
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aku duduk di ruang keluarga sambil menemani Beril bermain. Anak itu tak henti-hentinya bercerita soal game yang ia mainkan di HP, sementara aku hanya mengangguk-angguk sambil sesekali tertawa kecil.
188Please respect copyright.PENANAcKkByLMmXs
“mamah, lihat nih… kalau pencet tombol ini, karakternya bisa lompat tinggi banget!” Beril menunjukkan layar dengan mata berbinar.
188Please respect copyright.PENANAts0FmdDgvE
Aku tersenyum hangat, mengusap rambutnya. “Iya, hebat sekali anak mamah. Tapi jangan lama-lama, ya. Nanti matanya capek.”
188Please respect copyright.PENANAETurAFmVH2
Tak lama kemudian, Beril mulai menguap lebar. Kelopak matanya berat, tubuhnya merunduk ke pangkuanku. Aku pun mengajaknya masuk kamar. Mba Wati ikut menemani, membawakan segelas air hangat untukku.
188Please respect copyright.PENANAQKlnp6CIpw
Kami bertiga masuk ke kamar utama. Beril langsung rebah di kasur, menarik selimut, dan dalam hitungan menit ia sudah terlelap dengan napas teratur. Aku tersenyum menatap wajah polosnya, lalu duduk bersandar di sampingnya.
188Please respect copyright.PENANAUfeKHN4fGB
Tak lama kemudian terdengar suara motor berhenti di depan rumah, diikuti suara pintu pagar berderit. Aku langsung tahu siapa itu.
188Please respect copyright.PENANAh0Pq8uY4N1
Beberapa menit kemudian, pintu rumah dibuka dari luar. Suara langkah berat masuk, lalu suara yang sangat kukenal memanggil.
188Please respect copyright.PENANARSeiyjlcMG
“Mah…”
188Please respect copyright.PENANAiN7v2y1fOk
Aku menoleh, dan benar saja—Eka, suamiku, berdiri di ambang pintu kamar dengan baju kerja yang masih bau besi dan asap las. Keringat masih menempel di lehernya, rambutnya agak acak-acakan, wajahnya lelah tapi tetap dengan senyum hangat yang selalu membuatku tenang.
Aku tersenyum menyambutnya.
---
Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Malam yang sepi, sama seperti hari-hari sebelumnya. Aku menemani suamiku makan malam di meja meja makan. Mba Wati sepertinya sudah masuk kamar sejak tadi, jadi hanya ada kami berdua.
188Please respect copyright.PENANAGotGjd7fzE
Sambil nemenin suami makan, aku membuka Instagram di HP. Scroll foto-foto, video, bahkan sesekali membalas pesan teman. Sesekali aku menatap Eka, suamiku, yang lagi makan. Obrolan kami ringan, hanya basa-basi soal bengkel, tetangga, dan anak.
188Please respect copyright.PENANAae4mMV7Ks9
Selesai makan, Eka mengambil rokok dari saku, lalu pergi keluar dan duduk di kursi teras. Aku ikut menemani, duduk di sampingnya. Angin malam cukup dingin, aroma tembakau menyelimuti. Kami ngobrol sebentar, tapi lebih banyak diam dengan masing-masing sibuk pada layar HP sendiri.
188Please respect copyright.PENANAMPRqNCO3d1
Waktu berjalan lambat. Satu jam setelahnya, sekitar jam sepuluh malam, Eka menguap lebar lalu berdiri.
“masuk Mah… kita ke kamar,” katanya sambil mematikan rokok.
188Please respect copyright.PENANAIQi00dBsFo
Aku tersenyum, hatiku sempat berdebar kecil. Dalam benakku, mungkin malam ini suamiku ingin bercinta, seperti dulu waktu awal-awal menikah. Ada rasa rindu yang jarang terjawab.
188Please respect copyright.PENANAGpFiKGFft4
Namun sesampainya di kamar, semua hanya menjadi harapan kosong. Eka hanya merebahkan badan, menarik selimut, lalu dalam hitungan menit sudah tertidur pulas.
188Please respect copyright.PENANAU7UXpjaHX8
Aku memandanginya dalam remang lampu tidur. Bibirku tetap tersenyum tipis, tapi jauh di dalam hati ada rasa kecewa yang sulit kutepis. Pelan-pelan aku kembali mengambil HP, membuka Instagram lagi, scroll tanpa tujuan.
