
Bab 35 Iman yang Luntur di Pelukan Karomah
4832Please respect copyright.PENANAbNTtLky99A
Malam di rumah Pak Togar terasa seperti doa yang terucap dalam bisik, diterangi bohlam kuning yang bergoyang lembut di teras, memancarkan cahaya keemasan ke pekarangan yang harum oleh melati dan tanah basah setelah hujan sore. Angin malam menyapu pelan, membawa suara jangkrik dan gemerisik daun pisang, seolah alam ikut berzikir dalam rahasia.
4832Please respect copyright.PENANAsjzJSkrFQt
Di dalam kamar kecil yang diterangi lilin tunggal, aroma kemenyan tipis bercampur dengan udara sejuk yang menyelinap melalui celah jendela kayu. Aku, Ustadzah Ika, duduk di karpet merah marun yang tebal, tubuhku yang montok dada penuh dengan puting cokelat tua yang mengeras menyakitkan, perut sedikit buncit, pinggul lebar yang melengkung seperti buah matang terasa berat di bawah gamis biru tua yang menempel di kulitku karena keringat tipis.
4832Please respect copyright.PENANAUvBXvqLErA
Napasku tersengal, jantungku berdetak kencang hingga terasa di tenggorokan, memekku berdenyut basah, dipicu oleh teh karomah yang masih mengalir di darahku, membuat tubuhku panas seperti demam. Di depanku, Ustaz Karim duduk bersila, sorban putihnya sedikit miring, matanya berkilat penuh wibawa namun penuh godaan yang sulit kulawan. Ustadzah Reni, dengan gamis hijau yang sedikit terbuka di bagian dada, memperlihatkan belahan kulit cokelat yang berkilau keringat, duduk di samping, senyumnya penuh keyakinan seperti seorang mubalighah yang telah menemukan jalan.
4832Please respect copyright.PENANAKEacFdt8Zs
follow Medsosnya juga ya IG : https://www.instagram.com/dsasaxi88?igsh=cjU4b2Y5bGljNHpi dan FB nya : https://www.facebook.com/share/19uqxy1kvv/
full akses ada di https://victie.com/novels/nafsu_berselimut_dakwah jangan lupa cek karya karya lainnya
POV Ustadzah Ika
4832Please respect copyright.PENANA0Ko6t5ZY75
Aku menunduk, tanganku gemetar memegang ujung gamis yang basah keringat. Suara Ustaz Karim seperti azan subuh yang hening, namun penuh kekuatan yang mengguncang imanku yang selama ini kugenggam erat. “Ustadzah Ika, Plinggo bukan zina seperti yang Mbak pikir. Dalam Al-Quran, wanita adalah ladang bagi pria tempat menanam benih suci. Karomah sperma pria dewasa sucikan dosa Hawa yang turun-temurun. Mbak bilang umur 40 terlalu tua? Lihat tubuh Mbak kulit cokelat keemasan yang masih halus meski ada garis halus di sudut mata, pinggul lebar yang melengkung sempurna seperti buah manggis matang, dada penuh yang masih kencang di balik gamis. Itu fitrah Tuhan, bukan cacat,” katanya, suaranya dalam, penuh keyakinan yang seperti menembus jiwaku.
Hatiku terbelah. “Ustaz, hati hamba bilang ini haram,” kataku, suaraku serak, air mata tipis menggenang di mataku yang panas. “Di pesantren, kyai ajarkan zina adalah dosa besar, neraka menanti. Aku taat sholat lima waktu, Ustaz. Tiap malam aku baca Yasin, Al-Waqiah, minta ampun pada Allah.
4832Please respect copyright.PENANAaIR4aOvDRY
Tapi dalil Ustaz… masuk akal, seperti ayat yang kini hidup di depanku. Aku bingung. Dulu di pesantren, tubuhku paha tebal yang bergesek saat jalan, perut buncit yang mereka remas seenaknya dipakai kyai tanpa cinta, tanpa puas. Aku merasa kotor, hina, seperti pelacur yang mereka sebut ‘istri syar’i’. Tapi sekarang… teh ini, tubuhku panas, dadaku sesak, putingku mengeras, memekku berdenyut basah. Apa ini fitrah yang Allah izinkan, atau godaan setan yang kini mengguncang imanku?” Air mataku jatuh, membasahi gamis, campuran malu, marah pada masa lalu, dan gairah yang seperti api neraka yang kucemaskan.
