
Seperti biasa, setiap pagi aku selalu menyempatkan diri ke depan rumah untuk belanja sayuran. Sudah menjadi rutinitas sejak lama, apalagi di desa kecilku ini, belanja ke tukang sayur keliling lebih praktis dibanding harus jauh-jauh ke pasar.
317Please respect copyright.PENANARrny0FeRfl
“Pagi,bu kirana… cantik sekali hari ini.”
Mang Yono, tukang sayur langgananku, menyapa dengan senyum lebar sambil menstandarkan motornya nya.
317Please respect copyright.PENANAe9GHl9RGNW
Aku hanya tersenyum tipis, sudah terbiasa mendengar sapaan-sapaan semacam itu darinya. Buatku, Yono tak lebih dari tukang sayur yang rajin keliling kampung setiap pagi.
317Please respect copyright.PENANAJOkbBPbl1y
“Iya, Mang, pagi juga. Ada kangkung sama tempe nggak hari ini?” tanyaku sambil menunduk memilih sayuran di atas motor tuanya.
317Please respect copyright.PENANAbg6FbezYfa
“Lengkap, Bu.nih ada ikan bandeng juga Kalau Ibu yang masak, pasti tambah enak. Suaminya pasti betah pulang cepat.” Yono terkekeh kecil, matanya sesekali melirik ke arahku.
317Please respect copyright.PENANAoZ9tzZFqbU
Aku hanya menanggapi dengan senyum basa-basi. Dalam hati, aku tidak merasa ada yang aneh. Yono memang seperti itu ke hampir semua ibu-ibu di kampung, suka melempar candaan atau godaan ringan. Bedanya, kalau aku datang lebih dulu sebelum ibu-ibu lain berdatangan, godaannya terasa lebih jelas.
317Please respect copyright.PENANAzupVgdtweJ
Tapi aku sama sekali tidak menanggapi. Bagiku, Yono hanyalah pedagang sayur langganan, tidak lebih. Setelah memilih beberapa ikat kangkung, tomat, dan tempe, aku membayar belanjaan lalu kembali masuk rumah...
317Please respect copyright.PENANAvtEbxOPspb
---
Hari itu berjalan seperti biasa di puskesmas. Sejak pagi aku sibuk melayani pasien; ada yang kontrol kehamilan, ada pula yang datang untuk imunisasi anak. Suasana kadang riuh, tapi bagiku sudah jadi rutinitas sehari-hari.
317Please respect copyright.PENANAGsDZwuftzL
Di sela-sela kesibukan, aku sempat duduk di ruang bidan bersama beberapa rekan kerja. Obrolan ringan sering jadi hiburan, bahkan tak jarang mereka nyeletuk ke arah yang lebih pribadi.
317Please respect copyright.PENANAZ2LbN8NpIz
“Eh, Bu Kirana… kalau suami pulangnya malam terus, gimana tuh? Kasihan Ibu, nggak ada temennya di ranjang,” celetuk salah satu bidan sambil tertawa kecil.
317Please respect copyright.PENANA3e63JTAZSw
Aku hanya menanggapi dengan senyum tipis, meski dalam hati kadang memang merasa kosong. Obrolan itu lewat begitu saja, berganti dengan cerita pasien yang lain. Waktu terus berjalan, hingga tak terasa jarum jam sudah menunjuk pukul lima sore.
317Please respect copyright.PENANAWGC5KuP2WW
Aku berkemas, pamit pada rekan kerja, lalu pulang dengan mobil. Jalanan sore itu cukup lengang. Setibanya di halaman rumah, aku dikejutkan dengan sosok yang sudah kukenal: Mang Yono. Ia mengentikan motor yang keranjang nya sudah kosong.
“eh, Bu kirana… baru pulang ya?” sapa Yono sambil menyeka keringat di dahinya. “Saya telat pulang, motor tadi sempat mogok. Untung ada bengkel jadi di benerin dulu,makanya pulang agak lama.”
Aku tersenyum ramah, “Iya, Mang. Namanya juga motor tua, wajar suka rewel.”
317Please respect copyright.PENANADc17S8Lx5C
“Eh iya Bu… sekalian mau nanya,” suara Yono agak dikecilkan, matanya melirik ke arahku dengan cepat. “Istri saya kan sekarang lagi hamil tua, udah sering pegel-pegel. Normal nggak ya kalau perutnya sering kenceng?”