188Please respect copyright.PENANAD032exTsnX
Beberapa menit kemudian, mataku terasa berat. Aku meletakkan HP di meja samping, menarik selimut, dan akhirnya ikut terlelap—dengan hati yang masih kosong.
188Please respect copyright.PENANAwkf2vl3Klm
---
Pagi itu seperti biasa. Aku masih mengenakan daster tanpa lengan warna merah muda—daster yang semalam kupakai tidur. Jam baru menunjukkan pukul enam, tapi aku sudah mulai beraktivitas. Menyapu teras sebentar, lalu memanaskan mobil di garasi.
188Please respect copyright.PENANAFx0ZfssvNw
Dari dalam rumah, suara Beril terdengar ribut sendiri. “mamaahhh… sepatuku di mana?” teriaknya sambil sibuk mencari. Aku tersenyum, maklum anak umur sepuluh tahun memang suka begitu.
188Please respect copyright.PENANAm01ij3lMSd
Sementara itu dari kamar mandi terdengar suara gemericik air. Suamiku mungkin sedang mandi. Kopinya sudah kusiapkan di meja, tinggal dia nikmati sebelum berangkat ke bengkel.
188Please respect copyright.PENANAYK5YhdSm9j
Aku kembali ke teras, menyapu sisa daun kering yang jatuh dari pohon mangga di samping rumah. Saat itu suara khas motor tua mang yono berhenti tepat di depan rumahku.
188Please respect copyright.PENANAcaXuBLQGqS
Keranjang sayur khas pedagang keliling itu penuh: kangkung, kol, tomat, tahu, tempe, semua tertata dalam kotak kayu sampai ke atas. Aroma sayur segar langsung tercium.
188Please respect copyright.PENANATz7EBqTu4w
“Pagi, Bu kirana… wah, seger banget dasternya. Jadi tambah cantik,” sapa Yono dengan senyum lebar, matanya sekilas melirik ke arahku.
188Please respect copyright.PENANATNxD9nsr83
Aku tersenyum tipis, mencoba menutupi rasa deg-degan yang tiba-tiba muncul. Entah kenapa, sejak kemarin pandangan itu masih terbayang jelas di kepalaku. Astaga, kenapa aku malah kepikiran begitu?
188Please respect copyright.PENANAjNF13TsBxi
Aku melangkah mendekat, memilih sayuran dari keranjang. “Ada kangkung sama tahu, Mang?” tanyaku sambil menunduk.
188Please respect copyright.PENANAdtVLgQ1fJE
“Ada semua, Bu. Kalau Ibu masak sendiri, suami pasti tambah betah di rumah,” jawab Yono, lagi-lagi dengan nada godaan halus.
188Please respect copyright.PENANAAW640eC6ic
Aku merasakan desiran aneh di tubuhku, meski wajahku tetap kubuat biasa saja. Tanganku agak gemetar saat mengambil sayur.
188Please respect copyright.PENANAMNPsFUJF6H
“Oh iya Bu…” Yono mendekat sedikit, suaranya lebih pelan. “Istri saya masih sering kenceng-kenceng perutnya. Itu normal kan, Bu? Soalnya tadi malam dia sampai susah tidur.”
188Please respect copyright.PENANAdKgBKoyYEV
Aku berdehem kecil, mencoba kembali ke mode profesional. “Itu masih normal, Mang. Kalau kencengnya nggak terlalu sering, nggak masalah. Tapi kalau sudah keluar flek atau air, segera bawa ke puskemas, ya.”
188Please respect copyright.PENANAxPrmI0ikMk
“Iya Bu….” Tapi tatapan Yono lagi-lagi tidak fokus, matanya seolah mengamati lekuk tubuhku yang hanya tertutup daster tipis tanpa lengan.
188Please respect copyright.PENANA1wUkWhv23Z
Aku buru-buru menyerahkan uang, lalu berpamitan masuk rumah. Namun jantungku masih berdegup tak karuan. Rasa bersalah bercampur dengan sensasi aneh yang tidak bisa kujelaskan..
Setelah semua beres—mandi, sarapan, memastikan Beril berangkat sekolah, dan Eka pergi ke bengkel—aku pun pamit ke Mba Wati yang masih sibuk di dapur.