Reni menyentuh lenganku, jari-jarinya hangat menyusuri kulitku yang lembab, seperti sentuhan sahabat yang ingin menenangkan namun juga menggoda. “Mbak Ika, aku dulu seperti Mbak, takut dosa, takut neraka. Tapi karomah Ustaz Karim batangnya yang besar, panjang, vena-vena biru yang berdenyut seperti akar hidup mengubahku. Tubuh Mbak siap, lihat putingmu yang mengeras di balik bra, selangkanganmu basah karena teh. Itu tanda fitrahmu hidup, bukan dosa. Plinggo ajarkan kita rangkul nafsu sebagai ibadah, bukan melawan,” katanya, suaranya lembut, penuh keyakinan.
Dadaku naik-turun cepat, putingku perih di balik bra katun yang terlalu ketat, memekku berdenyut lebih kuat, basah hingga gamisku menempel di paha tebalku yang gemetar. Tiba-tiba, aku tersentak melihat keberanian Reni.
4832Please respect copyright.PENANAxBnVt3pjhL
Dengan gerakan mantap, ia menyingkap sarung Karim yang longgar, memperlihatkan batangnya yang meski belum sepenuhnya tegak, sudah menggantung berat di antara paha berototnya panjang sekitar 15 cm dalam keadaan lembek, tebal seperti pergelangan tanganku, kulitnya halus berwarna cokelat tua, ujungnya meruncing dengan kulup yang menutup setengah kepala merah muda. Vena-vena tebal menonjol di permukaannya, seperti akar pohon yang kuat, dan bulu hitam keriting di pangkalnya menambah aura maskulin yang mentah. Aku menelan ludah tanpa sadar, jantungku berdegup kencang, rahimku terasa hangat, seolah ada api kecil yang menyala di dalamnya.
4832Please respect copyright.PENANAVaCVKl3QB6
“Ya Allah, kenapa ada yang sebesar ini?” batinku, kaget sekaligus terpesona. Aku membayangkan bagaimana ukuran maksimalnya bila telah keras sempurna mungkin 22 cm, tebal seperti lengan kecilku. Apakah mungkin benda sebesar itu masuk semua ke dalam tubuh wanita? Pikiran itu membuatku gemetar, antara takut dan gairah yang kini sulit kutolak.
“Aku… aku perlu udara segar,” kataku, suaraku gemetar, kakiku terhuyung saat bangkit, hampir tersandung karpet. Aku melangkah ke teras, angin malam menyapu wajahku yang panas, dingin namun tak mampu memadamkan api dalam tubuhku. Aku menghirup udara dalam-dalam, tanganku memegang pagar kayu yang kasar, berdoa dalam hati, “Ya Allah, bimbing hamba… apakah ini dosa atau jalan-Mu? Aku muslimah, aku taat, tapi kenapa tubuhku memberontak?” Mataku memandang bintang-bintang yang berkedip, seolah mencari jawaban dari langit.
“Ohh…” Desahan keras Ustaz Karim dari dalam kamar membuatku tersentak, jantungku melonjak. Aku melongokkan kepala melalui pintu yang sedikit terbuka, mataku membelalak, napasku terhenti.
4832Please respect copyright.PENANAz6UTqLZrWY
“Astaghfirullahaladzim!”
4832Please respect copyright.PENANAJhAA9v9qwA
batinku, tubuhku membeku. Di depan mataku, Reni duduk di kursi kayu tua, bibirnya melumat bibir Karim dengan penuh nafsu, lidah mereka saling menari dalam ciuman yang basah dan liar. Tangan Reni menggenggam batang Karim yang kini tegak penuh, panjang 22 cm, tebal seperti pergelangan tanganku, kepala merah mengilat seperti jamur basah setelah hujan, vena-vena biru membengkak di permukaannya, berdenyut seperti jantung hidup. Sarung Karim terperosok hingga paha, memperlihatkan otot paha yang kokoh dan bulu hitam keriting di pangkal batangnya, aura maskulinnya seperti doa yang terlarang namun menggoda.
