Prologue
11521Please respect copyright.PENANA0PAp1SnZpx
Malam itu, angin sepoi-sepoi berhembus lembut, menyentuh gubuk reyot yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatra. Di dalam gubuk itu, tinggal seorang pria bernama Yudas Iskariot. Di usianya yang ke-34, Yudas menjalani hidup sebatang kara, menghabiskan hari-harinya memulung rongsokan di sepanjang jalan berdebu di pinggiran kota. Gubuknya, terbuat dari seng bekas dan kayu-kayu usang, berdiri di dekat jalur ramai yang dilalui truk dan mobil, namun sepi saat malam menjelang. Malam itu, Yudas baru saja pulang setelah seharian berkeliling dengan karung di pundak, mengumpulkan botol plastik, kaleng, dan besi tua untuk dijual ke pengepul.
11521Please respect copyright.PENANASwb7NwiZPI
Di tempat pengepul langganannya, Yudas biasa berkumpul dengan teman-teman sesama pemulung. Mereka duduk melingkar, menghirup lem dari plastik kecil yang membuat kepala terasa ringan dan hati sedikit lupa pada beban hidup. Tawa mereka pecah di antara cerita-cerita konyol dan candaan kasar.
11521Please respect copyright.PENANAcVoWWOXtYk
Di tengah obrolan ringan itu, Yudas sering terlarut dalam lamunan tentang hidup yang lebih baik. Dia ingin menjadi pengepul sukses, bukan sekadar pemulung yang hanya mendapatkan recehan. Pak Sutar, pemilik tempat pengepul, sering memberinya nasihat. “Yudas, kalau mau naik kelas, kamu harus pintar-pintar mencari barang bagus. Besi tua, tembaga, itu yang laku keras. Tapi kamu butuh modal, Nak. Modal!” Yudas hanya mengangguk. Dia tahu, meski punya mimpi, dompetnya hanya berisi angin. Chanel nomor dua yang kadang dia tonton di HP bututnya tidak akan membantunya menjadi pengepul besar.
11521Please respect copyright.PENANA3NaZp6vUN1
Setelah efek lem mulai pudar, Yudas pulang ke gubuknya. Dia merebahkan diri di atas tikar usang, menatap atap seng yang bocor di beberapa titik. Matanya baru saja terpejam ketika suara dentuman keras mengguncang malam. “GUBRAKK..!!!” Suara itu seperti tabrakan hebat. Yudas terlonjak, jantungnya berdegup kencang. Dia buru-buru keluar dari gubuk, hanya mengenakan kaus lusuh dan celana pendek.
11521Please respect copyright.PENANAXteRsqqKGy
Di pinggir jalan, tak jauh dari gubuknya, sebuah mobil sedan mewah tergelincir dan terhenti di tepi jurang kecil yang menganga di sisi jalan lintas. Kap mesinnya ringsek, menabrak pohon besar, dan mobil itu miring berbahaya, setengah badannya menggantung di atas jurang. Asap tipis mengepul dari mesin, dan suara logam yang bergesekan dengan tanah membuat bulu kuduk Yudas berdiri.
11521Please respect copyright.PENANAPpBKOj6Rls
“Tolong! Tolong ya Allah! Anak-anakku! Tolong, tolong!” Teriakan seorang pria paruh baya terdengar dari dalam mobil, suaranya gemetar seolah menahan sakit. Yudas yang melihat dan mendengarpun langsung berlari mendekat, jantungnya berdegup kencang. Saat dia melihat ke dalam mobil, seorang wanita berhijab lebar dengan gamis putih terkulai di jok belakang. Di sampingnya, dua anak kecil, mungkin berusia 7 dan 10 tahun, menangis ketakutan, memeluk si wanita yang tampaknya ibu mereka. Di jok pengemudi, seorang sopir pingsan, kepalanya terbentur setir dan darah segar mengalir deras.
11521Please respect copyright.PENANAB73Tbu5rQo
Di sebelahnya, seorang pria tua beruban merintih, melambaikan tangan meminta tolong. Surban putihnya terkena noda darah. Saat Yudas mendekat, pria itu tampak pingsan. “Wak Haji! Sadar, Wak, sadar!” panggilnya spontan, melihat penampilan pria itu yang alim. “Bu, Ibu tidak apa-apa? Ayo, saya bantu! Anak-anaknya harus keluar dulu!” Yudas berteriak, berusaha membuka pintu mobil yang penyok. Wanita itu, meski lemas, masih sadar. “Tolong… anak-anakku… selamatkan mereka… Mas, tolong…” suaranya parau, penuh keputusasaan.