317Please respect copyright.PENANAG25yPb60Ku
Aku refleks menjelaskan dengan nada profesional, “Itu wajar, Mang. Tandanya rahimnya sering berkontraksi menjelang lahiran. Yang penting kalau kencengnya terlalu sering atau keluar flek, segera dibawa ke puskesmas.”
317Please respect copyright.PENANAh34mDQL1AW
“Iya, iya… makasih banyak Bu Bidan,” Yono mengangguk cepat. Tapi saat aku bicara, aku bisa merasakan tatapannya tak fokus. Matanya seperti jelalatan, sesekali turun ke arah dadaku yang masih terbalut seragam putih kerja.
317Please respect copyright.PENANAbQfyWBBedt
Aku berdehem kecil, berusaha tetap menjaga wibawa. Namun ada rasa canggung yang tiba-tiba muncul. Candaan khas Yono tidak keluar hari ini, tapi sorot matanya sudah cukup membuatku merasa digoda secara halus.
317Please respect copyright.PENANAgoX1euR8Nd
“Kalau gitu saya masuk dulu ya, Mang. Capek juga seharian di puskesmas,” ucapku, buru-buru melangkah menuju pintu rumah.
317Please respect copyright.PENANASpRkHSyA8t
“Iya Bu… istirahat ya. Cantik terus soalnya, bikin orang susah nggak melirik,” jawab Yono dengan nada separuh bercanda.
317Please respect copyright.PENANAGw5Dhn1lwV
Aku hanya tersenyum kaku, lalu menutup pintu. Jantungku berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya, meski aku berusaha menepisnya. Ah, mungkin cuma perasaan saja…
Begitu masuk rumah, aku menyapa Beril yang sedang asyik menonton TV, lalu menyuruhnya mandi sore dengan lembut. Mba Wati juga tampak sibuk di dapur, menyiapkan lauk untuk makan malam.
317Please respect copyright.PENANAzQPld1Xibo
Aku berniat mandi biar segar setelah seharian di puskesmas. Saat hendak menuju kamar mandi, aku teringat handukku masih dijemur di samping rumah. Aku pun keluar sebentar, melewati pintu samping.
317Please respect copyright.PENANA8Cx9ykTjUb
Namun langkahku tiba-tiba terhenti. Dari pojok halaman, tepat di bawah pohon mangga, aku melihat sosok Mang Yono. Rupanya ia sedang buang air kecil, mungkin sebelum benar-benar pulang ke rumahnya. Posisi tubuhnya menghadap tembok sehingga tak terlihat dari jalan, tapi dari tempatku berdiri, pemandangan itu tampak jelas.
317Please respect copyright.PENANAJF5AGjWo9U
Aku terkejut, mataku refleks tertuju ke bagian yang tak seharusnya kulihat. Sekilas saja sudah cukup membuatku tercekat—batang penis yang besar, tak terduga. Dadaku berdebar tak karuan.
317Please respect copyright.PENANAbaxWXJW8UN
Spontan aku segera meraih handuk lalu buru-buru masuk kembali ke rumah. Wajahku panas, jantungku berdegup lebih cepat.
317Please respect copyright.PENANAtrThOuGce6
Di kamar mandi, aku berdiri lama. Air dari pancuran kran ke bak mandi mulai mengucur, tapi pikiranku kacau. "Astaghfirullah… kenapa aku tadi sampai lihat begituan? Aku berusaha menepis bayangan itu, tapi gambarnya masih jelas di kepalaku.
317Please respect copyright.PENANAVXc6RYZf4a
Tanpa sadar, tanganku gemetar saat melepas seragam dinas. BH dan celana dalam ikut kulepaskan. Air dingin tak mampu meredakan rasa panas di tubuhku. Nafasku tersengal, ada desir aneh yang membuatku menggigit bibir.
317Please respect copyright.PENANAcwakiy19yD
Aku menyandarkan tubuh ke dinding kamar mandi, mencoba menenangkan diri. Tapi semakin kutahan, bayangan tadi justru semakin kuat. Bibirku mendesah kecil, tubuhku merespons sendiri tanpa bisa kucegah.
317Please respect copyright.PENANAXCWikDxJHJ
Aku sadar ada sesuatu dalam diriku yang mulai goyah—dan itu semua berawal dari satu pandangan sekilas sore ini..