Bab 6 Godaan di Balik Tirai Rumah Sakit
9040Please respect copyright.PENANAswLbrUv8ZI
Setelah insiden berdarah di bukit, Yudas dirawat di rumah sakit kecil di desa terdekat. Lukanya cukup dalam, pisau yang menusuk punggungnya meninggalkan robekan yang menyakitkan, tapi dokter bilang nggak fatal cuma butuh istirahat total, jahitan rapi, dan obat antibiotik biar nggak infeksi. Haji Ismail, dengan kharismanya yang sopan dan tegas, langsung urus semuanya bayar biaya rumah sakit dari dana pesantren, kasih Yudas kamar pribadi yang sederhana tapi nyaman ranjang besi dengan selimut tipis, jendela kecil menghadap sawah hijau, dan bau obat yang menyengat udara.
9040Please respect copyright.PENANAWM21Rz3qrI
“Yuda, istirahat dulu, Nak. Semua urusan biar aku tangani. Kamu lagi lagi berjasa besar,” kata Haji Ismail saat pertama datang, suaranya lembut penuh kebijaksanaan, tangannya memegang bahu Yudas pelan, matanya penuh rasa syukur yang tulus.
9040Please respect copyright.PENANAm7FXHsHE5K
Tapi yang bikin Yudas betah di sana bukan cuma obat dan istirahat, melainkan kunjungan rutin dari Ustazah Halimah. Wanita itu merasa berhutang budi besar, karena Yudas rela terluka parah demi lindungi dia dari preman-preman itu. Setiap hari, dia datang dengan hijab rapi, gamis longgar yang menutupi tubuhnya, tapi Yudas bisa lihat bentuk tubuhnya yang padat berisi di balik kain itu tinggi 162 cm, berat sekitar 55 kg, seperti buah matang yang siap dipetik.
9040Please respect copyright.PENANANt0nfXvkAL
Payudaranya besar, selalu menonjol meski tertutup hijab lebar yang menutupi dada, membuat bayangan yang menggoda setiap kali dia bergerak.di Usianya yang baru 26 tahun, tapi sudah menikah enam tahun dengan lalu Ustaz Amin, suaminya yang sibuk ngajar di pesantren lama. Sayangnya, mereka belum punya anak, meski Ustazah Halimah sering berdoa dan ikhtiar dengan sabar. Wajahnya cantik alami, kulit putih mulus seperti susu, bibir tipis yang selalu tersenyum manis, mata cokelat lembut yang penuh kehangatan.
9040Please respect copyright.PENANAP1bXMGYFnG
Yudas sering ngelamun liat dia, pikirannya mulai liar bayangin bagaimana rasanya menyentuh tubuh itu, mencium bibir tipis itu, dan merasakan kelembutan yang tersembunyi. Dia mulai manfaatin kunjungan itu buat deketin Ustazah Halimah dengan rayuan halus yang kasar ala orang lapangan, to the point, sementara Ustazah Halimah selalu merespons dengan sopan, lemah lembut, dan tertutup seperti orang pesantren.
9040Please respect copyright.PENANAkrYX68JF8F
Hari pertama, Ustazah Halimah datang pagi-pagi, bawa termos bubur ayam hangat yang masih mengepul. Aroma ayam rebus dan jahe menyusup ke ruangan, bikin perut Yudas keroncongan. Dia masuk dengan langkah pelan, hijab putihnya rapi, gamis biru muda yang longgar tapi tak bisa sembunyikan lekuk tubuhnya yang padat.
9040Please respect copyright.PENANAS6YyN5zpku
“Mas Yuda, aku bersukur banget ada kamu Kalau nggak ada kamu, entah apa jadinya aku kemaren,” katanya, suaranya lembut penuh rasa syukur, seperti bisikan angin, sambil duduk di kursi samping ranjang, tangannya memegang tas kecil berisi makanan. Matanya menatap Yudas dengan kehangatan, tapi ada sedikit malu di baliknya, mengingat keberanian pria itu yang bikin hatinya tersentuh.
Yudas nyengir lebar, duduk pelan di ranjang meski punggungnya masih nyeri seperti ditusuk jarum panas setiap gerak.
