Selingkuh dengan atasan suamiku

Pagi keesokan harinya, aku membuka mataku

perlahan. Aku melihat wajah tambah Wahyu yang

sedang menatapku dengan senyuman.

"Apa yang terjadi kemarin benar-benar menakutkan,"

ucap Wahyu dengan raut wajah serius.

Aku mengangguk,"Aku benar-benar tidak bisa

mengerti apa yang terjadi."

Wahyu tersenyum lembut,"Yang penting kamu

aman, Sintia. Dan, aku selalu di sampingmu."

Aku tersenyum kecil melihat kebaikan hati Wahyu.

Aku merasa sangat beruntung memiliki teman

seperti dia di sampingku.

"Apa kita tetap akan seperti ini, dan tidak turun dari

ranjang?7tanyaku tersenyum.

Wahyy tersenyum lebar,"Kita boleh tetap disini jika

kamy mau. Tapi, mungkin baiknya kita turun dan

mençari makan pagi dulu. Apa kamu sudah lapar?"

"Aku sangat lapar," jawabku dan kemudian aku

bangkit dari tempat tidur.

Kami berdua kemudian keluar dari kamar Wahyu

dan turun ke dapur untuk sarapan. Saat kami tiba

di dapur, aku merasa heran karena tampilannya

sangat berbeda dari biasanya.

"Sudah siap untuk sarapan?" tanya Wahyu.

Aku mengangguk,"lya, tapi biarkan aku yang

memasak untuk kamu!"

"Boleh, tapi aku akan bantuin kamu!" kata Wahyu.

Aku tersenyum,"Terserah kau saja, tapi aku suka

sih kalau di bantuin."

"Aku juga suka bantuin, apalagi bantuin kamu.'

Wahyu kemudian kembali mencium pipiku, sebelum

pindah ke bibitku. Kami berciuman mesra sebentar,

sebelum akhirnya memasak.

Saat kita sedang asik memasak, tiba-tiba Wahyu

berkata,"He he, maaf ya Sintia. Sebenarnya

semalam tidak ada hantu. Itu hanya ilusi yang

dibuat olehku."

Aku memandang Wahyu dengan tak percaya,"Apa

maksudru? Kenapa kamu membuat ilusi seperti itu?"

Wahyu tersenyum,"Aku ingin menciptakan suasana

yang rómantisme dan menarik, agar kau bisa

merasa nyaman dan bahagia. Aku tahu kau sedang

lelah dan butuh ketenangan, maka aku coba

membuat situasi yang bisa membuatmu merasa

nyaman."

Aku merasa sedikit geli dan malu karena Wahyu

begitu memperhatikan diriku. Namun, di dalam

hatiku juga merasa hangat karena ada seseorang

yang begitu peduli dan memperhatikan aku.

"Aku tidak tahu harus berkata apa, Wahyu. Terima

kasih banyak sudah membuatku merasa nyaman

malam kemarin. Aku sungguh-sungguh bersyukur

memiliki teman seperti kamu," ucapku sambil

memeluk Wahyu erat.

Wahyu membalas pelukanku dengan penuh kasih

sayang,"Sama-sama, Sintia. Aku selalu di

sampingmu, kapanpun dan dimanapun. Aku akan

selalu mencoba untuk membuatmu bahagia."

Kami kemudian melanjutkan sarapan dengan penuh

kebahagiaan dan tawa. Dan, aku merasa hidupku

semakin penuh warna dan kebahagiaan bersama Wahyu.

Saat kamj/ sedang menonton TV, tiba-tiba Wahyu

berkata,Sintia, apa kau tidak mau pulang?"

Belum sempat aku menanggapi, Wahyu sudah

melanjutkan,"Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh

ya!Aku hanya bertanya saja. Karena kalaupun

kamu tidak pulang, aku malah merasa senang.

Jadinya kita bisa menghabiskan waktu bersama

terus."

Aku berpikir,'Pulang?Ha ha, buat apa aku pulang.

Kalau di sini ada seorang pria yang selalu bisa

membuatku nyaman. Di rumah hanya akan

membuatku bertambah stres, dengan Bagas yang

selalu mengabaikan aku.'

Aku menatap Wahyu dan tertawa, merasa senang

dan lega karena Wahyu tidak punya maksud aneh-

aneh bagi diriku."Tidak, aku tidak ingin pulang. Apa

yang ingin kita lakukan hari ini?"

Wahyu berpikir sejenak, kemudian berkata dengan

semangat,"Kita bisa berjalan-jalan di taman dan

makan siang bersama. Bagaimana?'

