
Pagi itu udara masih sejuk. Aulia baru saja selesai menjemur pakaian di halaman belakang, keringat tipis membasahi dahinya. Saat ia hendak masuk ke dalam, terdengar suara berat memanggilnya dari arah teras belakang.
2135Please respect copyright.PENANAbsyUw64glU
“Lia… sini dulu, nak.”
Itu suara Bambang Hartoyo, ayah mertuanya, yang sedang duduk santai di kursi kayu sambil menyeruput teh hangat.
2135Please respect copyright.PENANA8Efo2K7HbD
Dengan sopan, Aulia menghampiri. Ia pun ikut duduk di kursi samping mertuanya,aulia pakai gamis merah jambu. Bau sabun cuci dari jemuran masih menempel di tangannya.
2135Please respect copyright.PENANAhJFh2YFcaH
Awalnya obrolan mereka ringan saja. Bambang memberi banyak nasihat tentang rumah tangga, bagaimana menjaga keharmonisan, bagaimana bersabar menghadapi sifat pasangan, dan betapa pentingnya komunikasi suami-istri. Aulia mengangguk-angguk, menelan setiap nasihat dengan penuh hormat.
2135Please respect copyright.PENANA54M7Xq0MPJ
Namun, tiba-tiba nada obrolan berubah. Dengan suara tenang, Bambang menatapnya lalu bertanya,
“Lia… bapak boleh tanya? Aldi itu… kalau di ranjang, gimana? Cukup nggak staminanya buat kamu?”
2135Please respect copyright.PENANA3SFyPvPycw
Pertanyaan itu membuat Aulia terperangah. Wajahnya langsung merah padam, matanya membesar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Lho… Pak… kok nanyanya begitu…” ucapnya tergagap, senyum kaku di bibirnya.
2135Please respect copyright.PENANA8oayHWR3xf
Bambang hanya terkekeh pelan, seolah pertanyaan itu hal biasa. “Bapak kan cuma ingin tahu. Anak itu, dari dulu agak manja, kurang tahan lama. Bapak takut kamu yang repot.”
2135Please respect copyright.PENANAXhfW90i4KF
Aulia menunduk, jari-jarinya memainkan gamis nya. Malu setengah mati, tapi entah kenapa ia merasa harus menjawab. Dengan suara lirih, hampir berbisik, ia berkata,
“Kadang… iya, Pak. Waktu aku lagi enak-enaknya, eh… dia malah sudah selesai duluan.”
2135Please respect copyright.PENANAONjfvUaKrL
Mendengar jawaban polos itu, Bambang langsung tertawa kecil, menahan geli.
“Hahaha… ya ampun. Jadi benar dugaan bapak.”
2135Please respect copyright.PENANAYcO5x8ciXI
Aulia makin salah tingkah, wajahnya panas seperti terbakar. Ia tak berani menatap mata mertuanya, hanya menunduk, merasa campur aduk antara malu dan bingung. Namun, di balik tawa ringan Bambang, ada sorot mata berbeda yang kini membuat Aulia semakin gelisah.
Bambang: “Hehe… jangan-jangan bukan Aldi yang kurang tahan lama, tapi aulia juga kurang bisa bikin dia puas?”
2135Please respect copyright.PENANAcmkzzRllH1
Aulia: “Lho, Pak… kok ngomongnya gitu? aku ini selalu nurut sama Aldi, apa pun yang dia mau aku ikutin. Mau posisi gimana pun, aku turuti… nggak pernah nolak.”
2135Please respect copyright.PENANAGekU3YX4sD
Bambang: “Oh gitu? Tapi kalau memang nurut, kenapa masih ngeluh kalau Aldi cepat selesai?”
2135Please respect copyright.PENANAwbuhg83OIb
Aulia: “Bukan ngeluh, Pak… cuma kadang aku masih pengen lanjut, tapi Aldi udah keluar. Jadi kesannya aku yang belum puas. Tapi bukan berarti aku nggak bisa bikin dia seneng.”
2135Please respect copyright.PENANAku3vVIOvfG
Bambang: “Hmm… jadi kamu merasa sudah cukup memuaskan aldi?”
2135Please respect copyright.PENANA8UisnYDgO0
Aulia: “Iya, Pak. aul yakin Aldi seneng sama aulia. aku nggak pernah nolak apa pun yang dia minta.”
Bambang hanya terkekeh kecil, suaranya berat tapi terdengar geli, seolah menikmati setiap jawaban polos dari menantunya. Tatapannya masih menyorot ke arah Aulia yang wajahnya merah karena menahan malu.
2135Please respect copyright.PENANAd3MO3zan7R
Aulia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia lalu berdehem pelan, mencoba menenangkan diri sebelum bangkit dari kursinya.
“E… anu, Pak… aul pamit dulu ya, mau sarapan,” ucapnya sambil menunduk.