188Please respect copyright.PENANAPg0fz4sn0I
“Mba, aku berangkat dulu ya, jaga rumah. Kalau Beril pulang sekolah jangan lupa makan siang dulu,” ucapku sambil menenteng tas kerja.
188Please respect copyright.PENANAYqNPPGddG6
“Iya, Bu. Hati-hati di jalan,” jawabnya dengan senyum.
188Please respect copyright.PENANAkQPOqE705z
Aku lalu menyalakan mobil dan melaju menuju puskesmas. Seperti biasa, pagi sampai siang kuisi dengan melayani pasien, bercengkrama dengan rekan kerja, dan mengurus administrasi. Semua berjalan normal… sampai jam satu siang.
188Please respect copyright.PENANA9n6Iyd27yD
Pintu UGD terbuka, beberapa orang masuk dengan wajah panik. Di tengah mereka ada seorang perempuan hamil besar, wajahnya menahan sakit, tubuhnya dipapah. Aku langsung mengenali sosok laki-laki di sampingnya.
188Please respect copyright.PENANAyzeNSYQ5V4
Mang Yono.
188Please respect copyright.PENANAK02AJJZafO
“Bu kirana, tolong… istri saya sudah mulas-mulas dari tadi pagi katanya,” katanya dengan wajah cemas.
188Please respect copyright.PENANAM5qIsaAZwj
Aku segera bergerak cepat. “Tenang, Mang. Mari kita bawa ke ruang bersalin. Bapak-bapak tunggu di luar dulu, ya.”
188Please respect copyright.PENANAosbSsZLEmH
Proses persalinan berlangsung penuh drama. Jeritan istrinya menggema, keluarga yang menunggu mondar-mandir dengan wajah tegang. Aku berusaha menenangkan, memberi arahan, dan mendampingi dengan sepenuh hati.
188Please respect copyright.PENANA8VDtuGHy9t
Hingga akhirnya, setelah beberapa jam, tangisan bayi terdengar memenuhi ruangan. Bayi perempuan mungil lahir dengan selamat. Istri Yono lelah tapi tersenyum lega.
188Please respect copyright.PENANA2B5a5EFrfi
“Alhamdulillah, Bu Kirana… sehat, ya?” tanya Yono dengan wajah berkaca-kaca.
188Please respect copyright.PENANAAZNScFdZi1
Aku tersenyum, menggendong sebentar bayi itu sebelum menyerahkan ke bidan lain untuk dibersihkan. “Sehat, Mang. Selamat ya, anaknya perempuan. Jaga ibunya baik-baik, ini masa rawan.”
188Please respect copyright.PENANAerAWyiS4jp
Yono menunduk hormat, “Makasih banyak, Bu… kalau nggak ada Ibu, saya nggak tahu gimana.”
188Please respect copyright.PENANAVSxdJYiZvx
Sambil membereskan catatan medis, aku sempat bicara lagi, kali ini lebih pribadi sebagai bidan. “Mang, saya kasih nomor WhatsApp saya ya. Kalau nanti di rumah ada apa-apa, istri perdarahan atau demam, langsung kabari saya. Jangan tunggu lama-lama.”
188Please respect copyright.PENANAoeYEl1HsWT
“Wah, terima kasih banget, Bu,” jawabnya, wajahnya jelas senang menerima nomor itu.
188Please respect copyright.PENANAl7O7ca7oKv
Karena persalinan normal, sore itu istrinya langsung diperbolehkan pulang. Kebetulan jam pulang kerja juga tiba. Akhirnya aku sendiri yang mengantar mereka pulang dengan mobil pribadi,karna emang satu arah dengan rumahku.
188Please respect copyright.PENANArDYPyDIJtU
Sesampainya di rumah Yono, suasana hangat menyambut. Beberapa keluarga sudah berkumpul, tetangga berdatangan memberi selamat. Rumah sederhana itu penuh tawa dan doa. Aku ikut masuk sebentar, memberikan pesan-pesan soal perawatan nifas dan kondisi bayi.
188Please respect copyright.PENANAYwHTWtyhVa
Saat aku hendak pamit, Yono menyusul ke halaman.
“Bu kirana, bentar… ini uang bensin, seikhlasnya,” katanya sambil menyodorkan uang.
188Please respect copyright.PENANAsGLz1NmqI9
Aku menatapnya sebentar, lalu menolak halus. “Nggak usah, Mang. Itu sudah kewajiban saya. Simpan saja uangnya untuk beli kebutuhan istri dan bayinya.”
