kamu mau.” Nuray menjawab dengan anggun, “Kiai, saya sangat menghormati, tapi saya ingin mendalami agama dulu, mohon doanya.” Kiai Arif tersenyum, tapi matanya masih menatap Nuray dengan penuh kekaguman. Nuray pamit dengan hati tenang, bersyukur bisa menjaga prinsipnya. Ia tahu godaan ini adalah ujian imannya.
2274Please respect copyright.PENANALcW3CxaOI2
Di masjid, saat Nuray sedang menyapu halaman, seorang jamaah bernama Pak Taufik mendekatinya. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, boleh cipika-cipiki dong, kan Lebaran,” katanya sambil mencoba mendekat. Nuray menghindar dengan cekatan, berkata, “Maaf lahir batin, Pak, salaman saja ya, lebih berkah.” Pak Taufik tertawa, lalu berbisik, “Mbak, kalau mau nikah siri sama saya, saya siap sekarang.” Nuray menjawab, “Pak, saya nikah sama Al-Qur’an dulu, doain saya ya.” Ia melanjutkan menyapu, berusaha mengabaikan rasa risih.
2274Please respect copyright.PENANAhHbSAR0Kom
Godaan demi godaan membuat Nuray semakin terlatih untuk menjawab dengan sabar. Ia sering curhat pada Kiai Hasan, yang berkata, “Nuray, godaan ini ujian untuk memperkuat imanmu.” Nuray mengangguk, berkata, “Kiai, saya cuma ingin jadi hamba yang bermanfaat, bukan istri seseorang sekarang.” Kiai Hasan tersenyum, bangga dengan keteguhan muridnya. Nuray terus berdoa di sepertiga malam, memohon kekuatan untuk tetap di jalan taubat. Meski lelah, ia tak pernah menunjukkan kemarahan, memilih untuk tetap ramah.
2274Please respect copyright.PENANAwDuuE9CZkR
Para ibu-ibu di masjid memuji Nuray atas kelembutannya, tak tahu masa lalunya yang kelam. “Nuray, kamu solehah banget, pasti banyak yang naksir!” canda Ibu Siti saat membantu di dapur. Nuray tersenyum, berkata, “Doain saya dapat yang sholeh di waktu yang tepat, Bu.” Ia tahu masa lalunya membuatnya jadi sasaran godaan, tapi ia tak ingin terjebak lagi. Setiap tawaran nikah, baik resmi maupun siri, ia tolak dengan anggun, menegaskan bahwa ilmu agama adalah fokusnya. Nuray merasa hatinya semakin kuat, meski ujian terus datang.
2274Please respect copyright.PENANAHJEdoZG7gM
Di akhir Lebaran, Nuray tetap setia melayani umat, terutama wanita, dengan penuh keikhlasan. “Mbak Nuray, maaf lahir batin, kapan kita bisa dekat lagi?” canda Pak Dedi sambil memegang tangan Nuray. Nuray menjawab, “Dekat sama Allah dulu, Pak, lebih barokah.” Ia tersenyum, berjalan pergi dengan kepala tegak, tahu bahwa taubatnya adalah tentang menjaga iman. Meski godaan dari pria tak pernah berhenti, Nuray merasa damai dengan pilihannya. Ia berjanji untuk terus belajar, percaya bahwa cinta sejati akan datang di waktu yang ditentukan Allah.
2274Please respect copyright.PENANALoIeulCjBw
Nuray menutup hari Lebaran dengan doa di masjid, bersyukur atas kekuatan yang diberikan Allah. Ia tahu perjalanan taubatnya masih panjang, tapi ia merasa tak sendiri. Dukungan dari Kiai Hasan dan ibu-ibu masjid menjadi penopangnya. Godaan dari pria, baik yang lajang maupun yang beristri, ia anggap sebagai ujian untuk memperkuat hati. Nuray tetap fokus pada tujuannya: mendalami agama dan menjadi hamba yang bermanfaat. Di usia 29 tahun, ia belum menikah, tapi ia yakin Allah telah menyiapkan rencana terbaik untuknya.
ns216.73.216.13da2