2135Please respect copyright.PENANAOA5NiLLmLD
Bambang mengangguk sambil tersenyum samar, masih dengan sisa tawa di bibirnya.
“Iya, silakan… nanti kita sambung lagi ngobrolnya.”
2135Please respect copyright.PENANA1hvTOzrCn0
Dengan langkah agak tergesa, Aulia meninggalkan teras, sementara di belakangnya Bambang masih duduk tenang, memandangi punggung menantunya yang perlahan menghilang ke dalam rumah.
Di meja makan, Aulia duduk sendiri sambil menikmati sarapannya. Aroma nasi goreng buatan pagi itu masih hangat memenuhi ruangan. Aldi sedang sibuk di bengkel, banyak pelanggan yang datang sejak pagi, sementara ibu mertuanya kebetulan pergi ke rumah tetangga. Suasana rumah jadi sepi.
2135Please respect copyright.PENANA3jjEFyDpCG
Tiba-tiba, langkah Bambang terdengar mendekat. Ia muncul dari arah teras, membawa segelas air putih. Dengan nada tenang, ia meletakkan gelas itu di hadapan Aulia.
“Nih, minum dulu, biar nggak seret,” ucapnya sambil tersenyum.
2135Please respect copyright.PENANAYTYnRXxSwX
Aulia mengangguk sopan. “Makasih, Pak.”
2135Please respect copyright.PENANAoJ3gY0ewse
Alih-alih pergi, Bambang justru ikut menarik kursi dan duduk di samping menantunya. Tatapannya santai, seolah ingin menyambung kembali obrolan pagi tadi.
“Lia… tadi kan kita udah bahas soal Aldi di ranjang. Bapak masih penasaran,” katanya pelan, nadanya penuh rasa ingin tahu.
2135Please respect copyright.PENANA4ZWjckXJJD
Aulia langsung berhenti mengunyah, matanya menatap sekilas lalu buru-buru kembali menunduk. Ada rasa canggung yang muncul.
“Eh… apa lagi, Pak?” tanyanya ragu.
2135Please respect copyright.PENANA7jk9vJE8g5
Bambang menyandarkan tubuh ke kursi, lalu dengan nada setengah berbisik ia bertanya,
“Tapi… punya Aldi itu gede nggak?”
2135Please respect copyright.PENANAmsgyPXfThA
Aulia terkejut. Pertanyaan itu membuatnya benar-benar tidak nyaman. Wajahnya memerah, tangan yang memegang sendok bergetar sedikit. Namun, ia tak bisa mengabaikan mertua yang menatapnya menunggu jawaban.
2135Please respect copyright.PENANAMB3i1Q1Cq5
Dengan suara pelan, hampir tak terdengar, Aulia menjawab,
“Ya… lumayan, Pak… nggak kecil juga.”
Bambang terkekeh kecil, matanya masih menatap Aulia yang tampak salah tingkah. Dari meja, ia meraih sebuah timun ukuran kecil yang kebetulan ada di piring sayuran. Dengan nada bercanda namun tetap serius, ia mengangkat timun itu sambil berkata pelan,
2135Please respect copyright.PENANAXjz1gwzZdM
“Segini… ada?”
2135Please respect copyright.PENANAHSlciaGZur
Aulia terperangah, wajahnya makin panas. Tanpa sadar, ia menggeleng pelan, lalu refleks menjawab jujur,
“Lebih kecil, Pak…”
2135Please respect copyright.PENANAwrL6q03S1B
Begitu kata-kata itu terucap, Aulia langsung menutup mulutnya dengan tangan. Ia sadar sudah kelewatan jujur, tapi terlambat.
2135Please respect copyright.PENANA5EjDUPjRlX
Bambang terbahak, tawanya pecah di ruang makan.
“Hahaha… ya ampun, Lia. Kalau lebih kecil dari ini, apa enaknya buat kamu? kalau segini aja lebih kecil mah nggak berasa.”
2135Please respect copyright.PENANAq00dxzX9jT
Aulia menunduk dalam-dalam, jantungnya berdebar cepat. Ia ingin mengalihkan pembicaraan, tapi di dalam hati muncul rasa aneh—antara malu, canggung, tapi juga seperti ditarik semakin jauh ke dalam obrolan yang seharusnya tak pantas.
Bambang meletakkan timun kembali ke meja, masih dengan senyum geli di wajahnya. Ia lalu menyandarkan tubuh ke kursi, menarik napas panjang sebelum mulai bercerita dengan nada santai, seolah sedang berbincang biasa.
2135Please respect copyright.PENANAmULn6qxAJL
“Kalau bapak sih, Lia… urusan ranjang masih lancar. Satu ronde aja bisa sejam penuh,” katanya pelan, matanya melirik menantunya yang masih menunduk.
“Kadang satu ronde nggak cukup… badan masih kuat, nafsu juga masih ada.”