11521Please respect copyright.PENANAhu45dXBjLX
Yudas menarik pintu dengan sekuat tenaga hingga terbuka. Dia meraih anak yang lebih kecil dulu, seorang gadis kecil yang menangis histeris. “Udah, dek, buruan keluar! Takut mobil jatuh ke jurang!” Yudas mencoba menenangkan, meski dadanya sesak. Dia menggendong gadis itu dan membawanya ke pinggir jalan yang aman, lalu buru-buru kembali untuk anak kedua, seorang bocah laki-laki yang terdiam ketakutan. “Ayo, cepat, pegang tangan Om!” Yudas menariknya keluar, hampir tersandung karena tanah licin di dekat jurang.
11521Please respect copyright.PENANAdw1K6lTQMc
Mobil mulai bergoyang, logamnya berderit mengerikan. “Wak Haji, ayo, cepat!” Yudas kembali ke mobil, membantu pria tua yang berusaha merangkak keluar. Pria itu berat, lengannya gemetar, tapi Yudas tak menyerah. Dengan tenaga yang entah datang dari mana, dia menarik Haji Ismail hingga aman di sisi jalan. “Anak-anakku… mana anak-anakku?” pria tua itu meracau, matanya liar mencari kedua anaknya.
11521Please respect copyright.PENANAJoJRXFnHwW
“Mereka aman, Pak, aman!” Yudas menunjuk ke arah kedua anak yang kini meringkuk di pinggir jalan, memeluk satu sama lain.
11521Please respect copyright.PENANAErBimXDvbT
Namun, Yudas tiba-tiba teringat sopir yang masih di dalam. Dia berbalik, berlari ke mobil yang kini semakin miring. “Mas! Mas, bangun!” Yudas berteriak, mencoba membuka pintu sisi pengemudi. Tapi pintu itu macet, dan sopir itu tak bergerak, kepalanya terkulai. Yudas memukul-mukul jendela, berusaha memecahkannya dengan tangan kosong, tapi kaca itu terlalu kuat. “Mas, tolong, bangun! Mobilnya mau jatuh!”
11521Please respect copyright.PENANAKvDaKV9ZlN
Tiba-tiba, tanah di bawah mobil longsor. Yudas hanya bisa menatap dengan mata membelalak saat mobil itu tergelincir ke jurang. Suara logam berderit dan bunyi keras saat mobil menghantam dasar jurang membuat jantungnya hampir berhenti. “Tidak!” Yudas berteriak, tangannya gemetar. Dia ingin turun ke jurang, tapi Haji Ismail memegang lengannya. “Sudah, Nak… sudah… kau sudah berusaha…” suara pria tua itu lemah, penuh duka.
11521Please respect copyright.PENANAD1Hl89v41w
Yudas terduduk di pinggir jalan, napasnya tersengal. Dua anak kecil itu menangis pelan, memeluk ayah mereka. Haji Ismail menatap Yudas dengan mata penuh rasa terima kasih, tapi juga kesedihan. “Kau… kau selamatkan kami… Allah pasti akan membalasmu, Nak. Alhamdulillah, ya Allah, kami masih bisa selamat,” katanya, suaranya tercekat.
11521Please respect copyright.PENANAgPIvXmlZ1b
Yudas, dengan kulit gelapnya yang terbakar matahari dan perut sedikit buncit akibat sering minum tuak, merasa campur aduk. Meskipun hidupnya penuh kesulitan, dia tahu bahwa tindakan kecilnya malam itu telah menyelamatkan nyawa. Dalam momen itu, keduanya menyadari bahwa hidup bisa berubah dalam sekejap, dan kadang, keberanian muncul dari tempat yang paling tak terduga.
11521Please respect copyright.PENANABfn93c6HkT
Note : Jangn Terlalu Serius ini hanya Novel Fiktif Khas " DSASAXI " yang tidak bermaksuk menyingung pihak manapun kecuali Hasrat & Gairah Pembaca
ns216.73.216.13da2