9040Please respect copyright.PENANAkndaPaFFzP
“Wah, Bu Ustazah masak buat gw? Seperti istri aja nih. Enak banget pasti, aromanya aja enak Seperti orangnya,” katanya ceplas-ceplos, gaya bicaranya kasar tapi to the point, matanya nakal menatap Ustazah Halimah dari atas ke bawah, menghayati lekuk payudaranya yang menonjol di balik gamis. Dia ngerasa jantungnya berdegup kencang, nafsu mulai bangkit meski tubuhnya lemah pikirannya langsung ke arah liar, bayangin bagaimana rasanya meremas payudara besar itu.
9040Please respect copyright.PENANAy9lN3N7WPe
Ustazah Halimah tersipu, pipinya merah tipis seperti mawar mekar, matanya menunduk sopan.
“Ah, Mas yuda ini bisa aja. Ini cuma balas budi. Kami semua berterima kasih atas keberanian Mas,” jawabnya lemah lembut, suaranya seperti doa, tangannya sibuk menuang bubur ke mangkuk kecil. Dia merasa hangat di dada, tapi juga malu rayuan Yudas yang kasar bikin dia ingat suaminya yang selalu sopan, tapi ada sesuatu yang berbeda, lebih mentah dan menggoda.
9040Please respect copyright.PENANA2c9UrIz4GG
Yudas ambil mangkuk itu, makan lahap sambil mata nggak lepas dari Ustazah Halimah. “Bu ustaz, mata Ibu cantik banget, Seperti bintang. Tiap liat Ibu, luka aku Seperti ilang,” katanya lagi, suaranya serak karena sakit tapi penuh godaan, sendoknya berhenti di udara sementara dia hayati wajah Ustazah Halimah yang mulus.
Ustazah Halimah geleng-geleng kepala pelan, senyumnya melebar tipis, tapi hatinya berdebar. “Sudah, Mas. Makan dulu. Nanti aku ngaji buat kamu, ya. Biar hati tenang,” katanya sopan, suaranya merdu seperti alunan quran, tangannya memegang tasnya erat untuk sembunyikan gemetar. Dia merasa aneh rayuan itu kasar, tapi bikin dia merasa dihargai sebagai wanita, sesuatu yang jarang dia rasakan dari suaminya yang sibuk.
9040Please respect copyright.PENANAduTShCDiv8
Mereka obrolan panjang, Ustazah Halimah cerita soal pesantren dengan suara lembut, detail soal rencana rehabilitasi narkoba yang penuh harapan. Yudas dengerin sambil sesekali puji, “Suara Ibu pas cerita aja udah bikin hati adem. Seperti lagu, Bu. Ibu pasti hebat di ranjang juga, ya?” katanya tiba-tiba, kasar dan to the point, matanya menyipit nakal.
Ustazah Halimah kaget, pipinya memerah lebih dalam, tangannya menutup mulut pelan. “Astafirullah, Mas Yuda. Jangan bicara seperti itu. Itu tidak sopan,” jawabnya lemah lembut, suaranya gemetar tapi tetap tertutup, matanya menunduk menghindari tatapan Yudas. Tapi di hati, ada gelombang aneh penasaran yang dia coba tekan, karena sebagai istri orang pesantren, dia harus jaga adab.
9040Please respect copyright.PENANArtMRhM8CQt
Sore harinya, Ustazah Halimah datang lagi, bawa keranjang buah-buahan segar jeruk dan apel yang mengkilap. “Mas, ini jeruk dari kebun rumah. Seger, biar vitamannya cukup,” katanya, suaranya masih lembut, duduk di kursi dengan postur rapi, hijabnya menutupi dada yang menonjol.
9040Please respect copyright.PENANAkwFRphvzeL
Yudas ambil tangannya pelan saat nerima buah, jarinya menyentuh kulit Ustazah Halimah yang halus. “Bu, tangan Ibu lembut banget. Kalau boleh, aku pengen pegang terus nih,” katanya kasar, suaranya dalam, matanya menatap intens ke mata Ustazah Halimah, Ustazah Halimah tarik tangan pelan, tapi nggak marah, hanya tersenyum tipis. “Mas, jangan begitu. Aku sudah menikah. Ini cuma kunjungan sahabat,” jawabnya sopan, suaranya lemah lembut, tapi napasnya agak cepet, hati berdebar merasakan sentuhan itu yang hangat dan berbeda dari suaminya.