188Please respect copyright.PENANA8mpV9IfBHU
Yono terdiam, lalu tersenyum. “Baiklah, Bu… sekali lagi terima kasih.”
188Please respect copyright.PENANA8BDMk2cy09
Aku masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu melaju pulang dengan hati lega. Namun
---
Jam 8 malam, aku sudah di kamar, Beril sudah pulas di pelukan setelah kubacakan doa dan cerita kecil. Suamiku belum juga pulang, katanya masih sibuk di bengkel. Aku ambil HP, buka Instagram sekadar mengusir bosan. Scroll sebentar, tiba-tiba layar bergetar—ada notif WhatsApp dari nomor baru.
188Please respect copyright.PENANAkQpx2I9ywz
> “Assalamualaikum Bu kirana, ini saya Yono.makasih banyak ya bu, Saya sekeluarga gak bisa balas kebaikan bu kirana.”
188Please respect copyright.PENANAgJStTqHiFa
188Please respect copyright.PENANAxu57d1J8cZ
188Please respect copyright.PENANA4qiKgXcnGj
Aku tersenyum tipis, agak kaget Yono langsung nyimpan nomor yang kuberi siang tadi. Jemariku mengetik pelan.
188Please respect copyright.PENANAKpK2gppf5L
> Kirana: Waalaikumsalam, iya Mang gpp gk usah dipikirin,itu udah tugas saya
188Please respect copyright.PENANA9SX2QTFvOZ
188Please respect copyright.PENANAwsdzAzvseT
188Please respect copyright.PENANAGNCIG8ua8e
Tak lama, balasan masuk.
188Please respect copyright.PENANAs1Up7HSt4h
> Yono: Iya Bu, tapi tetep aja saya hutang budi. Rasanya plong, soalnya nungguin kelahiran itu deg-degan banget.
188Please respect copyright.PENANAzDjIdMBj4b
188Please respect copyright.PENANA33DmiFZHsh
188Please respect copyright.PENANA0oAI6yWB35
Aku menghela napas ringan, bisa merasakan tulusnya ungkapan itu.
188Please respect copyright.PENANAJhbLGCT4GK
> Kirana: gak usah mikir hutang budi, Mang. Yang penting sekarang ibu sama bayinya sehat. Mang yono fokus dampingi istri aja.
188Please respect copyright.PENANA0ayDmJpyzB
188Please respect copyright.PENANAgghoQHT6y6
188Please respect copyright.PENANAYt7FUClXqq
Balasan muncul lagi, kali ini dengan nada sedikit bercanda.
188Please respect copyright.PENANAyehP88D1cr
> Yono: Hehe, siap Bu kirana. Tapi jujur… pas bu kirana yang nanganin, saya jadi lebih tenang. Kalo orang lain mungkin saya gak bisa tenang gitu.
188Please respect copyright.PENANABspQKApwZR
188Please respect copyright.PENANADpoWSmYiqk
188Please respect copyright.PENANAodtLRSLORF
Aku terdiam sebentar, merasa ada sesuatu di balik kalimatnya. Kujawab dengan hati-hati.
188Please respect copyright.PENANA8sUAOfx7Ob
> Kirana: Ya itu memang tugas saya, Mang. Tenang aja, semua pasien saya usahakan nyaman.
188Please respect copyright.PENANA02ANJq8xu5
188Please respect copyright.PENANAz8uHRQZUQ7
188Please respect copyright.PENANAFwCSTEOM6b
Emoji ketawa muncul dari Yono.
188Please respect copyright.PENANAgcMN3Wu0S7
> Yono: Hehe… iya Bu. Tapi bu kirana beda. Lain kali saya traktir sayur deh, biar Bu kirana tetep inget sama saya.
Aku hanya tersenyum sendiri, entah kenapa terasa hangat.
> Kirana: Haha, Mang bisa aja. Ndak usah traktir, nanti malah bikin dagangan nya bangkrut,heheh. Saya pamit tidur dulu ya, besok kerja lagi.
188Please respect copyright.PENANArh7CCtqKsz
> Yono: Iya Bu, matur nuwun sanget. Selamat istirahat, semoga mimpi indah.
