Namaku Nabil, keturunan pakistan sunda. Sejatinya aku tidak mengenal ayahku. Yang jelas ibuku mengandungku di saat dia memiliki hubungan dengan pria pakistan saat bekerja menjadi TKW di hongkong. Dan sekarang ibu sudah kawin lagi dengan orang kalimantan dan menetap disana. Sekali kali dia mengirimi ku sejumlah uang untuk biaya kebutuhan ku sehari hari. Maklum lah semenjak ibu menikah lagi, aku tinggal bersama kakek dan merawatku. Akan tetapi kakekku juga meninggal pertengahan tahun lalu. Ibu ku sempat menawarkan untuk ikut dengannya ke kalimantan. Akan tetapi aku tidak begitu suka dengan suami baru nya. Terlebih di kalimantan mereka juga tinggal jauh dari kota. Jadi aku tolak saja.
Jadilah aku tinggal sebatang kara. Rumah peninggalan kakek terlalu besar untuk ku tinggali sendiri. Tapi bukan mewah. Untuk kebutuhan sehari-hari masih ada sawah yang di kerjai orang lain dan akan bagi hasil saat panen tiba. Itu lebih dari cukup kalau hanya untuk kebutuhan beras. Nah, selebihnya aku berjibaku sendiri untuk memenuhi kebutuhan ku sehari hari. Entahkah itu dari hasil mencari belut, atau di suruh orang orang mencari rumput. Yang pasti kalau aku berharap dari kiriman ibu sudah pasti tidak cukup, karena banyak yang mesti di bayari. Tapi sejauh itu aku enjoy saja. Karena aku tinggal di desa yang masih asri. Dan tidak begitu banyak biaya.
Oiya aku lupa, saat ini aku berusia 14 tahun. Akan tetapi aku masih duduk di bangku kelas 6 SD. Hidupku banyak drama sehingga aku selalu ketinggalan soal pendidikan. Jadi lah aku yang paling tua di kelas 6. Di tambah lagi postur tubuh ku yang sudah menjulang sendiri. Hal yang paling ku benci di sekolah adalah ketika adanya proses baris berbaris. Aku seperti menara monas yang tinggi sendirian. Guru guru juga sering menjadikan bahan tertawaan.
Tapi secara wajah, aku terbilang tampan. Di tambah lagi hidungku yang mancung. Dan perawakan yang seperti bule.(bule pakistan). Hanya saja ketampanan ku keluar di saat aku belum membutuhkannya. Karena aku masih SD. Aku masih senang bermain guli, kejar kejaran. Dan bermain dengan sebayaku. Walaupun pemandangan ini sering membuat orang kesal karena seolah olah aku sudah dewasa tapi bermain dengan anak kecil.
Tapi kembali lagi, apalah artinya ketampanan bila tidak ada yang merawat dan memperhatikan. Kadang aku kesekolah dengan baju yang kusut, kotor, dekil. Namanya juga anak anak.
Tapi bukan itu masalah nya. Di saat aku menginjak klas 6 ini, pertumbuhan badanku makin menjadi jadi. Tinggi ku saja sudah mencapai 150 cm. Masalah nya. Untuk usia itu aku belum punya cangcut alias celana dalam. Di tambah lagi ukuran celana SD yang kupakai sudah sangat sempit. Di situlah fase dimana aku makin tidak berdaya. Ingin ku berhenti sekolah, akan tetapi sudah hampir tamat. Sayang sekali hanya tinggal menunggu beberapa bulan.
Memang seluruh anak laki laki di klasku tidak ada yang memakai celana dalam. Akan tetapi ukuran dari batang kelamin ku membuat aku ngeri sendiri. Kalau ku bandingkan hampir sebesar betis Winda, anak perempuan yang paling cantik di kelas kami. Yang paling parah, aku sudah memasuki masa puber, sedikit saja rangsangan batang ku sangat mudah menegang.
Puncak kejadian malapetaka itupun terjadi, ketika hari senin upacara bendera. Saat itu pembina upacara nya ibu Erna. Dia memanggil ku kedepan karena masalah kerapian. Aku selalu menolak untuk memasukkan baju seragamku kedalam.
"Kamu itu sudah kelas 6,Bukannya memberikan contoh ke adik klas mu. Ayo, rapikan seragam mu.. "
Aku tidak punya pilihan selain mengikuti perintah ibu Erna. Dan di hari itu aku menjadi bahan tertawaan. Ketika orang orang mulai paham kenapa aku sering membiarkan seragam ku keluar. Nampak jelas sekali tonjolan di celana ku. Semua orang tertawa, anak anak perempuan menjerit histeris. Aku malu minta ampun. Ahirnya bu Erna mengembalikan ku ke barisan. Aku menunduk malu. Tak berani melihat sekeliling ku. Begitu lah keseharianku. Sering sekali menjadi bahan tertawaan.
* * *
Semenjak itu aku sudah 3 hari tidak masuk sekolah, kerjaanku hanya di rumah dan malas malasan. Sepi, ya begitu lah keseharianku. Aku tidak mau tau lagi cerita apa yang ada di sekolah. Teman temanku juga sering memanggil, tapi aku enggan menemui nyaa
Hingga di kamis sore, saat aku membuka pintu depan. Aku tidak bisa mengelak. Karena di depan pintu sudah berdiri Ibu Erna. Di tangannya membawa kantong kresek. Dia tersenyum manis. Ternyata ibu Erna bisa di bilang cantik, karena sifatnya yang judes di kelas, terkadang aku tak menyadari nya. Umurnya baru 30 tahun, orang Sumatra, beranak 2.
"Nak nabil, knapa gak masuk sekolah, sakit ya??"
"M..Iya bu" Sambil mnggaruk garuk kepala aku bingung hanya bisa mengiyakan.
"Alasan.. " Dia langsung mencubit telingaku manja,
Aku mengajak ibu Erna masuk. Dan menyuguhkan air yang akan kadarnya.
"Jadi begini bil, kmu kenapa gak masuk sekolah sudah 3 hari, sementara sebentar lagi kamu bakal UN. Sayang lo.. Kmu udah sekolah selama 5 tahun. Tiba tiba kamu mau berhenti.. "
Ntah dari mana dia tau aku akan berhenti sekolah. Yang jelas aku hanya terdiam tidak membantah tidak pula mengiyakan.
109Please respect copyright.PENANAKH3OnhtmIX
109Please respect copyright.PENANAfWxNEG6zLR
109Please respect copyright.PENANAA4zq3Zd4gy