“Cepat hisap kontolku,sebagai Ustadzah harus rajin menghisap kontol selain mengaji!” seru Karim, suaranya serak, penuh hasrat. Reni, tanpa ragu, menurunkan kepalanya, mulutnya melahap batang itu, lidahnya menari di kepala yang lebar, mengisap dengan semangat sambil tangannya mengocok pelan, membuat cairan bening mengalir tipis dari ujungnya. “Ohh…” Karim mendesah lagi, kepalanya terdongak, tangannya menekan kepala Reni, suara isapan basah mengisi kamar, bercampur aroma kemenyan dan keringat.
4832Please respect copyright.PENANARrqLLpgpBG
Aku terpaku, jantungku berdetak liar, memekku berdenyut semakin kuat, basah hingga terasa menetes ke paha dalamku. “Ya Allah, ini haram…ini zina tapi kenapa aku ingin?” batinku, mataku nanar menatap pemandangan itu. Gairahku memuncak, tubuhku panas seperti terbakar, putingku terasa perih, dadaku naik-turun cepat.
4832Please respect copyright.PENANA6MNghLBbrR
“Aku muslimah, aku tak boleh… tapi tubuhku bilang lain. Apa yang harus aku lakukan?” Air mata menggenang, hatiku terbelah antara iman yang kujunjung dan nafsu yang kini bangkit seperti badai. Antara sadar dan tidak, aku tak menyadari Ustaz Ijal muncul dari bayang-bayang, tubuhnya yang ramping namun berotot menempel di punggungku. Tangannya, hangat dan kuat, menyusuri betisku yang penuh, naik ke paha tebalku, lalu meremas pantatku yang bulat dan empuk tanpa celana dalam sejak mandi tadi sore.
“astafirullahi! Ustaz Ijal, ngapain?!” seruku, kaget, tanganku menepis tangannya dengan cepat, tapi getaran di tubuhku malah bertambah. Pipiku panas, mataku berkilat marah sekaligus bingung. “Jangan, Ustaz! Ini haram!” kataku, suaraku gemetar, tapi memekku berdenyut lebih keras, basah hingga gamisku terasa lengket. “Ya Allah, ampuni hamba… kenapa aku nggak kuat menolak?”
4832Please respect copyright.PENANAGNOwxf3yNc
Ijal tersenyum licik, mendekat lagi, aroma keringat maskulinnya menusuk hidungku. “Kita sama-sama tahu sama-sama mau, kan, Ustadzah? Tubuh Mbak bilang iya lihat paha ini, gemetar, basah,” katanya, suaranya rendah, penuh godaan seperti mantera setan yang kutakuti.
Aku menghindar, jantungku berdegup kencang, aku berlari masuk melewati Reni dan Karim yang masih asyik dengan cumbuan mereka. Karim mengangkat kepala, kaget, “Ika? Apa itu tadi?” tanyanya, sementara Reni terkekeh, mulutnya masih basah, berkilat di bawah cahaya lilin. “Biarkan dia, Ustaz. Dia cuma takut sama fitrahnya sendiri,” kata ustazah Reni, suaranya penuh keyakinan.
4832Please respect copyright.PENANAwa1WJBghq4
Di kamarku, aku menutup pintu dengan gemetar, napasku tersengal, tubuhku bersandar ke dinding kayu yang dingin. Gambar batang Karim yang besar, vena-vena yang berdenyut, dan desahan Reni menghantui pikiranku. “Ya Allah, ini godaan… aku nggak boleh hanyut!” batinku, air mata mengalir di pipiku yang panas. Tapi memekku terus berdenyut, basah hingga terasa menetes, dadaku sesak oleh puting yang mengeras. “Aku muslimah, aku taat… tapi kenapa Plinggo terasa benar? Apa ini syariat yang kulewatkan selama ini?” Aku melepas kimonoku, tubuhku yang montok dada penuh dengan puting cokelat tua yang menonjol, perut sedikit buncit, pinggul lebar yang bergoyang saat bergerak terpapar udara dingin. Aku meraih celana dalam katun putih, tapi sebelum memakainya, Reni masuk tanpa mengetuk, gamisnya sedikit terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang berkilau keringat.
4832Please respect copyright.PENANAxMMMOgw6yN
“Ada apa, Mbak Ika?” tanya Reni, suaranya lembut tapi penuh hasrat, matanya menelusuri tubuhku yang telanjang. “Mbak lari tadi, kenapa? Takut dosa atau takut nikmat?”