2135Please respect copyright.PENANAHsqvBEfItG
Aulia menggigit bibirnya, jantungnya berdegup lebih cepat mendengar pengakuan yang begitu terang-terangan dari mertuanya. Ia mencoba tetap fokus ke piringnya, tapi telinganya jelas menangkap setiap kata.
2135Please respect copyright.PENANAY372iwzL0Y
“Tapi ya itu…” lanjut Bambang, suaranya sedikit merendah, “bapak sering bosan sama ibu mertua kamu. Meski bapak masih kuat, satu ronde aja dia sudah lemas, maunya langsung tidur. Jadi akhirnya ya bapak pilih ikut tidur juga…”
2135Please respect copyright.PENANAPA56rnDK2F
Kalimat itu menggantung di udara, membuat Aulia semakin salah tingkah. Tangannya gemetar kecil saat memegang gelas, sementara pikirannya mulai dipenuhi perasaan aneh yang sulit dijelaskan—antara risih, penasaran, dan takut...
Bambang: “Coba kalau istri bapak itu muda, cantik, kulit putih, menggairahkan… kayak kamu, Lia…” sambil tertawa kecil “…pasti tiap malam bapak hajar terus kamu.”
2135Please respect copyright.PENANA2UNY5BIgiX
Aulia: terdiam, napasnya sedikit tersengal, jari-jarinya menggenggam sendok “Pak… jangan ngomong gitu ah…”
2135Please respect copyright.PENANAOh4B4LtFeP
Bambang: masih tertawa, menatap Aulia lekat “Hahaha… lha kenapa? Bapak cuma jujur aja. Kamu itu menantu, tapi auranya… aduh, bikin bapak kebayang terus.”
Mata Aulia terpejam beberapa detik, imajinasinya berkhianat. Sekilas ia membayangkan dirinya benar-benar berada di ranjang bersama mertuanya, dihajar habis-habisan sebagaimana yang baru saja diucapkan Bambang. Nafasnya semakin memburu, dada naik turun tak beraturan.
2135Please respect copyright.PENANAPCbCsnOi3x
Dengan buru-buru ia meraih gelas, meneguk sisa minumannya hingga tandas. Tanpa berani menatap Bambang lagi, ia langsung berdiri dan berucap terbata,
“Pak… saya mau mandi dulu.”
2135Please respect copyright.PENANAemH0g5toGc
Langkahnya cepat menuju kamar mandi, meninggalkan tawa samar mertuanya di belakang. Begitu pintu terkunci, Aulia bersandar ke dinding, tubuhnya gemetar oleh perasaan yang sulit ia kendalikan. Ada rasa bersalah, ada juga gairah yang tiba-tiba menyeruak begitu kuat.
2135Please respect copyright.PENANA0KVJU1JIt7
Dengan tergesa-gesa ia melepas pakaian satu per satu, menjatuhkannya ke lantai. Hanya tersisa kulit putihnya yang lembab oleh keringat. Punggungnya bersandar ke tembok dingin, dan tanpa sadar tangannya meraba bagian sensitifnya sendiri. Napasnya makin berat, tubuhnya bergetar kecil, seolah mencari pelampiasan dari bayangan terlarang yang ada pikirannya...
2135Please respect copyright.PENANAjk5hbDCTnA
Aulia: desahannya makin cepat, tubuhnya tegang, lalu mencapai puncak
2135Please respect copyright.PENANA18RAgobiIr
“Ahhh… ahhh… Bapak…!”
2135Please respect copyright.PENANA1Fa8FguiPv
(napasnya terputus-putus, ngos-ngosan, tubuhnya masih bergetar hebat. Setelah itu ia terkulai lemas, keringat menetes di pelipisnya. Wajahnya merah, matanya terpejam, perasaan bersalah langsung menyergap… tapi di balik itu ada kenikmatan yang tak bisa ia ingkari. Imajinasi tentang mertuanya barusan benar-benar membuatnya hanyut.)
Di balik pintu kamar mandi, tanpa Aulia sadari, Bambang berdiri diam. Sejak tadi ia sengaja mendekat, dan kini senyum tipis mengembang di wajahnya. Setiap desahan lirih yang keluar dari bibir menantunya terdengar jelas, termasuk satu kata yang membuat darahnya berdesir—sapaan “Bapak” yang lolos di tengah klimaks Aulia.
2135Please respect copyright.PENANApzWFy61ew0
Bambang menarik napas panjang, matanya berbinar penuh nafsu. Dalam hati ia berbisik, “Ternyata… nafsu menantuku besar. Besok atau lusa, pasti tubuhnya bisa saya taklukkan.”
2135Please respect copyright.PENANA2QqueM69Ry
Dengan langkah ringan, ia beranjak pergi dari depan pintu, meninggalkan Aulia yang masih lemas di dalam kamar mandi, tanpa menyadari kalau rahasianya baru saja terbongkar.
---