"Bagus idemu!" ucapku antusias.

Wahyu dan aku kemudian bersiap-siap untuk pergi

ke taman. Kami berjalan-jalan di antara pepohonan,

menikmati pemandangan hijau yang menyejukkan

mata setelah semalam yang gelap. Kami berjalan

berdampingan, sesekali berhenti untuk mengambil

foto di/ taman atau selfie bersama.

"Sintia, kamu sudah lama mengenali Bagas?" tiba-

tiba ahyu bertanya saat kami sedang berjalan

menyusurí jalan setapak di taman

Aku menggelengkan kepala,"Tidak begitu lama sih,

hanya beberapa bulan sebelum kami menikah."

Wahyu tampak terkejut mendengar itu."Jadi kamu

dan Bagas menikah, setelah kenal dalam waktu

yang cukup singkat ya?" tanya Wahyu.

Aku mengangguk,"lya, sekitar enam bulan setelah

kami berkenalan, Bagas melamarku dan kami

menikah tidak lama setelah itu."

Sebelum Wahyu menanggapi, aku kembali berkata,

"Aku memang tidak terlalu menyukai menjalin

hubungan pacaran terlalu lama. Bagiku, jika kita

sudah merasa cocok, tidak perlu membuang waktu

untuk menunggu. Toh, setelah menikah, kita masih

dapat berkenalan dan saling mengenal dengan

lebih baik. Menurutmu?"

Wahyu tersenyum simpul,"Aku setuju dengan

pendapatmu, Sintia. Terkadang, perasaan dan

ketulusan cukup untuk membuat seseorang merasa

yakin akan keputusannya. Bagaimana dengan kita,

Sintia? Apa kamu merasa kita cocok bersama?"

Aku memnandang Wahyu, dan kemudian tersenyum

mendapatkan pertanyaan itu."Aku merasa kita

sudal saling mengenal dengan cukup baik, Wahyu.

Dan,pku merasa sangat nyaman denganmu. Kamu

adalah orang yang selalu mendukungku dan

merperhatikanku. Akumerasakita cocokbersama.'

Walyu tersenyum lebar,"Aku merasa begitu juga,

Sintia. Kamu adalah orang yang sangat berarti bagi

hidupku. Kamu selalu membuatku merasa bahagia

dan penuh semangat. Aku beruntung memiliki

teman sebaik kamu, dan aku berharap pertemanan

kita akan langgeng dan abadi."

Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami

sambil berbincang-bincang tentang kehidupan dan

mimpi kami. Kami bahkan berencana untuk

mengunjungi beberapa tempat favorit kami di kota,

seperti toko buku, toko musik, dan kafe yang

menyajikan kopi spesial yang kami sukai.

Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba cuaca

menjadi tampak gelap dan mendung. Kami berdua

sudah merasakan tekanan di udara dan menggigit

bibir kami, menanti hujan segera turun.

"Hujan akan segera turun," kata Wahyu dengan

nada meyakinkan.

Aku mengangguk,"Kita mungkin harus cepat-cepat

mencari tempat berteduh. Aku tidak ingin basah kuyup."

Kami kemudian berlari mencari tempat berteduh

dan menemukan tempat berbentuk paviliun kecil

yang terletak di tengah taman. Tanpa ragu, kami

berlaji masúk ke paviliun dan duduk di bangku kayu

yang tergedia. Tidak lama kemudian, hujan turun

dengan derasnya, mengguyur taman dan membuat

hampirbsemua orang yang berada di taman

berhamburan mencari tempat berteduh

Kami duduk di paviliun, memandangi hujan yang

turun dengan derasnya. Kami kemudian berbincang

-bincang tentang kehidupan, mimpi, dan segala hal

yang kami sukai.

Saat hujan mulai mereda, Wahyu Mendekatiku dan berkata,"Sintia, aku punya sebuah pertanyaan."

Aku tersenyum dan mengangguk."Apa itu?"

Wahyu mengambil sebuah kotak kecil keemasan

keluar dari dalam jaketnya,"Sintia, maukah kamu

menjadi wanita pilihan hidupku?"

Aku terkejut dan tidak percaya, tapi aku segera

menjawab,"Wahyu, apa kamu lupa? Aku masih

menjadi istri Bagas, teman kamu. Meskipun

hubungan kami sedang tidak baik, tapi aku tetap masih istrinya.'

7120Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡaM446fIdJw

ns216.73.216.139da2

Reading Theme:

Font Size:

Line Spacing:

Paragraph Spacing:

Load the next issue automatically