Yudas nyengir, nggak mundur. “Iya, Bu uztazahku.saya Cuma berkata apa adanya aja. Suami Ibu beruntung banget punya istri Seperti Ibu. Cantik, baik, dan… seksi,” katanya, kata terakhir dibisik pelan, bikin Ustazah Halimah kaget, tubuhnya merinding.
9040Please respect copyright.PENANAXsg6jwgyIV
“Mas! Jangan bilang gitu. Aku cuma biasa. Astafirullah, itu tidak pantas,” katanya, suaranya gemetar tapi tetap sopan, tangannya memegang hijabnya erat, hatinya campur malu dan anehnya, senang dipuji seperti itu.
Yudas pun melanjutkan lagi, “Bu, kalau aku sembuh, boleh nggak aku tetap bantu Ibu di proyek? Biar bisa liat Ibu tiap hari.senyuman bu Ustazah bikin hari hariku cerah,” katanya to the point, matanya penuh hasrat.
Ustazah Halimah cuma senyum tipis, “Kita lihat nanti,ya Mas. Yang penting sembuh dulu. Aku doakan selalu,” jawabnya lemah lembut, suaranya seperti doa, tapi di hati, ada rasa hangat yang dia coba abaikan.
9040Please respect copyright.PENANA7lg9QIHja3
9040Please respect copyright.PENANAaGu9ClI2qM
Hari kedua, rayuan Yudas makin intens, seperti api yang mulai membara. Pagi itu, Ustazah Halimah bawa nasi goreng spesial, aroma bawang goreng dan kecap menyusup ke ruangan. “Ini favoritku, Mas. Coba rasain,” katanya, suaranya merdu, duduk dengan anggun, gamisnya hari ini hijau muda, menonjolkan kulit putihnya.
Yudas makan lahap, mata nggak lepas dari Ustazah Halimah. “Enak banget, Bu. Seperti ciuman pertama,he he ” kata katanya kasar, suaranya serak penuh godaan, sendoknya sampai berhenti sementara saat dia menghayati bibir tipis Ustazah Halimah.
9040Please respect copyright.PENANAokzRaVInfB
Ustazah Halimah terbatuk kecil, “uhuk uhuk…Mas, jangan ngaco ah. Aku serius loh. Ini cuma makanan sederhana,” jawabnya sopan, suaranya lemah lembut, pipinya memerah, tangannya sibuk merapikan tasnya untuk sembunyikan kegelisahan.
9040Please respect copyright.PENANASLLDsRCKsR
Yudas ketawa pelan, “Bu ustaz, saya serius nih, Ibu bikin aku mikir yang nggak-nggak. Tubuh Ibu… padat berisi, bikin cowok mana aja pasti ngiler,” katanya to the point, matanya turun ke payudara Ustazah Halimah yang menonjol, ngerasa kontolnya mulai bergerak di bawah selimut.
9040Please respect copyright.PENANA7kDxbjQnJv
Ustazah Halimah memerah lebih dalam, “Mas Yuda! Itu nggak sopan. Aku pakai gamis longgar loh. Astafirullah, jangan bicara begitu,” katanya, suaranya gemetar tapi tetap tertutup, matanya menunduk, hati berdebar kencang, merasa aneh karena rayuan kasar itu bikin tubuhnya panas.
9040Please respect copyright.PENANAGAqvSEZmSF
Yudas nggak berhenti, “Justru itu, Bu. Meski tertutup, bentuknya tetep keliatan. Payudara Ibu… besar dan menggoda. Memang sungguh indah anugrah yang maha kuasa ya bu” katanya kasar, suaranya dalam, matanya membara.
Ustazah Halimah bangun tiba-tiba, “Sudah, Mas. Aku pulang dulu. Nanti sore aku dateng lagi. Astafirullah, ini tidak benar,jangan terlalu memuji” katanya lemah lembut, suaranya pecah, tangannya gemetar, tapi di hati, ada gairah yang dia coba tekan dengan doa.
9040Please respect copyright.PENANAcJg1IJcVTO
Tapi sore harinya, Ustazah Halimah tetep dateng, bawa sup ayam yang hangat. “Mas, jangan ulangin kata-kata tadi, ya. Aku cuma mau rawat kamu sebagai sahabat,” katanya sopan, suaranya lembut, duduk dengan jarak lebih jauh.