188Please respect copyright.PENANAzLFIUiV45t
HP kuletakkan di meja samping tempat tidur. Anehnya, rasa lelahku sedikit berkurang, dan entah kenapa aku merasa lebih diperhatikan dibanding biasanya.
188Please respect copyright.PENANAB5jWNOcllF
---
Sejak malam itu, hampir tiap hari WhatsApp-ku ada notifikasi dari Mang Yono. Awalnya cuma kabar tentang kondisi istri dan bayinya, lalu merembet jadi obrolan ringan. Aku yang sering ditinggal suami kerja sampai larut atau di tinggal tidur,merasa ada teman ngobrol sebelum tidur. Meski begitu, aku selalu berusaha jaga jarak—biasanya aku lebih dulu pamit supaya tetap ada batas.
188Please respect copyright.PENANAIoEFkMEBuJ
Malam itu, sekitar jam 10 malam, aku iseng bikin status WhatsApp:
“JENUH.”
188Please respect copyright.PENANAlDHOJvMJ2K
Tak sampai lima menit, muncul balasan dari Yono.
188Please respect copyright.PENANA1DAgLhilEO
> Yono: Lho, kok jenuh Bu? Kenapa?
Kirana: Hehe, biasa Mang… capek kerja, pulang rumah ya gitu-gitu aja. Jadi agak bosan.
Yono: Ohh… kirain kenapa. Saya pikir ada masalah sama suami,.
Kirana: 😅 nggak ada apa-apa kok Mang. Suami lagi sibuk kerja. Saya cuma pengin nulis aja.
188Please respect copyright.PENANAxiNcY2WWmM
188Please respect copyright.PENANAuf2mALLTxq
188Please respect copyright.PENANAWMfjU8vz1z
Ada jeda sebentar, lalu chat masuk lagi.
188Please respect copyright.PENANAtAgTGgLoKB
> Yono: Kalo jenuh, ngobrol sama saya aja Bu. Siapa tau bisa ngilangin rasa bosen. Hehe.
Kirana: Hehe, Mang yono bisa aja. Tapi saya kan harus jaga image, masa curhat sama suami orang?
Yono: Lhaaa, suami orang juga manusia Bu. Malah lebih aman gak kaya ibu" yang suka ngrumpi,kalo ke saya soale gak mungkin bocor kemana-mana. Lagian, ibu kan pelanggan setia saya, boleh dong jadi temen curhat juga?
Kirana: Iya juga sih. Yaudah deh, curhat dikit ya. Kadang saya merasa capek aja, kerja seharian, pulang rumah ngurus anak. Suami sering pulang larut. Jadi ya rasanya kosong aja gitu.
Yono: Hmm… pantes bu kirana nulis jenuh. Tapi jujur Bu, ibu itu hebat. Ibu rumah tangga, bidan juga, masih bisa urus semuanya. Kalo saya jadi suami ibu, pasti saya bangga banget.
Kirana: Haha, Mang jangan lebay. Semua istri juga begitu,biasa aja.
Yono: Ndak ah. Beda. Saya aja tiap kali ibu belanja ke saya, keliatan banget ibu itu rapi, wangi, kayak gak ada capeknya. Saya sampe mikir: kok bisa ya, Bu Bidan tetep cantik padahal kerjaan banyak?
188Please respect copyright.PENANATQHqvyt2ar
Aku membaca pesan itu sambil terdiam. Ada rasa senang, tapi juga sedikit canggung.
188Please respect copyright.PENANAd3Ee4Tkh2Z
> Kirana: Mang, jangan gitu dong. Nanti saya baper lagi. 😅
Yono: Hehe, becanda Bu. Tapi serius, bu kirana itu istimewa. Kalo ada yang bikin ibu jenuh, ya saya siap jadi pendengar. Gratis, gak perlu bayar sayur.
Kirana: Hehe, iya deh Mang. Makasih ya. Ternyata ngobrol gini lumayan ngilangin suntuk juga.
Yono: Nah kan… apalagi kalo ngobrolnya tiap malem. Bisa-bisa ibu ketagihan sama saya. 😜
Kirana: Waduh, bahaya itu Mang. Saya pamit dulu ah, udah ngantuk. Besok kerja lagi.
Yono: Oke Bu, selamat tidur. Semoga mimpinya indah. Jangan lupa besok tetep belanja sayur di saya ya. 😊
Kirana: Siap, Mang. Selamat malam.