“Entah, An… aku… aku nggak tahu,” balasku, suaraku pecah, tanganku gemetar memegang celana dalam. “Aku taat sholat, An. Tiap malam aku baca Yasin, minta ampun pada Allah. Tapi teh itu… tubuhku panas, memekku basah, aku nggak kuat. Ini haram, tapi kenapa aku ingin? Aku nggak mau dipaksa lagi seperti di pesantren, tapi… aku nggak bisa bohong, aku gairah. Ya Allah, apa ini ujian atau jalan-Mu?” Air mata mengalir deras, hatiku seperti terbelah iman muslimahku yang taat berbentur dengan gairah yang kini menyeretku ke Plinggo.
Reni mendekat, memelukku dari belakang sebelum aku sempat memakai bra. Tubuhnya yang hangat menempel di punggungku, tangannya merayap ke dadaku, meremas lembut buah dadaku yang penuh, jari-jarinya memelintir puting yang mengeras. “Ayolah, Mbak, nikmati malam ini,” bisik Reni di telingaku, napasnya panas menyapu tengkukku, membuat bulu kudukku berdiri. “Plinggo bukan paksaan, Mbak. Ini ibadah suka rela, syariat yang Allah izinkan untuk sucikan kita.”
“Mmhh…” Aku mendesah, tubuhku melemah, putingku perih saat Reni memelintirnya pelan, menggoda. Gairah yang sempat surut kini berkobar, memekku berdenyut, basah hingga terasa menetes ke paha dalamku. “An… ini haram… aku takut neraka…” rintihku, tapi tubuhku tak menolak, malah bersandar ke pelukannya. “Tapi kenapa enak? Ya Allah, apakah ini jalan-Mu yang kulewatkan?”
4832Please respect copyright.PENANACd5DFPMUYf
Reni tersenyum, tangannya menyusuri perut buncitku, lalu masuk ke celana dalam yang baru kupakai, menggosok lembut belahan memekku yang licin. “Nikmati saja, Mbak. Tubuhmu bilang mau. Plinggo ajarkan kita rangkul fitrah, bukan melawan,” bisiknya, lidahnya menyusuri tengkukku, menjilati kulit yang lembab keringat, membuatku menggigil.
“Ohh…” Aku mendesah keras, mataku terpejam, tubuhku menggeliat saat jari Reni menggosok klitorisku, lembut tapi penuh tekanan. “An… enak… tapi aku takut… aku nggak mau jadi pelacur…” kataku, suaraku serak, penuh kebingungan dan kenikmatan.
4832Please respect copyright.PENANA0YOpFdq2Uo
Reni membalikkanku, merebahkanku di ranjang beralas seprai putih yang sedikit kusut. “Mbak bukan pelacur, ini ibadah,” bisiknya, bibirnya turun mencium dadaku, menjilati puting cokelat tuaku yang mengeras seperti kacang. “Oww…” Aku menjerit lirih, tanganku mencengkeram seprai, pinggulku terangkat tanpa sadar, mencari lebih banyak sentuhan.
“Ustadzah Reni… ohh…” jeritku lagi, suaraku makin keras saat jari Reni masuk ke memekku, menggosok dinding dalam yang basah, membuatku menggelinjang. Reni tersenyum, lidahnya turun ke perutku, lalu ke selangkangan, melepas celana dalamku dengan cepat. “An… enak banget…” desahku saat lidah Reni menyusuri belahan memekku, menjilati klitorisku dengan liar, sesekali mengulum hingga aku menjerit, “Annih… aku… keluarrr!”
4832Please respect copyright.PENANAxXXrqlPVfb
Tubuhku menegang, memekku menyemburkan cairan hangat, pinggulku mendesak ke wajah Reni, tanganku mencengkeram rambutnya erat. Reni bangkit, tersenyum, lalu melumat bibirku, lidah kami saling menari, membuatku tersapu gelombang kenikmatan baru. “Aku baru kali ini cumbu sama wanita… ternyata memuaskan,” bisikku, mencium bibir Reni pelan, mataku masih nanar, penuh pertentangan batin. “Tapi ini dosa, An… aku takut neraka, tapi tubuhku bilang ini syariat yang benar…”
Tiba-tiba, aku merasakan tangan lain meremas dadaku, kuat dan hangat. Aku membuka mata, kaget melihat Karim, telanjang bulat, otot dadanya berkilau keringat, batangnya tegak dan besar di antara paha berototnya, panjang 22 cm, tebal dengan vena-vena biru yang berdenyut. “Sayang, kamu layani Ustaz Ijal dulu,” kata Karim ke Reni, suaranya tegas, menarik Reni dari tubuhku.