Yudas angguk, tapi mata dia nakal. “Oke, Bu. Tapi suara Ibu merdu banget pas ngaji kemarin. Bikin aku pengen denger terus. Ngaji lagi dong, Bu,” katanya, suaranya memohon tapi penuh rencana.
9040Please respect copyright.PENANAIH7RD75fgx
Ustazah Halimah ngaji pelan, suaranya merdu mengalun seperti sungai, ayat-ayat Alquran mengisi ruangan. Yudas terangsang lagi, kontolnya mulai tegak di bawah selimut. “Bu, kalau Ibu ngaji di telinga aku, pasti aku langsung sembuh,” katanya kasar, suaranya serak.
9040Please respect copyright.PENANAIraS1LJOzg
Ustazah Halimah berhenti, “Mas, cukup. Aku doakan saja dari sini. Astafirullah, jangan godain terus,” jawabnya lemah lembut, suaranya gemetar, tapi matanya sesekali lirik ke Yudas dengan rasa penasaran yang tersembunyi.
9040Please respect copyright.PENANA6CM7pYc4dE
9040Please respect copyright.PENANA1koZpBPOaj
9040Please respect copyright.PENANAp115Vu4z9d
Hari ketiga, godaan mencapai puncak, seperti badai yang sudah lama mengumpul. Ustazah Halimah datang sore, masih pakai mukena putih karena habis sholat Ashar di masjid rumah sakit. Aroma wangi mawar dari minyak wudhunya menyusup ke hidung Yudas. “Mas, aku mau sholat Maghrib di sini, ya. Biar nggak ketinggalan. Kamu nggak keberatan?” katanya sopan, suaranya lemah lembut, matanya menatap Yudas dengan kehangatan.
9040Please respect copyright.PENANAYg2Zc30hhV
Yudas nyengir dalam hati, “Silakan, Bu. Aku seneng liat Ibu sholat. Seperti malaikat,” katanya kasar, suaranya penuh godaan, matanya sudah membayangin adegan yang bakal datang.
9040Please respect copyright.PENANAUrwW4WhMY9
Ustazah Halimah tarik sajadah kecil dari tasnya, bentangkan di pojok ruangan, mukena putihnya menutupi tubuhnya sepenuhnya, tapi Yudas tahu di balik itu ada tubuh padat berisi yang menggoda. Dia mulai sholat, gerakannya anggun, suaranya pelan membaca takbir. Yudas pura-pura tidur, mata setengah tertutup, tapi ngintip dengan nafsu. Saat rukuk, pantatnya menonjol di balik mukena, besar dan bulat seperti buah semangka matang, kainnya menempel ketat karena posisi, membentuk lekuk yang sempurna. “Uuh, sayangnya pantat segede itu kalau nggak disodok,” batin Yudas, tangannya pelan menyusup ke bawah selimut, mengelus kontolnya yang mulai tegak,dan urat-uratnya berdenyut.
9040Please respect copyright.PENANAzHD1zrebnu
9040Please respect copyright.PENANAh9WoSKrGyk
Saat sujud, bentuk pantatnya Ustazah Halimah pun menjadi smakin jelas, kain mukena tipis menempel, membayangkan celah di baliknya. Yudas mulai membayangksn btsps nikmstnya bila bisa menyodok pantat itu,memnuat jadi penasaran seprti apa jeritan Ustazah Halimah yang sangat merdu saat mengaji.
9040Please respect copyright.PENANAxlAn9kK5r5
Kontolnya pun semakin tegak maksimal,dengan panjang 20 cm berotot, urat-uratnya menonjol seperti akar pohon, kepalanya merah mengkilap, dan karena tak sunat, kulupnya setengah menutup, di baliknya ada sedikit lemak putih kotoran yang menumpuk karena Yudas jarang cebok setelah pipis membuat aroma amis samar menyusup dari balik selimut.9040Please respect copyright.PENANA2bGXLn10Z9
jangan Lupa Follow dan Cek karya Lainnya ya
https://victie.com/novels/yudas_memasuki_pesantren9040Please respect copyright.PENANAsmPRJZuY9w