188Please respect copyright.PENANAdcvDVhxvKN
188Please respect copyright.PENANAF3dcuNvrDO
188Please respect copyright.PENANAfLjywYcLen
Aku meletakkan HP di samping bantal. Aneh, senyumku masih tersisa meski mataku sudah mulai berat. Entah kenapa, obrolan ringan dengan penjual sayur langgananku ini justru lebih hangat
---
Jam 5 pagi aku sudah bangun, seperti biasa langsung ambil air wudhu dan sholat Subuh. Suami dan Beril masih tertidur lelap, hanya Mbak Wati yang sudah sibuk di dapur—mesin cuci berdengung, piring beradu air.
188Please respect copyright.PENANAl5E4WZ6ex5
Aku duduk sebentar di tepi ranjang, lalu meraih HP yang tadi malam kutaruh di meja kecil. Notifikasi WhatsApp muncul. Rupanya dari Mang Yono. Pesan pertama masuk jam setengah empat dini hari.
188Please respect copyright.PENANAXCuHmtjM18
Aku baca pelan-pelan:
188Please respect copyright.PENANA1TnDcFERfb
> Yono (03.32): Assalamualaikum Bu kirana… saya udah mulai keliling, sayurnya fresh-fresh soalnya barusan turun dari pasar.
Yono (03.45): Pagi-pagi gini sepi banget, cuma lampu jalan yang nemenin. Jadi inget bu kirana kalo berangkat kerja,heheh
188Please respect copyright.PENANAStNJBOiqiU
188Please respect copyright.PENANAlPya4t8Yva
Aku baru membalas jam 5 lewat sedikit.
188Please respect copyright.PENANAU3l4UeG6FM
> Kirana (05.02): Waalaikum salam, Mang. Hehe iya, saya baru bangun. Rajin banget jam segitu udah keliling.
Yono (05.04): Namanya juga tukang sayur Bu, kalo kesiangan ya keburu kalah sama yang lain. Tapi jujur, semangat saya nambah sejak sering kepikiran bu kirana belanja. 😅
Kirana (05.06): Hehe, Mang bisa aja. Saya kan cuma langganan biasa.
Yono (05.07): Langganan istimewa, Bu. Wong tiap ibu mampir itu bikin pagi saya beda. pakai daster warna apa aja tetep keliatan seger.
Kirana (05.09): Astaghfirullah, Mang… ngomongnya jangan aneh-aneh. Nanti saya salah paham lho.
Yono (05.11): Hehe, maaf Bu. Maksudnya ya saya seneng aja. orang ibu ramah, murah senyum. Tukang sayur mana yang gak betah digituin?
188Please respect copyright.PENANAp6rykoIR1P
Aku menggigit bibir, senyum tipis muncul tanpa sadar. Balasan masuk lagi.
188Please respect copyright.PENANAbss1gWcOtl
> Yono (05.14): Bu kirana nanti belanja jam berapa? Saya bisa siapin dulu yang njenengan suka, biar gak rebutan sama ibu-ibu lain.
Kirana (05.15): Hmm… biasanya jam setengah tujuh saya keluar. Anak harus siap-siap sekolah dulu. Ntar saya mampir deh, sekalian nyari lauk.
Yono (05.16): Sip. Saya tunggu ya Bu. Tapi jangan bikin saya deg-degan, lho. Tiap nunggu kirana itu rasanya beda sama nunggu pembeli lain.
Kirana (05.18): Halah, Mang lebay banget. Saya pamit dulu ya, mau siapin sarapan buat suami.
Yono (05.19): Oke Bu, semangat. Saya standby di dekat rumah njenengan jam 6 lebih dikit. Jangan lupa senyum ya kalo belanja, itu yang bikin sayurnya tambah seger. 😊
188Please respect copyright.PENANANru0UBLeE7
Aku letakkan HP sambil geleng-geleng kecil. “Mang Yono ini, ada-ada aja,” pikirku. Tapi entah kenapa, pagi ini rasanya ada sesuatu yang kutunggu… seolah membeli sayur bukan lagi sekadar rutinitas.
---
Jam 6 pagi, rutinitasku berjalan seperti biasa: bikin kopi untuk suami yang sebentar lagi berangkat, memanaskan mobil di garasi, lalu menyapu sedikit halaman. Tapi entah kenapa, pagi ini rasanya berbeda. Ada semacam rasa deg-degan yang tidak bisa kusembunyikan.