4832Please respect copyright.PENANAwasiKq7GQJ
Karim menindihku, bibirnya mencium leherku, lalu turun ke dada, menjilati putingku yang masih basah. “Jangan!” teriakku, meronta, tanganku mendorong dada Karim, tapi tenagaku lemah, gairah mengkhianati imanku. “Jangan, Ustaz… ini zina!” rintihku, air mata mengalir, tapi tubuhku menggeliat saat lidah Karim menjilati putingku, membuatku mendesah, “Ohh… jangan… Ya Allah, ampuni hamba…”
4832Please respect copyright.PENANAz2iMQbllOi
Karim memegang kedua tanganku, menahannya di atas kepala, lidahnya turun ke perut buncitku, lalu ke memekku yang basah. “Jangan, Ustaz!” jeritku lagi, tapi saat lidah Karim menyapu klitorisku, aku menggelepar, pinggulku terangkat, mencari lebih banyak kenikmatan. Batang Karim, besar dan keras, menggesek memekku, membuatku menjerit lirih, “Jangan… ohh… enak…”
4832Please respect copyright.PENANA4jzLQ06NLo
Di samping, Reni dan Ijal sudah asyik, Reni menungging di karpet, memeknya digenjot Ijal dengan ritme cepat. “Ohh… Jal… dalam!” desah Reni, membuatku semakin panas. Karim mengarahkan batangnya ke lubang memekku, kepala merah itu menyentuh bibir memekku yang licin. “Jangan, Ustaz!” jeritku, tapi Karim mendorong masuk, pelan tapi dalam, membuatku menjerit, “Ohh… besar… sakit!”
4832Please respect copyright.PENANA0qK0FTmIiq
Rasa perih dan panas menyengat memekku saat batang Karim masuk, terasa seperti merobek dinding dalamku yang sempit. Setiap dorongan terasa menghantam rahimku, sakit yang tajam bercampur panas membakar, membuatku menjerit, “Ustaz… sakit… terlalu dalam… tolong!” Air mataku mengalir deras, eranganku bercampur isakan, tapi Karim tak berhenti, malah mempercepat genjotannya. “Jangan… aku nggak kuat…” rintihku, tubuhku menggeliat, mencoba menolak, tapi tanganku tetap terikat di atas kepala.
“Lebih sadis lagi, Ustaz! Genjot lebih keras, biar dia rasakan karomahnya!” seru Reni dari samping, suaranya penuh hasrat sambil menungging, memeknya digenjot Ijal. Aku memandangnya dengan mata nanar, terkejut mendengar kata-katanya. “An… jangan… ini salah…” isakku, tapi eranganku tak dihiraukan. Anehnya, di tengah rasa sakit yang perih, aku mulai merasakan kenikmatan yang aneh, seperti gelombang panas yang perlahan membalut tubuhku. Sakit itu berubah jadi sensasi nikmat yang dalam, memekku mulai menyesuaikan diri, menjepit batang Karim erat-erat, basah dan panas.
4832Please respect copyright.PENANA3dQDlPk0HV
“Tubuh tuamu ini jadi muda lagi dengan karomah Plinggo,” kata Karim, suaranya serak, mengangkat satu kakiku ke pundaknya, membuat batangnya masuk lebih dalam, menghantam rahimku dengan kekuatan yang membuatku menjerit, “Ohh… Ustaz… sakit… tapi… enak…” Aku tak percaya kata-kataku sendiri, kenikmatan itu kini mengalir seperti air bah, membanjiri imanku yang rapuh.
4832Please respect copyright.PENANAsIkAImk4py
“Ohh… memekmu nikmat, Ustadzah Ika,” desah Karim, memompa cepat, suara plak-plak daging bertabrakan mengisi kamar. Aku mendesah, “Ohh… mmhh…” Rasa sakit berganti kenikmatan luar biasa, memekku menjepit batang itu erat, basah dan panas. “Bagaimana rasanya, sayang?” tanya Reni di samping, menungging sambil digenjot Ijal. “Nikmati malam ini, Mbak… kapan lagi?” tambah Ijal, suaranya penuh nafsu.
4832Please respect copyright.PENANAd1WWlhsNlU
Aku hanya mendesah, “Mmhh… sshh…” Tubuhku menggeliat, pinggulku mendesak ke batang Karim, mencari lebih dalam. “Ya Allah, ini dosa… tapi enak… apakah ini syariat-Mu?” batinku, air mata mengalir, tapi mataku berkilat kenikmatan. Tiba-tiba, aku menjerit, “Ooww… aku keluar!” Memekku menyembur deras, cairan hangat membasahi batang Karim, ranjang, dan pahaku sendiri. Tubuhku kejang, tanganku mencengkeram lengan Karim erat, orgasme terdahsyat yang pernah kurasakan membuatku lemas, seperti terbang ke langit ketujuh.
4832Please respect copyright.PENANAVd0MLrNr6e
“Crott! Crott!” Karim menyembur di dalam memekku, cairan panas mengisi rahimku, membuatku mendesah panjang, “Ohh…” Aku ambruk, tubuhku lemas, mata terpejam, rasa lelah dan kenikmatan membungkusku. Di samping, desahan Reni dan Ijal masih menggema, “Ohh… Jal… aku keluar lagi!” teriak Reni, diikuti jeritan Ijal yang menyembur.
Aku tertidur, telanjang di bawah bed cover, memekku masih berdenyut sisa kenikmatan. Pagi menjelang, aku terbangun siang, tubuhku pegal tapi puas. Ketukan pintu terdengar, tapi aku tak mendengar, masih lemas oleh orgasme terdahsyat yang kualami semalam. Tiba-tiba, pintu terbuka, dan Sari, wanita muda yang tengah hamil enam bulan, masuk dengan kunci cadangan, wajahnya memerah melihat tubuhku yang molek tergolek, dada penuh dan pinggul lebar terlihat samar di bawah bed cover yang sedikit tersingkap. “Eh, maaf, Bu… saya cuma mau minta izin pulang, kamarnya nanti siang saja saya bereskan,” katanya, perutnya yang bulat terlihat di balik daster ketat, rambutnya yang panjang tergerai.
Aku tersentak, jantungku melonjak, tanganku buru-buru menarik bed cover rapat, pipiku panas. “Tak apa, Sar… pulang saja,” balasku, suaraku gemetar, malu bercampur rasa bersalah. Tapi sebelum Sari melangkah keluar, Ustaz Ijal muncul di ambang pintu, tubuhnya masih berkilau keringat, sorbannya sedikit miring. “Sari, tunggu dulu,” katanya, suaranya rendah namun tegas. “Ambil sisa karomah sperma dari Ustadzah Ika. Ini bagian dari syariat Plinggo, jangan sia-siakan.”
4832Please respect copyright.PENANAiVXXz2fT5g
Aku tersentak, mataku membelalak, tubuhku yang lemas tiba-tiba tegang kembali. “Apa?! Ustaz Ijal, jangan!” seruku, suaraku serak, jantungku berdegup kencang. Sari memandangku dengan mata ragu, tapi ada kilat hasrat di matanya, seolah ia juga terikat pada Plinggo. Aku memandangnya, tubuhku gemetar, antara malu dan gairah yang kembali bangkit. “Ya Allah, apa lagi ini?” batinku, pikiranku kacau. “Aku nggak mau dipaksa… tapi kenapa aku nikmati malam tadi?” Sensasi malam tadi lidah Reni yang liar, batang Karim yang besar, genjotan kasar yang membawa kenikmatan tak pernah kurasakan sebelumnya, meski aku suka petualangan seks sejak muda. “Ya Allah, ini dosa atau syariat-Mu? Aku muslimah, tapi Plinggo terasa seperti jalan yang kulewatkan.” Aku ingin cerita pada Karim, tapi ragu bagaimana bisa aku menikmati “pemaksaan” itu? Iman muslimahku yang taat perlahan luntur, tunduk pada Plinggo yang kini terasa seperti syariat baru. Apakah aku akan kembali ke kamar itu malam ini, mencari karomah itu lagi, atau lari dari desa ini untuk selamatkan sisa imanku? Dan perintah Ijal kepada Sari apakah ia akan menarikku lebih dalam ke Plinggo, atau menjadi saksi kehancuranku?
4832Please respect copyright.PENANA22Rp8N4r5o