188Please respect copyright.PENANA00ZAStn8oF
Setelah semua beres, aku keluar belanja. Di ujung jalan, motor sayur Mang Yono sudah terparkir. Kotak kanan kiri penuh dengan sayur segar. Beberapa ibu-ibu sudah ramai memilih, tawar-menawar, lalu satu per satu pergi sambil membawa belanjaannya.
188Please respect copyright.PENANAcPlRXVBY4i
Aku sengaja menunggu. Baru setelah tinggal aku sendiri, aku melangkah ke depan motor sayur itu.
188Please respect copyright.PENANA6KCmTclOWB
“Pagi, Bu Kirana,” sapa Yono sambil senyum tipis, matanya jelas menyapuku dari atas ke bawah.
188Please respect copyright.PENANAZ8kcGOMeaw
Aku ikut tersenyum. “Pagi, Mang. Sayurnya masih lengkap ya?”
188Please respect copyright.PENANAooypHXidND
“Lengkap, Bu. Tapi kalo bu kirana yang dateng, hati saya yang gak lengkap kalo gak godain,” jawabnya setengah bercanda, matanya nakal.
188Please respect copyright.PENANAqxVY0VP4gt
Aku pura-pura sibuk melihat ikatan bayam. “Mang ini ada-ada aja, ya.”
188Please respect copyright.PENANAhdHJQeGlUD
Yono menyenderkan tubuh ke motornya, menatapku tanpa sungkan. “Bu Kirana, jujur aja, tiap ibu belanja tuh saya deg-degan. Apalagi kalo pake daster kaya gini. Bahenol banget, bikin pikiran saya macam-macam.”
188Please respect copyright.PENANA9EWhOhlRwL
Aku menoleh sekilas, menahan senyum. “Ih, Mang… ngomongnya kok gitu sih?.”
188Please respect copyright.PENANA02cQp7r4Ct
“Lha wong kenyataan, Bu,” ucapnya sambil meraih timun dan memasukkan ke kantong plastik. “Ibu tau gak, daster merah muda ibu itu bikin saya kepikiran terus dari tadi Subuh. Sampe saya mikir, kalo suami ibu sering pulang malem, apa gak eman-eman ya ninggalin istri secantik bu kirana sendirian di rumah?”
188Please respect copyright.PENANAm7whkGmTIQ
Aku menarik napas, berusaha tetap terlihat santai. “Mang, jangan aneh-aneh deh. Saya ke sini belanja, bukan buat dengerin obrolan gitu.”
188Please respect copyright.PENANAlWXuU9GGCX
Yono tertawa kecil. “Yaudah, maaf Bu. Tapi jujur, tiap lihat senyum bu kirana, saya jadi pengin macem-macem. Apalagi kalo inget tadi malam kita chat. Rasanya pengin lebih deket lagi.”
188Please respect copyright.PENANAfuUJ0qb7Ig
Aku pura-pura sibuk memilah cabai, tapi senyum tipis tak bisa kusembunyikan. “Mang, bener-bener ya… godain ibu-ibu pagi-pagi gini.”
188Please respect copyright.PENANAIX27J2W6PG
“Bukan semua ibu-ibu, Bu. Cuma Bu Kirana aja.” Yono mendekat setengah langkah, lalu menurunkan suaranya. “Kalo aja saya bukan tukang sayur, mungkin saya udah nekat ngajak bu kirana… yang lebih dari sekedar ngobrol.”
188Please respect copyright.PENANAFGYncvkH7G
Aku merasakan pipiku panas, meski suaraku tetap terdengar biasa. “Mang, udah ah. Sayurnya ini aja ya, nanti saya dimarahin suami kalo kelamaan.”
188Please respect copyright.PENANA1ARM2uU2rz
Yono tersenyum lebar sambil menyerahkan kantong belanjaanku. “Siap, Bu Kirana. Tapi inget, kalo suami ibu sibuk, jangan sungkan ngobrol sama saya lagi. Saya siap, kapan aja.”
188Please respect copyright.PENANA0mPGRzdMQR
Aku hanya membalas dengan senyum singkat, lalu berjalan pulang. Tapi jantungku masih berdegup lebih cepat dari biasanya.
ns216.73.216.54da2